Sejarah Masjid Al Aqsa sebagai Kiblat Pertama Umat Islam

Sejarah Masjid Al Aqsa sebagai Kiblat Pertama Umat Islam

Al-Muanawiyah – Masjid Al Aqsa merupakan salah satu tempat paling suci bagi umat Islam. Tidak hanya sebagai kiblat pertama sebelum Ka’bah, masjid ini juga menjadi simbol perlawanan rakyat Palestina hingga hari ini. Memahami sejarah masjid Al Aqsa sangat penting, agar kita semakin sadar betapa besar peran dan makna masjid ini dalam perjalanan umat Islam.

Sejarah Awal Masjid Al Aqsa

Secara bahasa, Al Aqsa berarti “yang terjauh” atau “yang tertinggi”. Masjid ini awalnya dikenal dengan nama Baitul Maqdis dan menjadi kiblat pertama umat Islam sebelum akhirnya Allah memerintahkan untuk menghadap Ka’bah di Makkah. Menurut riwayat, pondasi masjid ini telah diletakkan sejak zaman Nabi Adam AS. Pembangunannya dilanjutkan oleh para nabi setelahnya, termasuk Nabi Yaqub bin Ishaq, Nabi Daud, dan Nabi Sulaiman AS. Pada masa Dinasti Umayyah, kawasan Al Aqsa semakin megah dengan pembangunan Kubah Shakhrah dan Jami’ Al Aqsa.

Masjid ini memiliki kaitan erat dengan sejarah para nabi Bani Israil, sehingga dihormati dalam tiga agama samawi: Islam, Kristen, dan Yahudi. Namun, bagi umat Islam, Al Aqsa adalah bagian penting dari sejarah shalat dalam perjalanan Isra’ Mi’raj.

Sejarah masjid Al Aqsa kiblat pertama umat Muslim di Palestina. Kompleks Masjid Al Aqsa, perjuangan Palestina
Kompleks masjid Al Aqsa yang penuh sejarah (foto: yatimmandiri.org)

Invasi Israel dan Perebutan Al Aqsa

Sejarah kelam Al Aqsa dimulai ketika pada tahun 1948 kaum Yahudi Eropa mendirikan negara Israel dan merebut sebagian besar wilayah Yerusalem. Pada 1967, Israel kembali memperluas kekuasaannya atas Yerusalem Timur, termasuk kawasan Masjid Al Aqsa.

Sejak itu, masjid ini kerap menjadi sasaran penyerangan. Al Aqsa bahkan menjadi titik pemicu Intifada Palestina tahun 1988 dan Intifada Kedua pada tahun 2000, setelah kunjungan provokatif Ariel Sharon. Ribuan warga Palestina gugur, dan masjid ini semakin dikenal sebagai simbol perjuangan rakyat Palestina.

Baca juga: Global Sumud Flotilla, Simbol Keberanian Membela Palestina

Keistimewaan Masjid Al Aqsa dalam Islam

Al Aqsa menempati posisi istimewa di hati umat Islam. Setidaknya ada beberapa alasan:

  1. Kiblat pertama sebelum Ka’bah. Nabi Muhammad SAW dan para sahabat salat menghadap Al Aqsa selama 17 bulan setelah hijrah ke Madinah.

  2. Bagian dari negeri Syam yang penuh keberkahan dan doa Rasulullah SAW.

  3. Salah satu dari tiga masjid utama selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Salat di Al Aqsa dilipatgandakan pahalanya hingga 500 kali dibanding masjid lain.

  4. Tempat singgah Isra’ Mi’raj, di mana Rasulullah SAW naik ke Sidratul Muntaha setelah salat di Al Aqsa.

Dengan keistimewaan tersebut, Al Aqsa bukan sekadar bangunan bersejarah, melainkan bagian dari identitas dan spiritualitas umat Islam.

Baca juga: Kisah Penghafal Al-Qur’an Gaza yang Menginspirasi dari Rashad

Kondisi Al Aqsa dan Palestina Sekarang

Hingga kini, Al Aqsa masih menjadi saksi penderitaan rakyat Palestina. Pada 16 Juni 2024, lebih dari 40.000 warga Palestina melaksanakan salat Idul Adha di Al Aqsa di tengah duka korban serangan Israel yang terus berjatuhan.

