Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia dan Perkembangannya

Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia dan Perkembangannya

Al MuanawiyahPondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan tradisi keilmuan umat Muslim. Sejarah pondok pesantren di Indonesia telah dimulai sejak abad ke-14, jauh sebelum berdirinya sekolah-sekolah formal. Lembaga ini menjadi wadah bagi para santri untuk menuntut ilmu agama sekaligus belajar hidup mandiri di bawah bimbingan seorang kiai.

Asal Usul dan Makna Pondok Pesantren

Secara etimologis, kata “pesantren” berasal dari kata santri yang diberi imbuhan “pe-” dan “-an”, sehingga berarti tempat tinggal atau pusat kegiatan para santri. Sejak masa awal Islam di Nusantara, sistem pendidikan ini sudah dikenal, terutama pada masa dakwah Sunan Ampel di Surabaya pada abad ke-14. Ia dianggap sebagai pelopor sistem asrama santri di lingkungan masjid, yang kemudian dikenal sebagai pondok pesantren.

Pesantren memiliki ciri khas yang membedakannya dari lembaga pendidikan lain. Ciri utamanya meliputi adanya kiai sebagai pusat pengajaran, santri yang tinggal di asrama, masjid sebagai tempat kegiatan utama, serta pengajaran kitab-kitab klasik atau kitab kuning. Tradisi ini berlanjut dari generasi ke generasi, menjadikan pesantren sebagai benteng ilmu agama dan moralitas masyarakat Indonesia.

Baca juga: Mengapa Tradisi Keilmuan Salaf Tetap Relevan di Era Digital

Pesantren Tertua dan Jejak Penyebaran Islam

Salah satu pesantren tertua di Indonesia adalah Pondok Pesantren Sidogiri di Pasuruan, Jawa Timur. Pesantren ini didirikan oleh Sayyid Sulaiman dan Kiai Aminullah pada sekitar tahun 1745, meski sebagian sumber menyebutkan tahun 1718. Sidogiri menjadi contoh kuat bahwa pesantren telah lama menjadi pusat pendidikan Islam dan dakwah di tanah air.

gambar beberapa laki-laki mengenakan kopiah dan bju putih sedang belajar bersama di madrasah miftahul ulum sidogiri
Pembelajaran madrasah di Pondok Pesantren Sidogiri (sumber: sidogiri.net)

Selain Sidogiri, pesantren-pesantren lain seperti Tebuireng (didirikan KH Hasyim Asy’ari pada 1899), Gontor (didirikan KH Ahmad Sahal pada 1926), dan Lirboyo (didirikan KH Abdul Karim pada 1910) juga berperan besar dalam melahirkan banyak tokoh ulama, pemimpin bangsa, dan pendidik Islam. Dari sinilah penyebaran Islam di Indonesia berlangsung secara damai melalui jalur pendidikan dan sosial.

Dinamika Pesantren di Masa Kolonial dan Modern

Pada masa penjajahan Belanda, pondok pesantren sering dianggap sebagai pusat perlawanan karena aktivitas sosial dan dakwahnya yang membangkitkan semangat kebangsaan. Meski diawasi ketat oleh pemerintah kolonial, banyak pesantren tetap bertahan berkat sistem wakaf tanah dan dukungan masyarakat setempat. Para santri saat itu tidak hanya belajar agama, tetapi juga dilatih untuk mandiri dan berjuang melawan ketidakadilan.

Setelah Indonesia merdeka, sistem pendidikan pesantren mengalami transformasi besar. Sebagian pesantren tetap mempertahankan model tradisional (salafiyah), sementara yang lain beradaptasi dengan memasukkan pelajaran umum dan kurikulum formal (khalafiyah). Langkah ini membuat pesantren tetap relevan dan berperan penting dalam pembangunan nasional hingga saat ini.

