Ikhlas vs Pasrah: Polemik Kesejahteraan Guru di Indonesia

Ikhlas vs Pasrah: Polemik Kesejahteraan Guru di Indonesia

Al-MuanawiyahIsu kesejahteraan guru di Indonesia kembali menjadi sorotan. Pernyataan pejabat yang menyebut guru sebagai “beban negara” hingga isu tambahan tugas dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) membuat banyak guru merasa posisi mereka kurang dihargai. Di satu sisi, guru dituntut untuk ikhlas mengajar karena profesi ini dianggap sebagai pengabdian. Namun, sering kali kata ikhlas dipelintir menjadi sikap pasrah terhadap ketidakadilan.

Baca juga: Bahaya Banyak Bicara Bagi Hati dan Kekhusyukan Ibadah

Ikhlas Adalah Menjaga Niat, Bukan Menerima Ketidakadilan

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa ikhlas adalah tentang niat, bukan tentang menerima ketidakadilan. Seorang guru yang ikhlas mengajar karena Allah akan tetap memandang tugasnya sebagai ibadah, terlepas dari tantangan yang dihadapi. Namun, ikhlas tidak berarti diam ketika hak mereka diabaikan. Justru demi menjaga niat tetap murni, guru berhak menyuarakan keadilan agar pengabdiannya tidak diperlakukan semena-mena.

kesejahteraan guru Indonesia, guru honorer gaji tidak layak, guru beban negara, guru sedang mengajar murid SD di kelas
Polemik kesejahteraan guru di Indonesia

Upah Layak adalah Hak Guru

Dalam Islam, upah pekerja adalah hak yang harus ditunaikan tanpa ditunda. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)

Ini menunjukkan bahwa Islam menaruh perhatian besar pada kelayakan upah, termasuk bagi mereka yang mendidik generasi. Pada masa Rasulullah ﷺ, guru dan pengajar tetap mendapatkan imbalan yang layak dari baitul mal, meskipun profesinya dianggap mulia dan penuh pengabdian. Hal ini membuktikan bahwa penghargaan material tidak menafikan keikhlasan, justru melengkapi semangat pengabdian.

Baca juga: Asbabun Nuzul Al-Qadr yang Menggugah Semangat Beribadah

Guru, Antara Ikhlas dan Kelayakan Hidup

Realitas hari ini sering membuat guru berada pada posisi dilematis: dituntut mengajar dengan ikhlas, tapi kesejahteraan mereka jauh dari layak. Banyak guru honorer yang gajinya bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kondisi ini seharusnya menjadi renungan bersama. Ikhlas tidak boleh dipahami sebagai pasrah menerima gaji rendah, melainkan tetap menjaga niat karena Allah sambil memperjuangkan hak-haknya dengan cara yang benar.

Ikhlas adalah fondasi pengabdian seorang guru, namun ikhlas bukan berarti menerima ketidakadilan dengan pasrah. Islam sendiri menekankan pentingnya kesejahteraan dan kelayakan upah bagi setiap pekerja. Apalagi guru, yang merupakan garda terdepan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Karena itu, guru wajar menuntut penghargaan yang lebih baik dari negara, tanpa kehilangan ruh pengabdian. Dengan kesejahteraan yang layak, guru bisa semakin fokus mendidik dan menjaga keikhlasan, demi lahirnya generasi penerus bangsa yang lebih berkualitas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *