Miss Al Muanawiyah 2025, Dari Nazila yang Pemalu Jadi Teladan

Miss Al Muanawiyah 2025, Dari Nazila yang Pemalu Jadi Teladan

Pemilihan Miss Al Muanawiyah pada puncak HSN 2025 menjadi salah satu momen paling berkesan bagi santri Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an (PPTQ) Al Muanawiyah Jombang. Acara yang digelar pada Kamis, 23 Oktober 2025 itu bukan sekadar ajang penghargaan, melainkan wadah untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan kepemimpinan di kalangan santri. Dari ajang inilah, terpilih Nazila Apriana Zahira Zulfa, santri asal Surabaya, sebagai sosok inspiratif yang membawa semangat baru bagi teman-temannya.

Perjalanan Nazila Menuju Panggung Kepercayaan Diri

Nazila mengaku awalnya sempat ragu untuk mengikuti ajang tersebut. Namun dorongan dari wakil ketua kamarnya, Mbak Oufi, membuatnya berani mencoba.

“Awalnya saya ragu, tapi akhirnya saya beranikan diri ikut,” ucapnya dengan penuh syukur.

Seleksi Miss Al Muanawiyah tidak hanya menilai penampilan. Para peserta juga harus melalui Musabaqah Hifdzil Qur’an (MHQ) terbuka untuk juz 29 dan 30, serta ujian argumentasi seputar fiqh, aqidah, dan nahwu. Dari proses itu, para juri mencari figur santri yang tidak hanya cerdas dan berwawasan luas, tetapi juga berakhlak baik dan mampu menjadi contoh bagi sesama.

Baca juga: Pendidikan Pesantren Al Muanawiyah Siapkan Pemimpin Muslim

Santri Qurani yang Berani Tampil dan Berprestasi

Selama tiga tahun belajar di PPTQ Al Muanawiyah, Nazila telah menghafal sepuluh juz Al-Qur’an. Ia juga aktif mengikuti berbagai perlombaan, mulai dari MHQ, MSQ, hingga Cerdas Cermat Islam pada ajang Lomba Keagamaan Islam 2025. Perjalanan ini membentuknya menjadi santri yang berani, disiplin, dan pantang menyerah.

“Yang saya suka dari Al Muanawiyah adalah teman-temannya. Tidak ada circle-circle an di sini, semua berteman bersama. Itu yang membuat saya lebih percaya diri,” ungkap Nazila saat diwawancarai.

Kini, setelah menyandang gelar Miss Al Muanawiyah, ia merasa memiliki tanggung jawab baru untuk menjadi teladan di lingkungan pondok. Ia berkomitmen menjaga sikap dan menjadi inspirasi bagi teman-temannya.

gambar cerdas cermat islam lomba keagamaan islam 2025
Foto Nazila saat menjadi delegasi lomba Cerdas Cermat Islam di Lomba Keagamaan Islam 2025

Ajang yang Menumbuhkan Akhlak dan Kepemimpinan

Pengasuh pondok, Ustadz Amar, menjelaskan bahwa ajang Miss Al Muanawiyah memiliki makna berbeda dari pemilihan Miss pada umumnya. “Kami tidak menekankan pada kecantikan, tetapi pada akhlak dan wawasan santri. Karena santri adalah teladan bagi masyarakat,” ujarnya.

Dengan tagline “The Pesantren of Holding Qur’an”, PPTQ Al Muanawiyah menegaskan bahwa setiap kegiatan harus membawa nilai-nilai Al-Qur’an. Melalui kegiatan seperti Miss Al Muanawiyah, pesantren berusaha menanamkan karakter Qurani, kepemimpinan, dan kepercayaan diri pada santri di era modern.

Ingin tahu lebih banyak tentang program membangun generasi Qurani di PPTQ Al Muanawiyah?
Kunjungi website resmi Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Muanawiyah Jombang dan temukan inspirasi pendidikan yang menumbuhkan ilmu, akhlak, dan semangat juang santri masa kini.

