Perbedaan Haid dan Istihadzah: Durasi dan Kewajiban Ibadah

Perbedaan Haid dan Istihadzah: Durasi dan Kewajiban Ibadah

Bulan demi bulan, kaum muslimah mengalami kondisi khusus yang berkaitan dengan darah kewanitaan. Islam sebagai agama sempurna memberikan panduan jelas agar ibadah tidak salah dilakukan. Salah satu rujukan penting dalam memahami masalah fiqh haid adalah Risalatul Mahidh, sebuah kitab kuning yang dipelajari di banyak pesantren, termasuk PPTQ Al Muanawiyah Jombang. Kitab tersebut menjelaskan dengan rinci perbedaan haid dan istihadzah. Artikel ini akan membahas poin perhitungan waktu dan hukum kewajiban ibadah  dalam kondisi haid dan istihadzah. Pemahaman ini sangat penting, agar seorang muslimah dapat menunaikan kewajiban sehari-hari dengan tenang dan sesuai syariat.

Durasi Hari dalam Haid dan Istihadzah

Menurut Risalatul Mahidh, haid memiliki ketentuan hari tertentu. Minimalnya satu hari satu malam, sedangkan maksimalnya lima belas hari. Jika darah keluar melebihi batas itu, maka dihukumi sebagai istihadzah. Adapun masa suci di antara dua haid paling sedikit lima belas hari. Aturan hitungan hari ini menjadi dasar utama bagi muslimah untuk membedakan jenis darah yang keluar.

gambar kalender perhitungan haid
Perbedaan haid dan istihadzah dari durasi dan kewajiban ibadah

Studi Kasus: Perhitungan Haid dan Istihadzah

Seorang muslimah bernama Fatimah mengalami keluarnya darah selama 10 hari, kemudian berhenti 5 hari, lalu keluar lagi selama 8 hari. Bagaimana cara menghitungnya?

  1. Hari 1–10: Darah keluar terus-menerus selama 10 hari. Karena masih di bawah batas maksimal 15 hari, maka semuanya dihukumi haid.

  2. Hari 11–15: Tidak ada darah yang keluar. Masa ini disebut suci, tetapi belum mencapai minimal 15 hari untuk bisa dihitung sebagai pemisah antara dua haid.

  3. Hari 16–23: Darah keluar lagi selama 8 hari. Karena jarak sucinya hanya 5 hari (kurang dari 15 hari), maka darah yang keluar pada hari ke-16 sampai ke-23 dihukumi istihadzah, bukan haid.

  4. Hari 23-28: Darah masih keluar. Maka hari 23-25 dihukumi istihadzah, karena masih dalam masa minimal suci antara 2 haid, yaitu 15 hari. Sedangkan hari 26-28 dihukumi haid, karena sudah melewati masa suci setelah haid pertama selama 15 hari.

Hukum terhadap Ibadah Wajib

Ketentuan hukum ibadah ketika haid dan istihadzah berbeda. Seorang wanita yang sedang haid tidak boleh melaksanakan shalat, puasa, thawaf, atau berhubungan suami-istri hingga suci. Sebaliknya, wanita yang mengalami istihadzah tetap diwajibkan shalat dan puasa. Hanya saja ia perlu menjaga kebersihan diri, misalnya dengan berwudhu untuk setiap waktu shalat.

Di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Muanawiyah Jombang, pembahasan tentang haid dan istihadzah diajarkan langsung dari kitab Risalatul Mahidh dan Uyunul Masail. Santri putri dibimbing untuk memahami detail hukum, bukan sekadar teori, tetapi juga cara mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bekal ilmu ini, mereka diharapkan mampu menjadi rujukan di masyarakat dalam masalah fiqih kewanitaan. Untuk mengetahui materi apa saja yang diajarkan kepada santri di sini, hubungi kami di website resmi Al Muanawiyah.

Pentingnya Mempelajari Kitab Kuning di Pondok Pesantren

Pentingnya Mempelajari Kitab Kuning di Pondok Pesantren

Kitab kuning adalah warisan intelektual para ulama Islam yang telah dipelajari di pesantren sejak berabad-abad lalu. Disebut “kuning” karena pada masa lalu kertas yang digunakan berwarna kekuningan. Kitab-kitab ini berisi ilmu agama yang sangat luas, mulai dari tafsir, hadits, fikih, akhlak, hingga bahasa Arab.

 

Sejarah kitab kuning di Indonesia erat kaitannya dengan perkembangan pesantren sebagai pusat pendidikan Islam tradisional. Para ulama Nusantara yang belajar di Makkah, Madinah, atau Timur Tengah membawa pulang kitab-kitab tersebut, lalu mengajarkannya kepada santri di tanah air. Hingga kini, kitab tersebut tetap menjadi kurikulum inti di banyak pesantren, karena di dalamnya tersimpan metode belajar yang mendalam dan komprehensif.

Baca juga: 4 Kitab Adab Penuntut Ilmu yang Bisa Dipelajari

Kelebihan mempelajari kitab tidak hanya terletak pada kedalaman ilmunya, tetapi juga melatih kemampuan berpikir kritis, membaca teks Arab tanpa harakat, dan memahami langsung pendapat para ulama klasik. Bagi santri, kitab ini adalah bekal berharga untuk menjadi ulama, pendidik, atau tokoh masyarakat yang berilmu dan berakhlak mulia.

