Nyaris Menyerah, A’yun Lulus Wisuda Tahfidz dan Beasiswa

Nyaris Menyerah, A’yun Lulus Wisuda Tahfidz dan Beasiswa

Menjelang harunya prosesi wisuda tahfidz, tersimpan kisah perjuangan panjang yang penuh inspirasi. Salah satunya datang dari Qurrota A’yun, wisudawati tahfidz bil ghoib asal Madura, yang telah menjalani tiga tahun penuh dedikasi di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Muanawiyah Jombang.Sejak kecil, A’yun telah akrab dengan Al-Qur’an. Ia mulai menyetorkan hafalan juz 30, 1, dan 2 kepada ayahnya bahkan sebelum mondok. Perjalanan mondoknya dimulai dari pondok kitab sejak kelas 1 SMP hingga 2 SMA. Namun, karena harus membantu TPQ sang ibu, ia sempat boyong. Setelah itu, keinginan kuat untuk menghafal Al-Qur’an membawanya kembali mondok di Jawa.

Perjuangan penghafal al quran menuju wisuda tahfidz 30 juz
Perjuangan penghafal Al quran menuju wisuda tahfidz 30 juz

Ketika menemukan program tahfidz di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Muanawiyah Jombang tahun 2022, A’yun merasa mantap. “Awalnya ingin mondok karena melihat acara hafiz cilik, ketika kelas 3 SD jadi acara favorit setiap Ramadhan. Kagum melihat anak-anak kecil bisa sambung ayat, bisa dapat hadiah mengumrohkan orangtua,” ungkapnya.

Motivasi umroh itu yang mendorongnya untuk melanjutkan perjalanan menghafalkan Al-Qur’an. Kemudian didukung oleh kakaknya yang juga sudah menjadi hafidzah. Di pondok Al Muanawiyah, ia merasakan kenyamanan luar biasa. “Suka dengan program tilawah 5 juz setiap hari. Karena sangat membantu lebih akrab dengan Al-Qur’an, selain menguatkan hafalan.” Program setoran yang terstruktur juga membuat hafalannya semakin mantap.

Namun tentu saja, jalan menuju khatam 30 juz tidak selalu mudah.

 

Ujian Terberat Menuju Wisuda Tahfidz

Menurut A’yun, tantangan terberat justru datang saat menghafal juz 21 ke atas. “Karena selain ayatnya mulai kurang familiar, terutama di juz 25–28. Apalagi sedang diberi amanah untuk menjadi musyrifah penyimak di pondok.” Karena tugas itu, ia harus menyetor hafalan sejak pukul 6 pagi. Saat belum siap, setoran pun seringkali tidak lancar. Setelah itu, ia masih harus menyimak hafalan teman-teman yang juga belum lancar.

Ujian semakin berat ketika ia menjabat sebagai ketua kamar dan menghadapi konflik dengan santri, bahkan hingga dipanggil orang tua santri tersebut. Di saat bersamaan, nenek tercinta meninggal dunia. Tinggal 10 juz menuju akhir, namun justru saat itulah langkahnya terasa paling berat. “Sempat merasa ingin berhenti,” kenangnya.

Namun, dorongan dari Uma Ita Harits dan keluarga membuatnya bangkit. “Ingat orangtua di rumah dan kakak perempuan yang selalu mendorong khatam agar punya teman saling menyimak di rumah.” Dengan langkah tertatih dan sering dilanda rasa kurang percaya diri, A’yun tetap melanjutkan. “Yang penting usaha dulu, hasilnya serahkan ke Allah,” ucapnya penuh haru. Akhirnya, Allah berikan kekuatan hingga ia mampu khatam 30 juz.

Proses seleksi beasiswa tahfidz universitas al amien madura dengan hafalan 30 juz sekali duduk
A’yun ketika menuntaskan tasmi’ 30 juz sekali duduk dalam proses seleksi beasiswa tahfidz

Kenikmatan Pasca Khatam 30 Juz Justru Bertambah

Perjalanan itu tidak hanya mengantarkannya menuju wisuda tahfidz, tetapi juga membuka jalan ke masa depan. Ia berhasil meraih beasiswa fully funded jalur tahfidz untuk kuliah di Universitas Al-Amien Madura, jurusan Al-Qur’an dan Tafsir. “Mungkin bukan takdirnya ya. Takdirnya dapat mewujudkan keinginan orangtua kuliah di Al-Amien,” ujarnya, setelah sebelumnya sempat lulus beasiswa lain namun batal lanjut karena keberatan dengan syarat harus pindah pondok.

Beasiswa itu mewajibkan tasmi’ 30 juz sekali duduk—hal yang sempat membuatnya ragu. Namun, ia kembali membuktikan diri dan lulus. Kini, ia siap memulai kuliah pada Agustus mendatang. Tak hanya itu, proses menghafal juga membawa ketenangan jiwa dan menjadi sebab datangnya kemudahan rezeki bagi keluarganya. Ia memberikan motivasi untuk para pejuang Al-Qur’an:

“Menghafal Al-Qur’an itu jangan dianggap beban, berat. Jalani aja dengan santai, sebisanya yang penting istiqomah dan bisa tanggung jawab dengan hafalannya. Buat jadwal dan target hafalan, juga harus tirakat. Rajin puasa sunnah Senin Kamis, shalat malam, sedekah, dll. InsyaAllah akan lebih dipermudah Allah.”

