Imam Al-Qurthubi Ulama Besar Ahli Tafsir dari Andalusia

Imam Al-Qurthubi Ulama Besar Ahli Tafsir dari Andalusia

Al MuanawiyahImam Al-Qurthubi adalah sosok ulama yang dikenal luas dalam dunia tafsir Al-Qur’an. Karya monumentalnya, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, menjadi rujukan penting bagi para penuntut ilmu hingga hari ini. Artikel ini menyajikan biografi singkat, kontribusi ilmiah, serta pengaruh beliau dalam khazanah keilmuan Islam. Seluruh penjelasan difokuskan pada fakta sejarah yang telah dicatat oleh para sejarawan.

Biografi Singkat Imam Al-Qurthubi

Imam Al-Qurthubi memiliki nama lengkap Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr Al-Ansari Al-Qurthubi. Beliau lahir di Kordoba, Andalusia (Spanyol saat ini) pada awal abad ke-7 H. Kordoba pada masa itu merupakan pusat peradaban Islam Barat yang memiliki perpustakaan besar dan tradisi keilmuan yang kuat.

Beliau tumbuh di lingkungan masyarakat yang mencintai ilmu. Riwayat sejarah mencatat bahwa sejak usia muda, beliau sudah mempelajari hadits, fiqih Maliki, bahasa Arab, dan ilmu Al-Qur’an. Setelah kota Kordoba mengalami kekacauan politik, Al-Qurthubi berpindah ke Mesir. Di negeri inilah beliau mengajar, menulis, dan menghabiskan sisa hidupnya.

Imam Al-Qurthubi wafat di Minyat Bani Khashib, Mesir, pada tahun 671 H / 1273 M.

Baca juga: Biografi Imam Bukhari dan Fakta Penting Perjalanan Hidupnya

Karya-Karya Utama Imam Al-Qurthubi

Karya ilmiah beliau yang paling terkenal adalah:

  1. Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an
    – Tafsir fiqhiy yang menjelaskan ayat-ayat hukum secara rinci.
    – Mencakup kajian tafsir, bahasa, qiroat, asbabun nuzul, dan pendapat para sahabat.
    – Menjadi rujukan utama dalam studi fiqih lintas mazhab.

  2. At-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umur al-Akhirah
    – Membahas kematian, alam barzakh, hari kiamat, dan kehidupan akhirat.
    – Banyak dikutip oleh ulama setelahnya seperti Ibnul Qayyim.

  3. Karya Hadits dan Ushuluddin
    – Termasuk Al-Asma’ al-Husna dan penjelasan tentang tauhid.

Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa beliau bukan hanya ahli tafsir, tetapi juga ulama ensiklopedis yang menguasai berbagai bidang ilmu.

kitab Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an imam al qurthubi
Tafsir Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya Imam Al Qurthubi (sumber: library.walisongo.ac.id)

Metode Tafsir

Metode penafsiran beliau terkenal berimbang dan komprehensif. Ciri-cirinya antara lain:

  • Menyertakan dalil dari Al-Qur’an, hadits shahih, dan pendapat sahabat.

  • Menguraikan pendapat ulama mazhab, terutama Mazhab Maliki.

  • Memperhatikan aspek bahasa Arab, termasuk balaghah dan nahwu.

  • Memasukkan konteks sejarah dan asbabun nuzul.

  • Fokus pada hukum-hukum syariat yang terkait dengan ayat yang dibahas.

Pendekatan tersebut menjadikan karya tafsirnya diterima di berbagai lembaga pendidikan Islam di dunia.

Pengaruh Imam Al-Qurthubi dalam Peradaban Islam

Pengaruh Al-Qurthubi terlihat dari penggunaan karya tafsirnya di:

  • Universitas Al-Azhar Mesir, sebagai rujukan studi tafsir.

  • Pesantren klasik dan modern di Nusantara.

  • Madrasah dan perguruan tinggi Timur Tengah.

  • Kajian kitab di masjid-masjid dan majelis ilmu.

Tafsir beliau juga menjadi salah satu rujukan resmi bagi para peneliti fiqih kontemporer ketika membahas ayat hukum.

Imam Al-Qurthubi hidup sederhana. Fakta sejarah mencatat bahwa beliau pernah mencari nafkah dengan menyalin kitab agar dapat membeli kebutuhan hidup dan buku. Semangat beliau dalam menuntut ilmu memberi inspirasi bagi generasi setelahnya untuk selalu disiplin dan tekun.