Para santri terlihat bahagia saat mengikuti kegiatan mengaji kitab kuning bersama di pondok pesantren, sebagai sarana memperdalam ilmu sekaligus menanamkan adab
Pembelajaran kitab kuning di PPTQ Al Muanawiyah Jombang

 

Kitab Kuning di Pondok

Di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Muanawiyah Jombang, santri tidak hanya fokus menghafal Al-Qur’an, tetapi juga memperdalam ilmu agama melalui berbagai kitab kuning. Berikut beberapa di antaranya:

  • Kitab Amtsilati
    Panduan praktis belajar ilmu nahwu shorof dengan metode yang sistematis. Santri dilatih membaca kitab tanpa harakat dan memahami struktur bahasa Arab.

  • Kitab Mabadi’ Fiqih
    Membahas hukum-hukum dasar ibadah seperti wudhu, shalat, puasa, dan zakat. Cocok untuk memperkuat pemahaman fikih sejak dini.

  • Kitab Alala
    Berisi nasihat akhlak sederhana untuk membentuk karakter santri, seperti menghormati guru, orang tua, dan menjaga lisan.

  • Kitab Akhlaqul Banat
    Membahas pembinaan akhlak khusus bagi remaja putri, meliputi adab berpakaian, bergaul, dan menjaga kehormatan diri.

  • Kitab Risalatul Mahidh
    Mengupas tuntas hukum haid, nifas, dan istihadhah bagi muslimah agar ibadah tetap sah sesuai syariat.

Dengan mempelajari kitab-kitab ini, santri di Al Muanawiyah tumbuh menjadi pribadi yang tidak hanya menguasai hafalan Al-Qur’an, tetapi juga memahami syariat dan akhlak dengan baik.

Mengamalkan Sunnah Hari Jumat untuk Menyambut Keberkahan

Mengamalkan Sunnah Hari Jumat untuk Menyambut Keberkahan

Hari Jumat bukan sekadar hari biasa bagi umat Islam. Ia adalah hari yang paling utama dalam sepekan, hari yang diberkahi dan penuh kemuliaan. Dalam banyak hadits, Rasulullah ﷺ memberikan perhatian khusus terhadap hari Jumat, bahkan menyebutnya sebagai “sayyidul ayyam” atau penghulu segala hari. Maka, meneladani sunnah hari Jumat bukan hanya bentuk kecintaan kepada Nabi, tetapi juga jalan untuk meraih berbagai keberkahan dunia dan akhirat.

lustrasi pria Muslim berpakaian bersih rapi dan bersedekah di hari Jumat ilustrasi sunnah hari Jumat
Amalan yang dianjurkan sebagai sunnah hari Jumat

Sunnah Hari Jumat yang Bisa Diamalkan

Berikut beberapa sunnah yang dianjurkan untuk diamalkan pada hari Jumat. Meski tampak sederhana, namun setiap amal ini memiliki nilai besar di sisi Allah.

1. Mandi Jumat

Salah satu sunnah yang paling dikenal adalah mandi sebelum berangkat salat Jumat. Rasulullah ﷺ bersabda, “Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi setiap orang yang sudah baligh” (HR. Bukhari dan Muslim). Meskipun disebut “wajib”, para ulama menjelaskan bahwa maksudnya adalah sangat dianjurkan bagi mereka yang hendak mengikuti salat dan khutbah Jumat di masjid.

2. Memakai Pakaian Terbaik dan Wewangian

Sunnah selanjutnya adalah mengenakan pakaian bersih dan rapi, serta memakai minyak wangi. Ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan kita untuk tampil sopan dan bersih ketika beribadah. Bahkan, Nabi Muhammad ﷺ biasa mengenakan pakaian terbaiknya setiap Jumat.

3. Membaca Surah Al-Kahfi

Di antara sunnah hari Jumat yang dianjurkan adalah membaca Surah Al-Kahfi. Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jumat, maka akan disinari cahaya di antara dua Jumat.” (HR. Al-Hakim). Membaca surah ini memberikan pelindung dari fitnah Dajjal dan menyegarkan ruhani.

4. Perbanyak Shalawat

Hari Jumat juga menjadi waktu utama untuk memperbanyak shalawat kepada Nabi ﷺ. Dalam hadits disebutkan bahwa shalawat yang dibaca di hari Jumat akan langsung disampaikan kepada beliau.

5. Berdoa di Waktu Mustajab

Terdapat satu waktu di hari Jumat yang sangat mustajab untuk berdoa. Meskipun waktu pastinya berbeda-beda pendapat, banyak ulama bersepakat bahwa waktu tersebut adalah menjelang maghrib. Oleh karena itu, jangan lewatkan kesempatan untuk bermunajat pada Allah di waktu ini.

Menghidupkan Sunnah di Tengah Aktivitas

Dalam era modern yang serba cepat, mengamalkan sunnah terkadang terasa berat. Namun, dengan niat yang kuat dan perencanaan yang baik, setiap Muslim bisa menjadikan hari Jumat sebagai momentum spiritual. Cobalah bangun lebih pagi, siapkan pakaian terbaik, baca Surah Al-Kahfi sebelum aktivitas, dan sempatkan sejenak untuk shalawat serta doa.

Dengan membiasakan sunnah hari Jumat, kita tak hanya menjaga hubungan dengan Allah, tetapi juga membentuk karakter diri yang disiplin dan beradab.