Tradisi Manaqib: Pengertian, Asal Usul, dan Keutamaannya

Tradisi Manaqib: Pengertian, Asal Usul, dan Keutamaannya

Al MuanawiyahDalam tradisi Islam Nusantara, istilah manaqib merujuk pada pembacaan kisah hidup wali atau ulama besar. Pembacaan itu menampilkan keteladanan, perjuangan, dan akhlak mulia sang tokoh. Bahkan, berbagai pesantren menjadikannya sarana pembinaan rohani. Secara umum, teksnya memuat riwayat yang bersumber dari karya ulama terdahulu.

Pengertian dan Fungsi Utama

Kata “manaqib” berasal dari bahasa Arab yang berarti keutamaan atau sifat terpuji. Istilah ini telah digunakan sejak era klasik. Banyak ulama menulis kisah keteladanan dalam bentuk biografi bertema akhlak. Contohnya, tradisi penulisan manaqib Imam Ahmad, Abu Hanifah, dan para sufi besar.

Fungsi utamanya adalah penyampaian teladan melalui kisah nyata. Selain itu, pembacaan manaqib membantu mengingatkan jamaah tentang nilai sabar, tawakal, dan kejujuran. Tradisi ini berkembang kuat di wilayah Irak, Persia, dan kemudian menyebar ke Asia Tenggara.

Baca juga: Qiroat Sab’ah dan Ragam Tradisi Bacaan Al-Qur’an

Asal Usul dan Perkembangannya

Secara historis, tradisi ini berawal dari penulisan biografi tokoh-tokoh sufi. Diantaranya, karya Al-Qusyairi dan Al-Sarraj memuat kisah para salik. Tradisi itu kemudian dikenal luas karena gaya penyampaiannya yang menyentuh.

Di Nusantara, dikenal populer melalui karya tentang Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Naskah itu dibawa oleh para ulama yang belajar di Timur Tengah. Bahkan, beberapa kerajaan Islam mencatat pembacaan manaqib pada peringatan tertentu.

tulisan arab manaqib syekh abdul Qadir jaelani
Contoh manaqib Syaikh Abdul Qadir Jaelani (sumber: majelisalmunawwarah.blogspot.com)

Cara Pelaksanaan di Berbagai Daerah

Pelaksanaannya berbeda pada setiap wilayah. Biasanya, kegiatan dimulai dengan pembacaan doa bersama. Kemudian, teks manaqib dibacakan oleh pemimpin majelis. Setelahnya, jamaah melanjutkan dzikir dan shalawat. Tradisi ini sering diadakan pada malam Jumat atau momen syukuran keluarga.

Dalam beberapa pesantren, pembacaan dilakukan secara berkelompok. Hal ini menjaga kekhusyukan dan keteraturan majelis. Bahkan, beberapa lembaga mencetak kitab khusus untuk memudahkan pembacaan.

Baca juga: Sejarah Tahlilan: Asal Usul, Perkembangan, dan Peran Wali Songo

Keutamaan dan Nilai Spiritualnya

Banyak jamaah merasakan ketenangan batin setelah menghadiri majelis manaqib. Selain itu, kisah keteladanan membantu memperkuat motivasi ibadah. Secara sosial, majelis ini mempererat hubungan antarwarga. Intinya, tradisi ini menghadirkan ruang pembinaan moral yang mudah diterima masyarakat.

Kesimpulannya, tradisi Islam Nusantara ini bukan sekadar pembacaan kisah. Tradisi ini menyimpan nilai sejarah, pendidikan, dan spiritual. Bahkan hingga kini, majelis manaqib tetap menjadi bagian penting dalam praktik keagamaan masyarakat Muslim Nusantara.