Wisuda Tahfidz 2025: Mewujudkan Mimpi Ayah Tercinta

Wisuda Tahfidz 2025: Mewujudkan Mimpi Ayah Tercinta

Al-MuanawiyahDi balik megahnya acara Wisuda Tahfidz 2025 yang akan segera digelar, ada kisah perjuangan panjang yang bisa menjadi motivasi menghafal Al Qur’an. Salah satunya datang dari seorang santri putri bernama Nasywa Mitsfalah, 21 tahun, asal Gresik. Ia merupakan calon wisudawati kategori bil ghoib,  santri kelas tahfidz murni yang telah menempuh perjalanan dua tahun penuh dedikasi di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Muanawiyah Jombang.

Perjuangan motivasi menghafal al quran santri putri pondok pesantren tahfidz terbaik Jombang
Kisah Inspiratif Perjuangan Menghafal Al Qur’an

Dari Tayangan Hafiz Cilik Hingga Wisuda Tahfidz

Kisahnya bermula dari ketertarikan masa kecil pada hafiz cilik yang sering ia lihat di televisi. Sejak saat itu, Nasywa kecil mulai mengenal kemuliaan para penghafal Al-Qur’an. Dengan bekal motivasi dari tayangan itu dan motivasi keluarga—terutama dari seorang anggota keluarga yang juga alumni pondok—Nasywa memutuskan untuk mondok setelah lulus SD. Sebelum bergabung di pondok saat ini, ia sudah mengantongi hafalan 15 juz.

Ketika santri lain sempat merasa iri melihat kehidupan luar pondok, Nasywa justru menjalaninya dengan sukarela. “Karena mondok keinginan sendiri, jadi tidak iri dengan temen-temen di luar,” ujarnya.

Namun, perjalanannya tak selalu mudah. Ia pernah mengalami masa bimbang antara mengutamakan hafalan atau pelajaran sekolah. “Dulu ketika SMP lebih banyak belajar pelajaran sekolah daripada menghafal, karena ada ketakutan ketinggalan pelajaran.” Hafalannya pun sempat berjalan lambat, hanya lima baris hingga setengah halaman setiap setoran.

Baca juga: Motivasi Menghafal Al-Qur’an: Tidak Mondok Bukan Hambatan

Kini, penyesalan kecil itu menjadi pelajaran besar. “Sekarang setelah menjalani prosesnya, akhirnya merasa menyesal kenapa tidak sejak dahulu fokus hafalan.” Ia menyadari, usia muda adalah masa emas dalam menghafal. Tapi meski tak sejak dini, ia tetap menjalani proses memutqinkan hafalan dengan tekad kuat. Setelah proses yang begitu panjang, Nasywa berhasil menjadi salah satu santri yang akan diwisuda tahun ini.

Kisah Inspiratif Motivasi Menghafal Al Quran
Tasmi’ Bil Ghoib 30 Juz Santri Berprestasi Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Muanawiyah Jombang

Menjadi Tangguh Bersama Pondok dan Al-Qur’an

Lebih dari sekadar mengejar hafalan, pondok menjadi ladang tumbuhnya potensi diri. Nasywa dipercaya mengemban berbagai amanah, menjadi musyrifah penyimak hafalan, MC podcast, hingga akhirnya berhasil mendapatkan beasiswa kuliah penuh (fully funded) melalui jalur tahfidz di Universitas Hasyim Asy’ari Jombang. Ini menjadi salah satu buah dari fokus hafalannya selama di pondok.

Namun, ujian hidup tak datang dari hafalan, melainkan dari rumah. Masalah ekonomi menimpa keluarganya sejak ia duduk di bangku SMP. Rumah harus dijual, orangtua sakit, dan ketika akhirnya ia khatam 30 juz, tak lama kemudian sang ayah meninggal dunia. “Ada titik di mana ingin menyerah untuk mengejar mimpi kuliah dan hafalan mutqin,” kenangnya. Tapi pondok bukan hanya tempat belajar, melainkan rumah kedua yang menguatkannya. Dengan bimbingan Ayah Amar dan Uma Ita Harits selaku pengasuh pondok, ia bangkit kembali, bahkan melanjutkan ke perguruan tinggi seperti yang diimpikan almarhum ayahnya.

Wisuda Tahfidz 2025 bukan sekadar seremoni. Ia adalah penanda perjuangan panjang, tangis dalam diam, dan doa orangtua yang dikabulkan. Nasywa adalah satu dari sekian banyak santri yang akan melangkah di panggung wisuda, membawa harapan, cita-cita, dan kebanggaan untuk orangtuanya.

“Hafalan itu harus dibuat target dan jadwal, kita harus bertanggung jawab. Semisal tidak sampai target, maka harus buat sanksi untuk diri sendiri, seperti tidak boleh jajan sehari, mencuci baju, menata lemari, dan lain-lain yang buat kapok tidak akan mengulanginya lagi. Hargai waktumu, sampai kamu merasakan bahwa waktu itu sangat berharga. Sekali kita melalaikan waktu, kita bisa kehilangan 1000 kesempatan di masa depan,”

Melalui cerita Nasywa, kita kembali diingatkan bahwa pondok pesantren bukan hanya tempat menuntut ilmu, tetapi juga tempat menempa jiwa, memperkuat mental, dan memantapkan jalan menuju keberkahan. Di sinilah calon-calon hafiz dan hafizah dibentuk, bukan hanya cerdas dalam hafalan, tetapi tangguh menghadapi kehidupan.