Sejarah Islam di Blitar Beserta Para Perintisnya

Sejarah Islam di Blitar Beserta Para Perintisnya

Sejarah Islam di Blitar memperlihatkan perjalanan dakwah yang panjang dan kaya nuansa budaya. Kota yang dikenal tenang ini menjadi ruang tumbuhnya tradisi Islam sejak masa awal penyebaran di Jawa Timur. Para pendakwah datang secara bertahap. Mereka memakai pendekatan seni dan budaya lokal agar ajaran Islam lebih mudah diterima. Hasilnya, masyarakat pedesaan mulai membuka diri terhadap nilai tauhid dan akhlak.

Blitar dikenal sebagai kawasan dakwah Islam yang tumbuh secara moderat dan harmonis dengan budaya lokal. Corak keislamannya dipengaruhi kuat oleh tradisi pesantren salaf yang telah mengakar sejak awal abad ke-20, sehingga Blitar sering disebut sebagai wilayah santri meskipun tidak sebesar pusat-pusat pesantren di Jombang. Dakwah di Blitar berjalan dengan pendekatan kultural, menggabungkan ajaran fikih Syafi’i, akidah Asy’ariyah, dan tasawuf akhlaqi dengan kesenian lokal seperti hadrah, terbang jidor, serta tradisi sedekah bumi yang telah diislamkan. Wilayah ini juga berada di kawasan budaya Mataraman, menjadikannya sebagai titik perlintasan identitas Islam Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan nuansa religius yang kental namun tetap akomodatif. Karena itu Blitar kerap dikenal sebagai daerah yang menjaga dakwah wasathiyah yang damai, toleran, dan dekat dengan masyarakat.

gambar seorang pemangku adat mendoakan makanan di sedekah bumi
Sedekah bumi Blitar yang menjadi bukti akulturasi budaya dalam dakwah Islam (sumber: jurnalmataraman.com)

Ulama Perintis Dakwah di Blitar

Perkembangan Islam di Blitar tidak lepas dari peran para ulama yang gigih berdakwah. Di antaranya dikenal nama KH Ardani Ahmad, ulama fikih asal Blitar yang menulis Risalatul Mahidh dan membina pengajian masyarakat. Berikutnya ada KH Masruhan (Blitar barat) yang aktif mengembangkan pendidikan Al-Qur’an di lingkungan pesantren rakyat. Selain itu, dikenal pula sosok KH Abdur Rahman dari kawasan Wlingi yang sering mengadakan majelis taklim keliling desa. Para ulama ini membentuk jaringan dakwah yang kuat, sehingga ajaran Islam mudah tersampaikan. Intinya, mereka menjadi lokomotif penyebaran dakwah yang damai dan edukatif.

Peran Pesantren Blitar dalam Menguatkan Dakwah

Pesantren menjadi elemen penting dalam Sejarah Islam di Blitar. Banyak pesantren berdiri sejak awal abad ke-20 dan terus berkembang hingga kini. Beberapa di antaranya adalah:

  • Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin (Sanan Kulon)

  • Pondok Pesantren Nurul Huda (Kanigoro)

  • Pondok Pesantren Darussalam (Wlingi)

  • Pondok Pesantren Mamba’ul Ulum (Gandusari)

  • Pondok Pesantren Al-Manshur (Talun)

Lembaga-lembaga ini menjadi pusat belajar Al-Qur’an, fikih, dan akhlak. Para kiai mengajarkan Islam dengan cara yang lembut. Mereka menjaga tradisi pesantren sambil merangkul masyarakat sekitar. Selain itu, pesantren juga membina kegiatan sosial. Pendekatan ini membuat dakwah tetap hidup dan dekat dengan masyarakat. Sejarah Islam di Blitar terus berlanjut melalui pendidikan pesantren yang konsisten membentuk karakter generasi muda.

Sebagai penutup, jejak dakwah di Blitar adalah warisan penting. Para ulama, pesantren, dan masyarakat memiliki peran bersama dalam merawatnya. Nilai ini patut dijaga agar dakwah selalu hadir dengan cara yang santun, damai, dan membangun.

