Kisah Ali bin Abi Thalib dalam Perjalanannya Bersama Al-Qur’an

ali bin abi thalib dan Al-Qur'an dalam perang shiffin, sunni syiah, golongan Muawiyah, terbunuhnya Utsman bin Affan
Perang Shiffin yang terjadi di masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (foto: wikipedia)

Ali bin Abi Thalib adalah sahabat sekaligus menantu Rasulullah SAW yang memiliki kedudukan istimewa dalam sejarah Islam. Sejak usia muda, ia telah tumbuh dalam bimbingan Nabi dan hidup sangat dekat dengan Al-Qur’an. Melalui kisah Ali bin Abi Thalib, kita bisa menemukan teladan bagaimana seorang Muslim seharusnya berinteraksi dengan kitab suci, bukan hanya sebagai bacaan, tetapi juga sebagai pedoman hidup.

Kedekatan Ali dengan Al-Qur’an Sejak Muda

Ali bin Abi Thalib adalah anak pertama yang masuk Islam di usia belia. Ia langsung menyaksikan turunnya wahyu dari waktu ke waktu. Setiap ayat yang dibacakan Nabi Muhammad SAW dihafalnya dengan penuh perhatian. Bukan hanya itu, Ali juga kerap meminta penjelasan langsung dari Rasulullah tentang makna ayat yang baru turun. Oleh karena itu, sejak awal, ia bukan hanya penghafal Al-Qur’an, tetapi juga pengamal yang memahami tafsirnya.

Ali dijuluki sebagai “Babul Ilmi” atau Pintu Ilmu. Julukan ini lahir karena keluasan pemahamannya tentang Al-Qur’an. Dalam banyak kesempatan, ia menjelaskan tafsir dengan sangat mendalam, seakan cahaya petunjuk keluar dari lisannya. Menurut Ali, Al-Qur’an adalah cahaya yang tidak akan padam, tali Allah yang paling kokoh, dan penuntun yang tidak akan menyesatkan. Pesan ini masih relevan hingga kini, mengingat umat Islam memerlukan pedoman yang menuntun dalam menghadapi fitnah zaman.

Baca juga Cerita Inspiratif Shalat Ali bin Abi Thalib di sini

Al-Qur’an dalam Kepemimpinan Ali

Ketika Ali menjadi khalifah, ia menghadapi masa penuh ujian. Fitnah politik, peperangan, dan perpecahan umat menjadi tantangan besar. Namun, Al-Qur’an tetap ia jadikan pedoman dalam mengambil keputusan. Salah satu peristiwa penting adalah Perang Shiffin, ketika musuh mengangkat mushaf di ujung tombak. Ali menunjukkan sikap bijak bahwa Al-Qur’an tidak boleh dijadikan alat politik, melainkan benar-benar harus dijadikan pedoman kebenaran.

Hikmah Kisah Ali bi Abi Thalib Bersama Al-Qur’an

Dari kisah Ali bin Abi Thalib, kita dapat belajar bahwa mencintai Al-Qur’an tidak cukup hanya dengan membaca. Ali mengajarkan agar Al-Qur’an dipahami, diamalkan, dan dijadikan cahaya kehidupan. Ia wafat sebagai syahid, namun warisannya tentang kecintaan pada kitab suci akan terus hidup. Hingga kini, Ali tetap menjadi teladan generasi Muslim dalam menjaga ikatan kuat dengan Al-Qur’an. Baca juga cerita inspiratif Al-Qur’an sahabat lainnya seperti Zain bin Tsabit di sini.

almuanawiyah.com

Meneladani Cara Sahabat Nabi Menghafal Al-Qur’an

Meneladani Cara Sahabat Nabi Menghafal Al-Qur’an

Al-Muanawiyah – Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ. Namun, perlu kita ketahui bahwa penyebarannya di masa awal Islam tidak bergantung pada mushaf, melainkan pada hafalan para sahabat. Mereka adalah generasi terbaik yang berhasil menjaga keaslian wahyu. Oleh sebab itu, mempelajari cara sahabat Nabi menghafal Al-Qur’an menjadi inspirasi penting bagi siapa pun yang ingin mengikuti jejak mereka.

1. Belajar Langsung dari Nabi ﷺ

Salah satu keistimewaan para sahabat adalah mereka menerima bacaan Al-Qur’an langsung dari Rasulullah ﷺ. Setiap kali wahyu turun, Nabi akan membacakan ayat-ayat tersebut dalam majelis, shalat, atau pertemuan pribadi. Para sahabat akan mendengarkannya dengan khusyuk, lalu mengulang-ulangnya hingga hafal. Selain itu, mereka juga mencatatnya di berbagai media seperti pelepah kurma, tulang, dan kulit binatang.

Baca juga: Tips Menghafal Al-Qur’an dengan Cepat dan Mudah

2. Menghafal Sedikit Demi Sedikit dan Diamalkan

Menariknya, para sahabat tidak terburu-buru untuk menghafal banyak ayat sekaligus. Mereka akan mempelajari sepuluh ayat, kemudian berhenti untuk memahami dan mengamalkannya terlebih dahulu. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Kami belajar sepuluh ayat dari Rasulullah ﷺ, tidak melewatinya sebelum kami mempelajari kandungan dan mengamalkannya.”
(Muqaddimah Tafsir Ibn Katsir)

Beberapa santri duduk melingkar sambil mengaji Al-Qur’an, menggambarkan suasana seperti cara sahabat Nabi menghafal Al-Qur’an dengan kebersamaan dan pengulangan bacaan.
Cara sahabat Nabi menghafal Al-Qur’an (gambar tidak merepresentasikan kondisi asli di zaman Nabi)

 

3. Muraja’ah Bersama Teman

Selain itu, cara sahabat Nabi menghafal Al-Qur’an juga dilakukan melalui kebersamaan. Mereka saling menyimak hafalan satu sama lain, baik di rumah maupun di masjid. Bahkan, rumah Arqam bin Abi Arqam menjadi tempat belajar Qur’an secara rahasia sebelum Islam tersebar luas. Pengulangan ini sangat bermanfaat untuk menguatkan hafalan.

4. Tilawah dalam Shalat

Tidak berhenti di situ, mereka juga memperkuat hafalan dengan membacanya dalam shalat sunnah, terutama shalat malam. Hal ini membuat hafalan mereka lebih kokoh dan meresap ke dalam hati. Ini adalah teladan luar biasa yang bisa ditiru oleh para penghafal Al-Qur’an masa kini.

Dari kisah para sahabat, kita belajar bahwa menghafal Al-Qur’an bukan semata tentang kecepatan, tetapi tentang penghayatan dan pengamalan. Cara sahabat Nabi menghafal Al-Qur’an mengajarkan kita bahwa ketekunan, pengulangan, kebersamaan, dan niat tulus karena Allah adalah kunci keberhasilannya. Yuk, teladani semangat mereka dalam mencintai Al-Qur’an!

Ubay bin Ka’ab, Penghafal Al Qur’an yang Namanya Disebut Allah

Ubay bin Ka’ab, Penghafal Al Qur’an yang Namanya Disebut Allah

Di antara deretan sahabat Nabi Muhammad ﷺ, Ubay bin Ka’ab adalah salah satu yang paling masyhur karena kedalaman ilmunya tentang Al-Qur’an. Namanya begitu harum di langit dan bumi, bahkan disebut langsung oleh Allah dalam sebuah peristiwa yang terekam dalam hadis sahih.

Rasulullah ﷺ bersabda kepada Ubay bin Ka’ab:
“Sesungguhnya Allah memerintahkanku untuk membacakan Al-Qur’an kepadamu.”
Ubay bertanya, “Apakah Allah menyebut namaku padamu?”
Rasulullah menjawab, “Ya.” Maka Ubay pun menangis.
(HR. Bukhari no. 3809 dan Muslim no. 799)

Siapa Ubay bin Ka’ab?

Ubay bin Ka’ab adalah seorang sahabat Anshar dari kabilah Khazraj yang berasal dari Madinah. Ia termasuk kelompok pertama yang memeluk Islam dan ikut dalam Bai’at Aqabah bersama Nabi. Ubay dikenal cerdas, bersahaja, dan sangat mencintai Al-Qur’an. Sebelum wafatnya Rasulullah ﷺ, beliau menjadi salah satu penulis wahyu dan penghafal utama Al-Qur’an.

Sosok Rujukan dalam Membaca Al-Qur’an

Beliau dikenal sebagai salah satu sahabat Nabi yang paling mahir dalam membaca dan menghafal Al-Qur’an. Ia termasuk di antara empat sahabat yang secara khusus diperintahkan Nabi ﷺ untuk belajar Al-Qur’an. Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda,

“Ambillah bacaan Al-Qur’an dari empat orang: dari Abdullah bin Mas’ud, Salim, Mu’adz bin Jabal, dan Ubay bin Ka’ab.”

Ubay mulai menghafal Al-Qur’an langsung dari lisan Rasulullah ﷺ, yang membacakannya setiap kali wahyu turun. Karena kedekatannya dengan Nabi dan kecerdasannya dalam memahami bacaan, Ubay sering dijadikan tempat rujukan oleh sahabat lain ketika ada perbedaan qira’at atau tafsir ayat. Bahkan, dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah ﷺ memerintahkan Ubay untuk menjadi pencatat wahyu dan sekaligus menguji hafalan para sahabat lainnya.

Baca juga: Hikmah Surat At Tin: Semangat Beramal Shalih di Usia Muda

Kemampuannya yang kuat dalam menghafal dan pemahaman yang mendalam membuat beliau menjadi tokoh sentral dalam pengajaran Al-Qur’an di masa Nabi ﷺ dan sesudahnya. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Nabi pernah bersabda kepada Ubay,

“Sesungguhnya Allah memerintahkanku untuk membacakan Al-Qur’an kepadamu.” Ubay pun terharu dan bertanya, “Apakah Allah menyebut namaku?” Nabi menjawab, “Ya.” (HR. Tirmidzi, no. 3795)

Peran Besarnya dalam Kodifikasi Mushaf

Setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ, pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar dan Utsman bin Affan, beliau turut membantu proses pengumpulan dan pembukuan Al-Qur’an menjadi satu mushaf. Beliau bekerja bersama Zaid bin Tsabit dan para sahabat ahli Qur’an lainnya dalam menyusun mushaf yang kemudian dikenal sebagai Mushaf Utsmani.

Ilustrasi seorang pria berjubah sedang membuka mushaf Al-Qur’an, menggambarkan sosok Ubay bin Ka’ab, sahabat Nabi yang dikenal sebagai penghafal Al-Qur’an dan namanya disebut oleh Allah.
Ilustrasi penghafal Al Qur’an (gambar tidak ditujukan untuk memvisualisasikan sosok Ubay bin Ka’ab)

 

Pelajaran dari Sosok Ubay bin Ka’ab

Kisah hidup beliau mengajarkan kita bahwa:

  1. Kedekatan dengan Al-Qur’an dapat mengangkat derajat seseorang di sisi Allah.

  2. Menghafal dan memahami Al-Qur’an adalah amal istimewa yang diwariskan langsung dari Rasulullah ﷺ kepada umatnya.

  3. Adab, ilmu, dan keistiqamahan adalah kunci keberkahan dalam menuntut ilmu agama

Sebagai seorang muslim yang ingin dekat dengan Al-Qur’an, kita bisa meneladani semangat dan kesungguhan Ubay bin Ka’ab. Semoga semangat beliau menginspirasi kita semua untuk terus membaca, memahami, dan mengamalkan firman Allah.

Referensi:

  • Shahih Bukhari no. 3808, 3809

  • Shahih Muslim no. 799

  • Siyar A’lam An-Nubala – Imam Adz-Dzahabi

  • Al-Isti’ab fi Ma’rifat Al-Ashab – Ibnu Abdil Barr

  • Tahdzib al-Kamal – Al-Mizzi