Khutbah Jumat One Piece dengan Tema Persatuan Umat

khutbah jumat one piece. gambar bendera one piece di bawah bendera merah putih sebagai simbol protes ketidakadilan dan krisis kepercayaan kepada pemerintah
Khutbah Jumat One Piece dengan tema persatuan umat (katadata.co.id)

Dalam beberapa waktu terakhir, simbol bendera bajak laut dari serial One Piece ramai dikibarkan oleh masyarakat Indonesia sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan sosial dan krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Fenomena ini membuka ruang refleksi bagi umat Islam: bagaimana seharusnya menyikapi kondisi bangsa yang penuh dengan gemuruh politik, korupsi, dan ketimpangan sosial. Untuk itu, berikut adalah contoh khutbah Jumat One Piece sebagai media dakwah yang relevan dan menyentuh realitas.

Isi Pertama Khutbah Jumat One Piece

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ إِلاَّ اللّٰه وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللّٰه، اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمَ بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللّٰه، أُوْصِيْنِيِ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللّٰه، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. وَقَالَ تَعَالَى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صَدَقَ اللّٰهُ الْعَظِيمْ.

Kaum muslimin rahimakumullah

Marilah kita memanjatkan Puja dan Puji Syukur kehadirat Allah SWT dengan nikmatnya dan hidayahnya kita dapat berkumpul disini menunaikan solat berjamah Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam yang telah menyampaikan Agama yang sempurna kepada umat manusia. Semoga kita termasuk kedalam golongan orang-orang selalu berpegang teguh dengan sunnah Beliau hingga ajal menjemput kita.

Kaum muslimin rahimakumullah

Pada kesempatan khutbah ini, izinkan saya mengangkat sebuah fenomena yang sedang ramai diperbincangkan: berkibarnya bendera One Piece di berbagai daerah di Indonesia. Sebagian menganggapnya sebagai pelanggaran, sebagian lagi sebagai simbol perjuangan.

Namun sesungguhnya, bendera itu adalah ekspresi kegelisahan masyarakat—sebuah simbol protes terhadap ketidakadilan sosial yang makin terlihat nyata: korupsi merajalela, anggaran pendidikan dipangkas, keadilan hukum yang tidak merata, kenaikan pajak, dan suara rakyat yang diabaikan.

Seruan Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Fenomena ini mengingatkan kita akan pentingnya peran umat Islam sebagai penyeru amar ma’ruf nahi mungkar.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, serta beriman kepada Allah.”
(QS. Ali Imran: 110)

Jamaah yang dirahmati Allah,
Perbedaan dalam menyuarakan pendapat seharusnya tidak menjadikan kita saling mencela. Justru ini menjadi ujian: apakah kita bisa bersatu, atau justru saling menjatuhkan? Apakah kita lebih suka mendiamkan kezaliman, atau berani menyuarakan kebenaran?

Perlu diingat, hak menyampaikan pendapat dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan:

“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

Maka tidak seharusnya simbol-simbol yang digunakan rakyat untuk bersuara dianggap sebagai ancaman. Yang lebih penting adalah substansi pesan: menolak kezaliman, menuntut keadilan, dan menjaga persatuan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.”
(HR. Muslim)

Ajakan Persatuan Umat

Jamaah Shalat Jumat yang dirahmati Allah,
Kita hidup di era penuh dinamika. Kezaliman bisa datang dari banyak arah. Maka, kita harus waspada dan bersatu. Jangan mudah terpancing untuk mencaci sesama Muslim yang berjuang menyampaikan kebenaran.

Mari kita perkuat ukhuwah Islamiyah. Jangan biarkan umat ini terpecah hanya karena perbedaan ekspresi dan strategi. Karena Allah melarang kita untuk saling berbantah-bantahan:

“Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu; dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Anfal: 46)

Mari kita bangun Indonesia dengan cahaya Islam, bukan dengan saling menjatuhkan, tapi dengan semangat persatuan, dakwah yang bijak, dan aksi sosial yang nyata.

Wallahu a’lam bish-shawab. Wassalamu’alaikum warahmatullah.

almuanawiyah.com

Lomba Pildaraja Mengawali Rangkaian Milad Ke-5 Al Muanawiyah

lomba Pildaraja (Pilihan Da'i Remaja) Pondok Pesantren Tahfidz putri Jombang Al Muanawiyah. Gambar santriwati sedang menyampaikan dakwah presentasi
Tampilan dari Ananda Qonita sebagai kontestan lomba Pildaraja peringatan Milad ke-5 PPTQ Al Muanawiyah Jombang

Rangkaian peringatan Milad ke-5 Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Muanawiyah Jombang dibuka dengan penuh semangat lewat lomba Pildaraja (Pemilihan Da’i Remaja). Digelar meriah pada malam hari, Rabu, 6 Agustus 2025 bertempat di Aula Masjidil Haram. Acara ini menjadi panggung istimewa bagi para santri untuk menampilkan kemampuan berdakwah secara kreatif dan inspiratif. Sekaligus mencerminkan semangat santri milenial yang adaptif terhadap perkembangan zaman.