KH Ardani Ahmad: Ulama Blitar Pengarang Risalatul Mahidh

KH Ardani Ahmad: Ulama Blitar Pengarang Risalatul Mahidh

Al MuanawiyahNama KH Ardani Ahmad dikenal sebagai salah satu ulama asal Blitar yang memberi kontribusi besar dalam kajian fikih wanita. Beliau merupakan pengarang kitab Risalatul Mahidh, sebuah karya ringkas namun sangat sistematis yang membahas hukum-hukum haid, nifas, dan istihadhah. Karya ini banyak dipelajari di pesantren, khususnya di kalangan santri putri, karena menjelaskan persoalan-persoalan fikih perempuan dengan bahasa yang jelas dan mudah dipahami.

Biografi Singkat KH Ardani Ahmad

KH Muhammad Ardani bin Ahmad adalah ulama asal Blitar yang lahir di Banyuwangi tahun 1956 dan merupakan pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah Jeblog di Talun, Blitar. Beliau menempuh pendidikan pesantren di Al-Falah Ploso, Kediri, dan menulis kitab Risālah al-Maḥīḍ (Risalatul Mahidh) pada tahun 1992. Kitab ini membahas fikih haid, nifas, dan istihadhah secara sistematis menggunakan bahasa Arab Pegon dan Jawa Krama agar mudah dipahami santri putri.

Kitab risalatul mahidh fikih darah wanita kitab kuning pondok pesantren tahfidz putri Jombang
Kitab Risalatul Mahidh (foto: shopee.co.id)

Selain aktif menulis, beliau juga mengelola pesantren yang menerapkan kurikulum salaf dan sekolah formal (SMP/SMA) serta program tahfidz, menjadikan pondoknya tempat pembinaan karakter dan keilmuan untuk generasi muda. Beliau membina santri dengan pendekatan melalui pengajaran kitab kuning. Sebagian muridnya kemudian menjadi pengajar fikih perempuan di berbagai pesantren. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh beliau tidak hanya melalui tulisan, tetapi juga melalui kaderisasi ulama dan pendidik di tingkat lokal. Hingga kini, Blitar masih mengenang beliau sebagai sosok ulama yang tekun dan bersahaja.

KH Ardani Ahmad lahir dan tumbuh dalam lingkungan pesantren di Blitar. Sejak kecil, beliau telah akrab dengan tradisi keilmuan klasik. Riwayat pendidikannya menunjukkan bahwa beliau berguru kepada sejumlah kiai di Jawa Timur, terutama yang dikenal mendalami bidang fikih. Berkat ketekunan itu, beliau kemudian mengajar di pesantren dan aktif menulis karya-karya keislaman. Risalatul Mahidh menjadi salah satu kitab yang paling luas penyebarannya, dipelajari mulai dari pesantren kecil hingga lembaga pendidikan Islam modern.

Pokok Isi dan Keunggulan Risalatul Mahidh

Kitab Risalatul Mahidh berisi penjelasan terperinci mengenai tanda-tanda haid, batas waktunya, hukum ibadah bagi perempuan yang sedang haid, serta perbedaan haid dan istihadzah. Dalam tradisi pesantren, kitab ini sering dijadikan materi wajib dalam kelas fikih perempuan. Banyak kiai dan nyai menjadikannya rujukan karena merangkum pendapat fuqaha klasik dalam bentuk ringkas. Di beberapa daerah, kitab ini diajarkan dalam pengajian khusus ibu-ibu untuk meningkatkan pemahaman dasar tentang ibadah dan kesucian.

Teladan Keilmuan Bagi Santri Masa Kini

Warisan keilmuan KH Ardani Ahmad menjadi inspirasi bagi generasi muda, khususnya santri yang ingin memperdalam ilmu fikih. Ketekunan beliau dalam menulis dan mengajar menunjukkan bahwa ilmu dapat diwariskan melalui karya dan teladan. Dalam konteks pendidikan pesantren masa kini, semangat beliau mendorong para penuntut ilmu untuk terus belajar. Membaca, menelaah, dan menyampaikan ajaran dengan cara yang bijak adalah kemampuan dasar santri. Kitab Risalatul Mahidh digunakan sebagai fondasi pemahaman fikih perempuan dan menjadi bukti kontribusi ulama daerah dalam khazanah keilmuan Islam Indonesia.

Jika Anda ingin memperdalam kajian fikih perempuan atau mengenal lebih banyak karya ulama Nusantara, membaca kembali karya-karya seperti Risalatul Mahidh dapat menjadi langkah awal yang bermanfaat. Semangat keilmuan yang diwariskan beliau layak dijadikan teladan dalam perjalanan belajar para santri dan masyarakat luas.