Beliau adalah ulama besar yang meninggalkan warisan ilmu sangat luas bagi umat Islam. Melalui karya tafsirnya yang mendalam, beliau membuka pemahaman tentang ayat-ayat hukum, nilai syariat, serta hikmah Al-Qur’an. Kontribusinya terus hidup dalam dunia pendidikan Islam hingga saat ini.

Shalawat Nariyah: Sejarah, Keutamaan, dan Anjuran Membacanya

Shalawat Nariyah: Sejarah, Keutamaan, dan Anjuran Membacanya

Umat Islam sejak lama mengenal shalawat nariyah sebagai salah satu amalan yang membawa ketenangan batin. Lafadznya berbunyi:

ٱللَّهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ٱلَّذِي تَنْحَلُّ بِهِ ٱلْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ ٱلْكُرَبُ وَتُقْضَىٰ بِهِ ٱلْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ ٱلرَّغَائِبُ وَحُسْنُ ٱلْخَوَاتِيمِ، وَيُسْتَسْقَىٰ ٱلْغَمَامُ بِوَجْهِهِ ٱلْكَرِيمِ، وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ فِي كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُومٍ لَكَ

Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan yang penuh kepada junjungan kami Nabi Muhammad, yang dengan sebab beliau semua kesulitan dapat terpecahkan, semua kesusahan dapat dilenyapkan, semua keperluan dapat terpenuhi, dan semua yang didambakan serta husnul khatimah dapat diraih, dan berkat dirinya yang mulia hujanpun turun, dan semoga terlimpahkan kepada keluarganya serta para sahabatnya, di setiap detik dan hembusan nafas sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh Engkau,”. (jabar.nu.or.id)

Maknanya menunjukkan harapan seorang hamba agar keberkahan Nabi Muhammad ﷺ menjadi sebab hilangnya kesulitan, tercapainya hajat, serta datangnya rahmat. Intinya, bacaan ini menghubungkan hati dengan ketenangan ilahi.

lafadz shalawat nariyah
Lafadz Shalawat Nariyah

Sejarah Perkembangan Shalawat Nariyah di Nusantara

Walau tidak tercatat dalam kitab hadis sebagai teks khusus yang memiliki dalil spesifik, shalawat nariyah dikenal luas di dunia tasawuf. Ulama seperti Imam al-Qurthubi disebut-sebut pernah meriwayatkan penyebutan jenis shalawat yang maknanya serupa. Selain itu, nama “Nariyah” diyakini berasal dari kata “al-nār”, yang diibaratkan sebagai “api semangat” dalam menghadapi kesulitan.

Di Nusantara, shalawat nariyah berkembang melalui majelis-majelis tarekat dan forum pengajian. Banyak pesantren, terutama yang mengikuti tradisi Aswaja, menjadikannya wirid rutin. Bahkan, beberapa majelis besar membaca 11, 100, atau 444 kali sebagai simbol ikhtiar spiritual ketika menghadapi masalah berat. Meski jumlah tersebut bukan kewajiban, praktik ini menunjukkan kuatnya budaya dzikir di masyarakat.

Baca juga: Pondok Jombang dan Dakwah Moderat Aswaja

Anjuran Membaca dan Waktu yang Dianjurkan

Para ulama sepakat bahwa memperbanyak shalawat—termasuk shalawat nariyah—merupakan amalan mulia. Hal ini merujuk pada sabda Nabi ﷺ:

“Siapa yang membaca shalawat untukku satu kali, Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali.”
(HR. Muslim)

Karena itu, membacanya kapan saja tetap berpahala. Namun, ada beberapa waktu yang dirasa lebih tenang dan mudah menghadirkan kekhusyukan, seperti setelah salat, malam Jumat, menjelang subuh, atau saat hati dilanda kegelisahan. Selain itu, shalawat ini banyak diamalkan ketika seseorang berharap jalan keluar dari masalah ekonomi, keluarga, atau pekerjaan.

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang menghadapi tekanan batin dan mental. Dengan membaca shalawat nariyah, hati menjadi lebih stabil, pikiran lebih jernih, dan semangat hidup tumbuh kembali. Selain itu, lantunan shalawat juga memperkuat hubungan spiritual dan menghadirkan rasa hangat dalam ibadah.