Arti bandongan merujuk pada metode belajar klasik yang telah menjadi ciri khas pesantren Nusantara selama ratusan tahun. Dalam metode ini, kiai atau ustadz membaca dan menjelaskan kitab kuning, sementara para santri menyimak, mencatat makna gandul, dan menandai bagian-bagian penting. Cara belajar ini bukan sekadar mendengarkan, tetapi melatih ketelitian, ketekunan, dan kemampuan memahami teks Arab gundul secara bertahap.
Tradisi bandongan sangat berbeda dengan kelas formal modern, karena proses pemahamannya berpusat pada keilmuan guru. Santri mengikuti jalannya penjelasan secara runtut, sehingga tidak hanya memahami makna, tetapi juga menangkap gaya penafsiran ulama terdahulu.
Baca juga: Arti Sorogan dalam Tradisi Pesantren dan Keunggulannya
Asal-Usul Bandongan dan Perannya di Pesantren
Metode bandongan sangat dipengaruhi oleh tradisi halaqah di dunia Islam, terutama di Timur Tengah. Ketika ulama Nusantara seperti Syaikh Nawawi al-Bantani dan Syaikh Mahfudz at-Termasi belajar di Haramain, mereka membawa pulang model pembelajaran ini. Sejak itu, metode bandongan menjadi tulang punggung pendidikan pesantren salaf sampai sekarang.
Keberadaan bandongan tidak bisa dilepaskan dari kitab kuning, seperti Fathul Bari, Tafsir Jalalain, Arbain Nawawi, hingga Ihya Ulumuddin. Melalui bandongan, pesantren menjaga keterhubungan sanad ilmu dari generasi ke generasi, karena guru menyampaikan isi kitab dengan penjelasan yang ia dapatkan dari guru-gurunya sebelumnya.
Pelaksanaan Bandongan di Pesantren Sehari-hari
Bandongan biasanya dilakukan pada pagi atau malam hari ketika suasana pondok lebih tenang. Santri duduk berkelompok, masing-masing membawa kitab dan alat tulis. Ustadz membaca teks Arab, lalu menjelaskan maknanya dalam bahasa Indonesia atau Jawa, lengkap dengan faedah fiqih, hikmah akhlak, dan catatan bahasa.

Meski terlihat sederhana, proses bandongan menuntut fokus tinggi. Santri harus cepat menangkap penjelasan, memberi makna gandul di atas teks Arab, dan mencatat bagian yang perlu dihafalkan. Metode ini melatih kemampuan membaca kitab secara mandiri di waktu yang akan datang.
Baca juga: Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia dan Perkembangannya
Kelebihan Metode Bandongan bagi Santri
Bandongan memiliki banyak kelebihan yang membuatnya tetap bertahan hingga era modern:
-
Pemahaman Kitab yang Bertahap
Santri belajar mengikuti alur penjelasan guru yang sudah berpengalaman, sehingga mudah memahami kitab kuning. -
Belajar Melalui Sanad Keilmuan
Setiap penjelasan yang diberikan guru membawa nilai tawadhu’ karena disampaikan dari jalur guru-guru sebelumnya. -
Membentuk Kesabaran dan Fokus
Santri dilatih mendengar, menulis, dan memahami dalam waktu bersamaan, sehingga tumbuh karakter tekun dan disiplin. -
Meningkatkan Kemampuan Bahasa Arab
Karena kitab tidak berharakat, santri dituntut teliti dalam memahami struktur bahasa. -
Membangun Kebiasaan Mencatat Ilmu
Catatan bandongan sering menjadi modal santri dalam mengajar setelah lulus dari pondok.
Bandongan adalah metode yang terasa sederhana, tetapi justru itulah yang membuatnya efektif dan mengakar.
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Muanawiyah memadukan tradisi belajar kitab kuning melalui bandongan dan sorogan dengan pembinaan tahfidz, akhlak, serta penguatan literasi digital untuk santri putri. Jika Anda ingin putra-putri memiliki ilmu agama yang kuat sekaligus siap menghadapi era modern, maka Al-Muanawiyah menjadi pilihan yang tepat.
Yuk, bergabung bersama keluarga besar Al-Muanawiyah!
Mari mondok dengan lingkungan yang nyaman, ilmiah, dan penuh keberkahan.