Peran dan Relevansi Pesantren di Era Modern

Kini, pondok pesantren tidak hanya menjadi tempat belajar agama, tetapi juga pusat pengembangan karakter, kewirausahaan, dan literasi digital bagi generasi muda. Pemerintah pun secara resmi mengakui pesantren sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya posisi pesantren dalam sejarah pendidikan Indonesia dan kontribusinya terhadap pembangunan umat.

Sejarah pondok pesantren di Indonesia mencerminkan perjalanan panjang pendidikan Islam yang berakar kuat dalam budaya bangsa. Dari masa Sunan Ampel hingga era modern, pesantren tetap menjadi lembaga yang menjaga keseimbangan antara ilmu, iman, dan pengabdian sosial. Nilai-nilai yang diwariskan pesantren, seperti keikhlasan, kedisiplinan, dan cinta tanah air, menjadi fondasi moral yang relevan bagi generasi muda Indonesia masa kini.

Sejarah panjang pondok pesantren menunjukkan betapa pentingnya peran lembaga ini dalam menjaga ilmu dan moral bangsa. Hingga kini, pesantren terus beradaptasi dengan zaman tanpa meninggalkan akar tradisi Islam yang kuat.

Bagi kamu yang ingin menjadi bagian dari perjalanan tersebut, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Muanawiyah membuka kesempatan untuk mendidik anak menjadi penghafal Al-Qur’an yang berakhlak mulia. Kunjungi website resminya untuk informasi lebih lanjut.

Metode Belajar Pondok Pesantren yang Kini Masih Eksis

Metode Belajar Pondok Pesantren yang Kini Masih Eksis

Pondok pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Dalam perkembangannya, metode belajar pondok pesantren memiliki kekhasan tersendiri yang membedakannya dari sistem pendidikan formal. Metode ini tidak hanya menekankan aspek pengetahuan, tetapi juga pembentukan akhlak, kedisiplinan, dan kemandirian santri.

1. Sorogan: Belajar Langsung dengan Guru

Metode belajar pondok pesantren yang paling klasik adalah sorogan. Dalam sistem ini, seorang santri membaca kitab di hadapan ustadz atau kiai, kemudian guru memperbaiki bacaan dan menjelaskan makna kata per kata.
Biasanya, metode ini digunakan untuk mempelajari kitab kuning, seperti Tafsir Jalalain atau Fathul Qarib. Meskipun terkesan tradisional, sorogan membuat santri lebih aktif dan teliti dalam memahami isi kitab. Bahkan, cara ini dianggap efektif untuk melatih kesabaran dan ketekunan belajar.

2. Bandongan: Mendengarkan dan Mencatat Penjelasan Guru

Selain sorogan, ada juga bandongan, atau disebut juga wetonan di beberapa daerah. Dalam metode ini, kiai membaca kitab dan menjelaskan isinya di hadapan banyak santri, sedangkan para santri mendengarkan sambil mencatat makna di sela teks kitab.
Metode bandongan cocok digunakan untuk pengajian kitab besar seperti Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali. Umumnya, pengajian bandongan dilakukan secara rutin setiap hari atau pada bulan Ramadan.
Dengan cara ini, santri terbiasa menyimak dengan penuh perhatian dan menghafal istilah Arab klasik yang sulit dipahami tanpa bimbingan guru.

Baca juga: 3 Kebiasaan yang Dibenci Allah Menurut Kitab Nashaihul Ibad

3. Halaqah dan Musyawarah Kitab

Selanjutnya, ada halaqah, yakni sistem belajar berbentuk kelompok diskusi kecil. Dalam metode ini, santri saling bertukar pendapat untuk memahami isi kitab tertentu. Tak jarang, mereka mengadakan musyawarah kitab, yaitu forum untuk membahas perbedaan pendapat ulama dari teks yang sama.
Metode ini melatih santri berpikir kritis, mampu menyampaikan argumen, dan menghargai perbedaan pandangan. Halaqah juga menjadi jembatan antara cara belajar klasik dan kebutuhan berpikir analitis modern.

gambar santri sedang belajar bersama dalam halaqah
Contoh penerapan halaqah belajar di PPTQ Al Muanawiyah