Puncak HSN 2025 Al Muanawiyah, Persembahan Semangat Santri

Puncak HSN 2025 Al Muanawiyah, Persembahan Semangat Santri

Al MuanawiyahMalam Puncak HSN 2025 Al Muanawiyah menjadi momen penuh semangat dan refleksi bagi seluruh santri. Acara digelar pada Kamis, 23 Oktober 2025, pukul 19.30 WIB hingga selesai di Aula PPTQ Al Muanawiyah Jombang. Dengan tema “Santri Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia”, kegiatan ini menghadirkan suasana meriah yang sarat makna perjuangan dan kreativitas santri.

Acara dibuka dengan sambutan pengasuh pondok, Ustadz Amar, yang mengingatkan pentingnya semangat juang dan kemandirian santri. Doa pembuka pun dipimpin langsung oleh beliau. Hadir pula dewan juri Kepala SMPQ Al Muanawiyah, Ustadzah Lia, dan Ketua Pondok sekaligus perwakilan asatidz, Ustadzah Nicmah.

Ajang Kreativitas dan Keberanian Santri

Salah satu momen yang paling menarik adalah Catwalk Miss Al Muanawiyah. Para santri menampilkan kostum hasil kreasi sendiri. Ada yang mengenakan pakaian adat dengan mahkota dari kertas, ada pula yang tampil gagah dengan busana pejuang kemerdekaan. Kreativitas kostum menjadi salah satu aspek penting dalam penilaian juri.

Selain itu, setiap kamar menampilkan karya seni terbaik mereka. Mulai dari drama, puisi musikal, tari tradisional dan modern, hingga musik religi. Semua persiapan dilakukan secara mandiri oleh santri—dari pengaturan musik, kostum, hingga properti. Kekompakan dan rasa percaya diri menjadi nilai utama dalam setiap penampilan.

gambar santri sedang menampilkan tari tradisional
Potret tampilan tari tradisional dan modern santri saat HSN 2025

Santri Hebat, Cerdas, dan Berkarakter

Tidak hanya menampilkan kreativitas, Puncak HSN 2025 Al Muanawiyah juga menjadi ajang adu kecerdasan. Dalam sesi Tanya Jawab Wawasan Islam Miss Al Muanawiyah, para peserta diuji dalam bidang fiqih kewanitaan, aqidah, dan nahwu. Tiga kamar terbaik melaju ke babak final dengan tantangan public speaking dan ujian terbuka MHQ juz 29 serta 30.

Persaingan berlangsung ketat namun penuh sportivitas. Hasil akhir diumumkan dengan penuh antusias.
-Kamar Terbersih: Kamar 6
-Penampilan Seni Terbaik: Juara 2 dari Kamar 3, Juara 1 dari Kamar 5
-Miss Al Muanawiyah 2025: Nazila Apriana Zahira Zulfa dari Surabaya

gambar santri menerima penghargaan kamar terbersih dari pengasuh pondok
Foto penerimaan piala bergilir apresiasi kamar terbersih Al Muanawiyah 2025

Membangun Kepemimpinan dan Jiwa Organisasi

Sebagaimana harapan pengasuh pondok, kegiatan ini bukan sekadar perayaan, tetapi juga sarana pembentukan karakter santri. Seluruh konsep acara ditangani langsung oleh para santri. Dari perencanaan hingga pelaksanaan, mereka menunjukkan kemandirian dan kemampuan bekerja sama.

Melalui acara ini, santri belajar untuk memimpin, berorganisasi, dan mengekspresikan gagasan dengan percaya diri. Semangat kebersamaan pun tumbuh, menjadikan malam puncak ini simbol kekompakan dan daya juang kaum sarungan di era modern.

✨ Saksikan kembali keseruannya melalui kanal YouTube Al Muanawiyah dan rasakan semangat perjuangan santri dalam mengawal peradaban Islam yang gemilang.

