Syarat Puasa Qadha dan Fidyah Puasa Ramadhan

Syarat Puasa Qadha dan Fidyah Puasa Ramadhan

Al MuanawiyahPuasa Ramadhan merupakan ibadah wajib bagi setiap Muslim yang telah baligh, berakal, dan mampu. Namun, dalam kondisi tertentu, seseorang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib menggantinya di hari lain.  Dalam Islam, hal ini dikenal dengan istilah puasa qadha. Apalagi Ramadan tahun 2026 (1447 H) tinggal menghitung hari, diperkirakan mulai pada 18 Februari 2026.  Agar pelaksanaannya sah dan berpahala, penting memahami syarat puasa qadha beserta ketentuannya.

Siapa Saja yang Wajib Qadha Puasa?

Beberapa golongan diperbolehkan meninggalkan puasa Ramadhan, namun tetap diwajibkan menggantinya di luar bulan tersebut, antara lain:

  1. Perempuan yang haid atau nifas – tidak boleh berpuasa selama masa haid, dan wajib menggantinya setelah suci.

  2. Orang sakit sementara – boleh tidak berpuasa jika khawatir memperburuk kondisi kesehatannya, namun wajib qadha setelah sembuh.

  3. Musafir (orang yang bepergian jauh) – diperbolehkan berbuka, tetapi wajib mengganti di hari lain.

  4. Orang yang tua – yang tidak berkemampuan untuk puasa.

  5. Orang yang membatalkan puasa karena atau bukan karena sebab syar’i – misal hamil, menyusui, atau seseorang yang dilanda rasa lapar atau haus yang ekstrem.

Syarat dan Aturan Melaksanakan Puasa Qadha

Syarat sah puasa qadha hampir sama dengan puasa Ramadhan. Di antaranya:

  • Beragama Islam, berakal, dan suci dari haid atau nifas.

  • Membaca niat di malam hari sebelum fajar.

  • Tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum, atau berhubungan suami istri di siang hari.

Puasa qadha dapat dilakukan kapan saja, kecuali pada hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa seperti Idul Fitri, Idul Adha, dan hari tasyrik.

gambar tangan menggenggam kantung beras
Ilustrasi fidyah puasa (sumber: freepik.com)

Kapan Wajib Qadha dan Fidyah Sekaligus?

Dalam beberapa kondisi, seseorang tidak hanya wajib qadha, tetapi juga membayar fidyah. Fidyah adalah denda berupa memberi makan fakir miskin sejumlah hari yang ditinggalkan. Besar fidyah puasa adalah satu mud makanan pokok per hari yang ditinggalkan, setara dengan sekitar 675 gram atau 6,75 ons.

Kewajiban qadha disertai fidyah berlaku jika:

  • Seseorang membatalkan puasa Ramadhan dengan sengaja.

  • Seseorang menunda qadha puasa hingga datang Ramadhan berikutnya tanpa uzur yang dibenarkan.

  • Perempuan hamil atau menyusui yang tidak berpuasa karena khawatir terhadap kondisi bayinya saja wajib mengganti dengan fidyah. Namun, bila kekhawatiran itu menyangkut dirinya sendiri atau dirinya dan bayinya sekaligus, maka cukup mengganti puasanya di hari lain sebanyak hari yang ditinggalkan. (kepri.nu.or.id)

Namun, bagi yang tidak memungkinkan melakukan puasa qadha, seperti orang yang sakit berkepanjangan, boleh membayar fidyah saja.

Baca juga: Syarat Wajib dan Syarat Sah Puasa yang Harus Diketahui

Melunasi hutang puasa bukan sekadar mengganti hari yang terlewat, tetapi juga bukti ketaatan kepada Allah. Secara spiritual, puasa qadha membersihkan hati dari kelalaian dan memperkuat komitmen ibadah. Secara ilmiah, ritme puasa yang teratur membantu menyeimbangkan metabolisme dan mengatur pola makan lebih sehat.

Puasa adalah amalan yang melatih kesabaran, menumbuhkan empati, dan memperkuat keimanan. Jangan tunda qadha hingga Ramadhan berikutnya. Mulailah dari hari ini, niatkan karena Allah, dan rasakan ketenangan setelah melunasi kewajiban.

Niat Puasa: Makna, Lafadz, dan Waktu Pelaksanaannya

Niat Puasa: Makna, Lafadz, dan Waktu Pelaksanaannya

Al MuanawiyahPuasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melatih kesadaran diri dalam beribadah. Salah satu aspek terpenting dari ibadah puasa adalah niat. Tanpa niat, ibadah tidak akan sah karena niat menjadi dasar yang membedakan antara ibadah dan kebiasaan sehari-hari.

Makna Niat dalam Puasa

Secara bahasa, niat berarti keinginan hati untuk melakukan suatu perbuatan. Dalam konteks ibadah, ia adalah bentuk kesadaran batin bahwa seseorang melaksanakan puasa karena Allah SWT. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Syarat ini berfungsi untuk menghadirkan keikhlasan. Tanpanya, puasa hanya menjadi kegiatan menahan lapar tanpa nilai spiritual. Karena itu, penting bagi setiap muslim untuk memperbaharui niatnya agar amalan benar-benar menjadi ibadah yang bermakna.

Selain menjadi syarat sah ibadah, niat juga melatih kejujuran hati. Dengan niat yang benar, seorang muslim belajar untuk menata tujuan hidupnya agar selaras dengan kehendak Allah SWT. Setiap hari ia diingatkan untuk memulai segala sesuatu dengan kesadaran bahwa semua amal dilakukan semata-mata karena Allah, bukan untuk pujian atau kebiasaan semata.

Baca juga: Pengertian dan Rukun Puasa dalam Islam

Lafadz Niat Puasa

Para ulama sepakat bahwa niat cukup di dalam hati. Namun, melafalkan niat secara lisan dianggap sunnah sebagai bentuk penguat kesadaran. Lafadz niat puasa Ramadan yang umum dibaca adalah:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ لِلّٰهِ تَعَالَى
“Aku berniat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban di bulan Ramadan tahun ini karena Allah Ta‘ala.”

Hal ini membantu hati agar lebih fokus dan sadar akan tujuan ibadahnya, bukan sekadar kebiasaan tahunan.

gambar lafadz niat puasa
Lafadz niat puasa

Waktu Pelaksanaan

Untuk puasa wajib seperti Ramadan, harus dilakukan pada malam hari sebelum fajar. Jika seseorang baru berniat setelah subuh, maka puasanya tidak sah menurut mayoritas ulama. Adapun untuk puasa sunnah, boleh dilakukan setelah terbit fajar, selama belum makan, minum, atau melakukan hal yang membatalkan puasa.

Penting bagi setiap muslim untuk tidak lupa meniatkan puasanya setiap malam, karena niat termasuk syarat wajib. Tanpa niat, puasa tidak dianggap sah di sisi Allah SWT.

Menjaga niat setiap malam menjelang puasa juga menjadi latihan disiplin rohani. Hati yang terbiasa berniat karena Allah akan lebih mudah menjaga kesucian amal sepanjang hari. Dari hal yang sederhana inilah lahir kekuatan spiritual yang membuat ibadah puasa menjadi lebih bermakna dan bernilai di sisi Allah SWT.