Al Muanawiyah – Tradisi keagamaan Islam Nusantara memiliki banyak bentuk majelis. Diantaranya, manaqib, diba’, dan barzanji. Ketiganya sering dianggap sama oleh sebagian masyarakat. Namun, masing-masing memiliki teks, tujuan, dan cara pelaksanaan yang berbeda. Selain itu, tradisi ini berkembang dalam lintasan sejarah panjang.
Pengertian Dasar antara Manaqib, Diba’, dan Barzanji
Manaqib adalah pembacaan kisah, keutamaan, dan perjalanan hidup wali. Teks manaqib biasanya memuat riwayat seorang tokoh sufi besar. Contohnya, manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.

Diba’ adalah pembacaan kitab maulid yang berjudul Ad-Diba’i. Kitab ini disusun oleh Al-Barzanji. Isinya adalah pujian, shalawat, dan kisah kelahiran Nabi Muhammad.
Barzanji adalah pembacaan kitab maulid lain yang berjudul Al-Barzanji. Penyusunnya adalah Ja’far al-Barzanji. Teks ini mirip diba’, tetapi gaya bahasanya berbeda.
Dengan demikian, manaqib membahas wali, sementara diba’ dan barzanji membahas Nabi.
Asal Usul dan Latar Sejarah
Tradisi manaqib muncul dari penulisan biografi sufi pada era klasik. Banyak ulama mencatat kisah para tokoh untuk pembinaan akhlak masyarakat. Kemudian, tradisi ini menyebar ke Asia Tengah, Persia, hingga Nusantara.
Diba’ dan barzanji memiliki akar pada tradisi maulid. Pada abad ke-12, banyak ulama menulis pujian kepada Nabi. Kedua kitab ini kemudian menyebar ke berbagai negeri. Bahkan, beberapa kerajaan Islam di Nusantara menjadikannya bacaan resmi pada acara maulid.
Baca juga: Sejarah Tahlilan: Asal Usul, Perkembangan, dan Peran Wali Songo
Cara Pelaksanaan dalam Masyarakat
Pelaksanaan manaqib biasanya dilakukan dalam majelis dzikir. Pemimpin majelis membacakan kisah tokoh sufi secara runtut. Jamaah duduk dengan tenang sambil mendengarkan. Biasanya tidak ada momen berdiri dalam pembacaan manaqib.
Pelaksanaan diba’ memiliki bagian yang berbeda. Ada momen yang disebut mahallul qiyam. Pada bagian itu, jamaah berdiri sebagai penghormatan kepada Nabi. Setelahnya, acara dilanjutkan dengan doa bersama.
Barzanji memiliki bentuk serupa. Pembaca melagukan teks dengan irama khas pesantren. Mahallul qiyam juga dilakukan pada bagian tertentu.
Baca juga: KH Ardani Ahmad: Ulama Blitar Pengarang Risalatul Mahidh
Tujuan dan Nilai Utama
Tujuan Perbedaan manaqib, diba’, dan barzanji dijelaskan melalui pengertian, sejarah, pelaksanaan, serta tujuan spiritualnya dalam tradisi Islam Nusantara. adalah menanamkan teladan melalui kisah nyata. Jamaah diharapkan meneladani sifat sabar, rendah hati, dan kejujuran. Sedangkan, diba’ dan barzanji bertujuan menumbuhkan cinta kepada Nabi. Selain itu, pelaksanaannya memperkuat rasa syukur dan kebersamaan.
Perbedaan manaqib, diba’, dan barzanji terletak pada teks, tujuan, dan tata cara. Meskipun demikian, ketiganya memiliki nilai spiritual yang kuat. Bahkan, tradisi ini terus hidup dan berkembang di masyarakat Muslim Nusantara.