Sejarah Sarung yang Jadi Simbol Hari Santri

Sejarah Sarung yang Jadi Simbol Hari Santri

Al MuanawiyahSejarah sarung memiliki akar panjang yang membentang dari jazirah Arab hingga Asia Tenggara. Awalnya, sarung dikenal sebagai pakaian tradisional masyarakat di Timur Tengah, India, dan Afrika Timur. Melalui jalur perdagangan dan penyebaran Islam, kain ini kemudian sampai ke Nusantara. Para ulama dan pedagang dari Gujarat, Hadramaut, dan Yaman membawa kain sarung sebagai bagian dari budaya berpakaian yang santun dan sederhana.

Di Indonesia, sarung berkembang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Muslim. Dari surau, masjid, hingga pesantren, sarung menjadi simbol keseharian umat Islam. Kain yang awalnya digunakan sebagai pelindung tubuh kini memiliki makna spiritual dan sosial yang dalam.

Sejarah Sarung dan Identitas Santri di Hari Santri Nasional

Bagi santri, sarung bukan sekadar pakaian, melainkan lambang perjuangan dan kesederhanaan. Saat peringatan Hari Santri Nasional, pemandangan lautan sarung menjadi simbol kebanggaan tersendiri. Pakaian ini mengingatkan pada sejarah perjuangan para ulama dan santri yang ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui semangat Resolusi Jihad yang digelorakan KH. Hasyim Asy’ari.

Sarung juga merepresentasikan karakter santri yang teguh dalam aqidah, disiplin dalam ibadah, dan rendah hati dalam bersikap. Keseragaman sarung yang dikenakan saat Hari Santri Nasional mencerminkan nilai persatuan dan kebersamaan dalam menegakkan Islam rahmatan lil ‘alamin.

Baca juga: HSN 2025 Al Muanawiyah Rayakan Semangat Kaum Sarungan

Makna Filosofis di Balik Sarung

Selain memiliki nilai sejarah, sarung juga menyimpan filosofi kehidupan. Kainnya yang panjang melambangkan kelapangan hati, sementara simpul yang diikat di pinggang menunjukkan kedisiplinan dan pengendalian diri. Sarung mengajarkan bahwa kesederhanaan bukan kelemahan, tetapi kekuatan yang melahirkan keteguhan iman dan semangat juang.

gambar santri putri menggunakan sarung batik simbol hari santri nasional
Potret santri bersarung yang menjadi simbol kesederhanaan dan perjuangan

Di tengah modernitas, sarung tetap eksis sebagai pakaian yang fleksibel. Ia bisa digunakan untuk ibadah, acara resmi, hingga kegiatan keseharian. Inilah bukti bahwa nilai tradisi bisa berjalan seiring dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan maknanya.

Dalam setiap lipatan sarung, tersimpan jejak sejarah, nilai perjuangan, dan identitas keislaman yang kuat. Hari Santri Nasional menjadi momentum untuk terus merawat makna itu — bahwa sarung bukan sekadar kain, melainkan warisan kebanggaan yang menyatukan umat dan bangsa.

Mencetak Santri Pejuang yang Tangguh dari Al Muanawiyah

Mencetak Santri Pejuang yang Tangguh dari Al Muanawiyah

Menjadi santri pejuang adalah keputusan yang menuntut kesiapan mental dan fisik. Keputusan ini bukan sekadar mengikuti rutinitas belajar, tetapi juga menerima berbagai tantangan yang membentuk karakter. Perjuangan menuntut ilmu di pesantren menuntut kedisiplinan tinggi, kesabaran, dan ketekunan. Santri harus mampu menyeimbangkan waktu antara kegiatan spiritual, akademik, dan sosial.

Pilihan ini juga berarti siap menghadapi hari-hari penuh rutinitas yang padat. Meski terkadang melelahkan, pengalaman tersebut memberi pelajaran berharga tentang keteguhan hati dan dedikasi.

Aktivitas Harian yang Menempa Mental

Kehidupan di pesantren sarat dengan aktivitas yang membentuk karakter. Santri memulai hari dengan tahajud, diikuti dengan kegiatan belajar mengaji, kelas akademik, dan berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Rutinitas ini menanamkan disiplin sejak dini dan menyiapkan mental untuk menghadapi tantangan kehidupan.