Sebanyak tujuh santri tampil sebagai peserta, terdiri dari perwakilan tingkat SMP, MA, dan kelas tahfidz murni, yaitu:

  • Qonita Fi Sabilillah (Kelas 7 SMP)

  • Hanna Fairuz Maulida (Kelas 9 SMP)

  • Assyafa Robiatul Alawiyah (Kelas 8 SMP)

  • Syifa’ul Hasanah (Kelas 10 SMA)

  • Oufi Silmi Kaffah (Kelas 12 SMA)

  • Ninda Amalin (Kelas Tahfidz Murni)

  • Lintang Ayu Kemuning (Kelas 11 SMA)

Dengan mengusung tema “Santri Milenial”, para peserta tampil dengan berbagai pendekatan dakwah yang menghibur sekaligus mengedukasi. Pesan yang disampaikan mulai dari etika bermedia sosial, pentingnya literasi digital, hingga akhlakul karimah sebagai identitas santri zaman now. Kreativitas mereka juga terlihat dalam penyampaian dakwah—mulai dari pantun, lagu berbahasa Madura, narasi berima, hingga gaya retoris yang komunikatif dan menyentuh hati.

Salah satu juri, Ustadzah Qori, memberikan apresiasi tinggi terhadap penampilan para peserta. “Mereka hebat-hebat, public speakingnya bagus untuk anak sekelas SMP dan SMA. Mereka sudah bisa membawakan dakwah dengan cara yang menarik. Saya sendiri seumur mereka belum bisa seperti itu,” ujarnya bangga.

Setelah melalui penilaian yang ketat, dewan juri menetapkan dua pemenang utama:

  • Juara Tingkat SMA/Tahfidz Murni: Lintang Ayu Kemuning

  • Juara Tingkat SMP: Assyafa Robiatul Alawiyah

Acara ini juga disiarkan secara live melalui kanal YouTube Al-Muanawiyah, memberi kesempatan bagi wali santri dan masyarakat luas untuk menyaksikan bakat-bakat muda yang luar biasa.

Lomba Pildaraja sebagai Sarana Aktualisasi Santri

Kegiatan  ini tak hanya menjadi ajang lomba biasa, tetapi menjadi ruang aktualisasi diri bagi santri untuk menyalurkan potensi berdakwah dengan gaya khas generasi masa kini. Bagi lembaga pendidikan lainnya, acara seperti ini dapat menjadi inspirasi untuk menyemai semangat berdakwah yang kreatif sejak usia remaja. Seiring dengan tuntutan zaman yang menuntut metode dakwah yang adaptif, menyentuh, dan mudah diterima.

Dengan hadirnya lomba seperti ini, harapan besar tertanam agar santri tidak hanya piawai menghafal dan memahami ilmu agama, tetapi juga mampu menyampaikannya dengan metode yang menyenangkan, modern, dan penuh makna.

almuanawiyah.com

Hikmah Perintah Membaca dalam Surat Al Alaq secara Sosiologis

Hikmah Perintah Membaca dalam Surat Al Alaq secara Sosiologis

Al-Muanawiyah – Perintah membaca yang menjadi inti dari wahyu pertama dalam Islam bukan hanya perintah spiritual atau intelektual semata, tetapi juga memiliki makna sosial yang sangat dalam. Surat Al-‘Alaq ayat 1–5 bukan sekadar seruan untuk membuka lembaran ilmu, namun juga menjadi titik awal revolusi peradaban. Hikmah surat Al Alaq dari sisi sosiologis menunjukkan betapa Islam sejak awal telah menempatkan literasi sebagai dasar transformasi masyarakat.

1. Masyarakat Jahiliyah Menuju Masyarakat Ilmiah

Sebelum Islam datang, masyarakat Arab berada dalam masa jahiliyah. Nilai-nilai yang berlaku saat itu lebih mengutamakan garis keturunan, kekuasaan, dan kekuatan fisik. Dengan turunnya wahyu “Iqra’ bismi rabbika” (Bacalah dengan nama Tuhanmu), terjadi perubahan orientasi sosial. Nilai-nilai materialistik dan hierarki sosial mulai digantikan oleh nilai keilmuan dan takwa. Hikmah perintah membaca dalam konteks ini menjelaskan bahwa kekuatan sejati suatu masyarakat bukan pada kekayaan atau status, tetapi pada ilmu.

hikmah perintah membaca dalam surat al Alaq secara sosiologis. Gambar anak-anak antusias membaca buku
Anak-anak yang antusias membaca sebagai ilustrasi hikmah perintah membaca dari surat Al Alaq

2. Membentuk Budaya Literasi Umat

Secara sosiologis, membaca adalah gerbang perubahan sosial. Masyarakat yang terbiasa membaca akan lebih kritis, sadar akan hak dan kewajiban, serta lebih terbuka terhadap kemajuan. Inilah mengapa Rasulullah ﷺ, meskipun ummi, diutus dengan misi membangun budaya ilmu. Para sahabat pun didorong untuk belajar menulis dan membaca. Dalam waktu singkat, lahirlah komunitas Muslim yang mencintai ilmu dan menjadikan literasi sebagai ciri khas peradaban Islam.

Baca juga: 6 Adab Menuntut Ilmu Menurut Kitab Ta’lim Muta’allim

3. Mengikis Ketimpangan Sosial

Salah satu hikmah perintah membaca adalah membuka akses keadilan sosial. Melalui literasi, Islam menghapuskan batas-batas kelas yang menindas. Siapa pun yang berilmu diberi kedudukan tinggi dalam masyarakat. Tidak lagi orang kaya atau bangsawan yang dihormati, tetapi mereka yang membaca, memahami, dan mengamalkan Al-Qur’an. Inilah langkah awal menciptakan masyarakat yang egaliter.

Perintah “Iqra’” bukanlah sekadar ajakan individual untuk membaca, tetapi menjadi gerakan sosial yang mengakar dalam sejarah Islam. Hikmah perintah membaca sangat terasa dalam upaya membangun masyarakat Muslim yang berilmu, adil, dan penuh kesadaran sosial. Inilah warisan sosiologis yang harus terus dilestarikan dalam kehidupan umat Islam hari ini, khususnya di era digital yang penuh tantangan informasi.