Pasukan pendudukan Israel kerap menghalangi jamaah masuk, memeriksa identitas, dan mencegah pemuda-pemuda Palestina beribadah di dalam masjid. Penyerangan dan penindasan masih terus berlangsung, menandakan bahwa perjuangan rakyat Palestina belum usai.

Pentingnya Empati dan Dukungan untuk Palestina

Sejarah panjang Masjid Al Aqsa mengajarkan bahwa masjid ini bukan hanya milik rakyat Palestina, tetapi juga milik seluruh umat Islam. Karena itu, sudah sepatutnya kita ikut berempati dan mendukung perjuangan mereka. Bentuk dukungan bisa beragam, mulai dari doa, menyebarkan informasi yang benar, membantu melalui lembaga kemanusiaan, hingga mendidik generasi agar memahami pentingnya Al Aqsa bagi Islam. Dengan memahami sejarah masjid Al Aqsa, kita semakin sadar bahwa perjuangan membela Palestina bukan sekadar isu politik, melainkan bagian dari menjaga kehormatan agama dan identitas umat Islam.

Referensi Sejarah Masjid Al Aqsa Dari Awal Sampai Akhir (yatimmandiri.org)

Sejarah Shalat: Perjalanan Agung yang Penuh Hikmah

Sejarah Shalat: Perjalanan Agung yang Penuh Hikmah

Sejarah shalat memiliki kedudukan istimewa dalam ajaran Islam. Ibadah ini tidak disampaikan melalui perantara malaikat seperti syariat lainnya. Perintah shalat diberikan langsung oleh Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ saat peristiwa Isra’ Mi’raj. Perjalanan agung tersebut terjadi pada masa dakwah di Makkah, tepatnya setelah Nabi mengalami kesedihan mendalam akibat wafatnya Abu Thalib dan Khadijah.

 

Perjalanan Isra’ dari Masjidil Haram ke Masjid Al Aqsa

Isra’ dimulai ketika Nabi dibawa dari Masjidil Haram menuju Masjid Al Aqsa. Peristiwa ini diabadikan Allah dalam firman-Nya, QS. Al Isra’ ayat 1

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ ۝١

Artinya: “Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

sejarah shalat masjid al aqsa peristiwa isra' mi'raj, turunnya perintah shalat
Masjidil Aqsa, tempat bermulanya sejarah shalat

Perjalanan Mi’raj dari Masjid Al Aqsa ke Langit

Dari sana, beliau naik ke langit dalam peristiwa Mi’raj. Di setiap tingkatan langit, Nabi bertemu dengan para nabi terdahulu. Nabi Adam, Isa, Yahya, Yusuf, Idris, Harun, Musa, hingga Ibrahim menyambut beliau dengan penuh penghormatan. Pertemuan itu menjadi simbol bahwa risalah Nabi Muhammad ﷺ adalah kelanjutan dari risalah para nabi sebelumnya.

Baca juga: Manfaat Rukuk Shalat untuk Kesehatan dan Jiwa

Sesampainya di Sidratul Muntaha, Nabi menerima perintah awal untuk melaksanakan shalat lima puluh waktu sehari. Saat kembali, Nabi Musa menasihati agar meminta keringanan kepada Allah. Dengan penuh kasih, Allah mengurangi jumlahnya hingga menjadi lima waktu sehari. Meski jumlahnya berkurang, pahalanya tetap setara lima puluh waktu.

Shalat menjadi tiang agama dan sarana mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah ini mengajarkan kedisiplinan waktu, kekhusyukan hati, dan kebersihan jiwa. Perintahnya yang disampaikan langsung kepada Nabi menunjukkan betapa pentingnya kedudukan shalat dibanding ibadah lainnya.

Hingga kini, sejarah shalat menjadi pengingat bahwa ibadah ini adalah anugerah besar. Setiap rakaat yang kita lakukan bukan sekadar rutinitas, melainkan warisan dari peristiwa agung yang menghubungkan bumi dan langit. Menghayati sejarah shalat membantu kita menjalankannya dengan kondisi mental health yang baik dan penuh syukur. Dengan begitu, shalat benar-benar menjadi cahaya dalam kehidupan sehari-hari.