Selain belajar, para santri juga terlibat dalam kegiatan kebersihan, organisasi, dan pelayanan sosial. Semua itu menjadi latihan tanggung jawab dan kemandirian. Kehidupan di pesantren memang sederhana, namun di balik kesederhanaan itu tersimpan semangat juang yang luar biasa. Setiap aktivitas menjadi sarana pembentukan karakter yang kuat dan berjiwa ikhlas.

Di PPTQ Al Muanawiyah, misalnya, santri mendapatkan kesempatan belajar berbagai ilmu, mulai dari hafalan Al-Qur’an hingga pengembangan keterampilan sosial. Kegiatan ini bukan hanya tentang pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai kesabaran dan ketekunan. Aktivitas yang padat dan bervariasi membantu mereka memahami Adab Menuntut Ilmu secara lebih mendalam.

gambar santri putri setoran hafalan Al Qur'an
Potret santri pejuang setoran hafalan Al-Qur’an di Al Muanawiyah

Hikmah dari Perjuangan Santri

Setiap perjuangan yang dilalui santri memberi hikmah yang mendalam. Kedisiplinan, kesabaran, dan ketekunan yang dilatih di pesantren menjadi bekal hidup yang sangat berharga. Santri belajar bahwa setiap tetes keringat dan malam yang dilewati dengan tahajud atau hafalan membawa keberkahan.

Selain itu, perjuangan mereka membangun karakter yang tangguh dan berbudi pekerti luhur. Aktivitas di pesantren seperti Program Unggulan Tahfidz di PPTQ Al Muanawiyah tidak hanya menambah wawasan, tetapi juga menumbuhkan rasa empati, kerja sama, dan kepedulian terhadap sesama. Semua ini menjadikan santri pejuang pribadi yang bukan hanya cerdas secara akademik, tetapi juga kaya nilai spiritual dan moral.

Sejarah Hari Santri Nasional dari Resolusi Jihad

Sejarah Hari Santri Nasional dari Resolusi Jihad

Hari Santri Nasional lahir dari penghormatan terhadap perjuangan para santri dan ulama dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sejarahnya berawal dari Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), pada 22 Oktober 1945 di Surabaya.
Resolusi ini menyerukan kewajiban jihad bagi setiap Muslim untuk mempertahankan tanah air dari penjajahan. Seruan itu menjadi pemicu semangat perlawanan rakyat Indonesia, terutama dalam Pertempuran 10 November 1945.

Resolusi Jihad dalam Sejarah Hari Santri Nasional

Isi resolusi yang disampaikan KH. Hasyim Asy’ari menegaskan bahwa berjuang melawan penjajah adalah fardhu ‘ain, kewajiban bagi setiap Muslim yang berada di sekitar daerah konflik. Seruan tersebut dibacakan di hadapan para kiai dan santri se-Jawa dan Madura, lalu disebarkan ke seluruh pesantren.
Para santri pun turun ke medan laga. Mereka tidak hanya membawa senjata bambu runcing, tapi juga semangat jihad dan cinta tanah air. Dari sinilah muncul istilah “santri pejuang”, yang menggabungkan kekuatan iman dan nasionalisme.

Baca juga: 5 Pahlawan Santri dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

gambar ilustrasi pejuang santri
Ilustrasi sejarah hari santri nasional (sumber: ChatGPT)

Pengakuan sebagai Hari Nasional

Meski peristiwa Resolusi Jihad sangat bersejarah, pengakuan resmi terhadap Hari Santri baru terjadi puluhan tahun kemudian.
Pada 2015, Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 yang menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
Penetapan ini bukan sekadar bentuk penghargaan, melainkan juga pengingat bahwa kemerdekaan Indonesia tidak hanya hasil perjuangan militer dan diplomasi, tetapi juga kekuatan spiritual dari pesantren.

Keputusan tersebut disambut hangat oleh berbagai kalangan pesantren dan organisasi Islam di Indonesia. Sejak itu, setiap tanggal 22 Oktober diperingati secara nasional dengan upacara, kirab santri, dan kegiatan keagamaan.
Hari Santri menjadi simbol persatuan dan bukti bahwa nilai-nilai keislaman mampu berperan besar dalam membentuk semangat kebangsaan Indonesia.

Sejarah Hari Santri Nasional bukan sekadar catatan perjuangan masa lalu, melainkan cermin semangat yang perlu terus dihidupkan. Semangat jihad dan pengabdian para santri harus menjadi inspirasi untuk berkontribusi di masa kini. Gelar “santri” hendaknya tidak hanya melekat pada identitas, tetapi juga tumbuh sebagai arah dan semangat gerak perubahan. Dengan meneladani perjuangan KH. Hasyim Asy’ari dan para santri terdahulu, generasi hari ini diharapkan mampu menghadirkan nilai-nilai keikhlasan, keberanian, dan pengabdian di tengah masyarakat.

Refleksi Makna Hari Santri Nasional 2025 di Era Digital

Refleksi Makna Hari Santri Nasional 2025 di Era Digital

Al MuanawiyahHari Santri Nasional 2025 bukan sekadar peringatan tahunan, melainkan momentum untuk meneguhkan kembali semangat perjuangan santri di tengah arus globalisasi. Setiap tanggal 22 Oktober, gema shalawat dan pekik takbir mengingatkan bangsa ini pada satu hal: bahwa kemerdekaan Indonesia tak lepas dari kontribusi besar para santri dan ulama.

Nilai perjuangan itu tidak hanya terpatri di masa lalu. Kini, ia menuntut untuk dihidupkan kembali melalui peran santri dalam menghadapi tantangan zaman digital.

Sejarah Hari Santri Nasional

Penetapan Hari Santri Nasional bermula dari peristiwa bersejarah Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 yang dipelopori oleh KH Hasyim Asy’ari. Seruan jihad tersebut membakar semangat rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dari penjajahan.

Melalui perjuangan itulah, santri dikenal bukan hanya sebagai penuntut ilmu agama, tetapi juga sebagai pejuang yang menggabungkan iman, ilmu, dan cinta tanah air. Maka, Hari Santri menjadi simbol sinergi antara keislaman dan keindonesiaan yang tidak terpisahkan.

foto para santri dan guru PPTQ Al Muanawiyah upacara agustus
Ilustrasi semangat juang di hari santri nasional 2025

Santri dan Tantangan Zaman Digital

Di era digital, medan perjuangan santri telah bergeser. Dulu mereka mengangkat bambu runcing, kini mereka mengangkat pena dan gawai. Dunia maya menjadi ruang dakwah baru bagi generasi santri milenial untuk menyebarkan nilai Islam yang damai, jujur, dan berakhlak. Namun, tantangan juga semakin besar. Informasi yang begitu cepat menuntut kecerdasan dalam memilah dan menyaring kebenaran. Santri harus menjadi pelita di tengah gelapnya arus informasi yang menyesatkan.

Baca juga: Mengapa Tradisi Keilmuan Salaf Tetap Relevan di Era Digital

Jihad santri masa kini bukan lagi di medan perang, melainkan di medan ilmu dan teknologi. Mereka dituntut berinovasi, berprestasi, serta berkontribusi nyata bagi masyarakat. Semangat jihad itu diwujudkan dalam ketekunan belajar, etika bermedia, dan keikhlasan dalam setiap langkah pengabdian. Pesantren sebagai rumah ilmu memiliki peran penting untuk menyiapkan generasi santri yang cakap digital sekaligus berakhlakul karimah.

Makna Hari Santri Nasional 2025 adalah ajakan bagi seluruh santri Indonesia untuk terus meneladani semangat perjuangan para ulama terdahulu. Dari pesantren hingga ruang digital, santri harus hadir membawa nilai-nilai kejujuran, kemandirian, dan cinta tanah air. Karena di tangan para santrilah masa depan bangsa akan tetap terjaga dengan cahaya ilmu dan akhlak yang mulia.