4. Hafalan dan Muhafazhah

Metode belajar pondok pesantren juga tak lepas dari hafalan (muhafazhah). Santri biasanya diminta untuk menghafal matan kitab, ayat Al-Qur’an, atau bait nadham. Misalnya, hafalan Alfiyah Ibnu Malik dalam ilmu nahwu atau Taqrib dalam fikih.
Kegiatan ini tidak sekadar menguji daya ingat, melainkan juga menguatkan pemahaman mendalam terhadap ilmu yang dipelajari. Biasanya, hafalan dilanjutkan dengan ujian lisan di depan ustadz.

Baca juga: Hikmah Perintah Membaca dalam Surat Al Alaq secara Sosiologis

5. Metode Modern: Integrasi Teknologi dan Literasi

Dalam perkembangan zaman, beberapa pesantren kini mulai mengombinasikan metode tradisional dengan pendekatan modern. Contohnya, pembelajaran kitab menggunakan presentasi digital, forum diskusi daring, hingga program literasi pesantren yang mendorong santri menulis karya ilmiah.
Dengan demikian, metode belajar pondok pesantren tetap relevan dengan kebutuhan zaman tanpa kehilangan ruh keilmuan dan keikhlasan belajar yang menjadi cirinya sejak dahulu.

Pada dasarnya, setiap metode belajar pondok pesantren memiliki tujuan yang sama, yakni menanamkan ilmu sekaligus membentuk karakter santri yang berakhlak dan mandiri. Sorogan mengajarkan kesungguhan, bandongan menumbuhkan kesabaran, halaqah melatih berpikir kritis, sementara hafalan menumbuhkan ketekunan.
Dengan berbagai pendekatan ini, pondok pesantren terus menjadi benteng pendidikan Islam yang kuat, menyiapkan generasi berilmu, berakhlak, dan siap menghadapi perubahan zaman.

Bagi siapa pun yang ingin merasakan suasana belajar yang menggabungkan tradisi pesantren dan pendekatan modern, PPTQ Al Muanawiyah Jombang bisa menjadi pilihan tepat. Di pondok ini, santri tidak hanya memperdalam Al-Qur’an dan kitab kuning, tetapi juga belajar berpikir logis, kreatif, dan berdaya saing di era digital. Kunjungi website resmi untuk informasi lebih lanjut

5 Hadits Menuntut Ilmu Shahih dan Maknanya

5 Hadits Menuntut Ilmu Shahih dan Maknanya

Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Dalam Islam, ilmu menjadi fondasi utama bagi amal dan akhlak. Banyak sekali dalil yang menegaskan betapa tinggi kedudukan orang berilmu di sisi Allah. Rasulullah ﷺ pun dalam banyak hadits menegaskan pentingnya menuntut ilmu dengan niat yang ikhlas dan tujuan yang benar. Berikut ini lima hadits menuntut ilmu paling shahih beserta maknanya yang bisa menjadi pengingat dan motivasi bagi setiap muslim.

5 Hadits Menuntut Ilmu Shahih Beserta Penjelasannya

1. Hadits tentang Kewajiban Menuntut Ilmu

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.”
(HR. Ibnu Majah No. 224, dinilai shahih oleh Al-Albani)

Hadits menuntut ilmu shahih yang pertama adalah sabda Rasulullah yang menjadi dasar utama kewajiban menuntut ilmu bagi seluruh umat Islam. Ilmu yang dimaksud tidak terbatas pada ilmu agama saja, tetapi juga mencakup pengetahuan yang membantu seseorang melaksanakan kewajiban agamanya. Misalnya, ilmu membaca Al-Qur’an, fikih ibadah, hingga pengetahuan dunia yang bermanfaat seperti sains atau teknologi, selama digunakan untuk kemaslahatan umat.

Kata “setiap muslim” dalam hadits ini menunjukkan sifat umum, tanpa membedakan usia, jenis kelamin, atau status sosial. Islam mendorong semua orang untuk terus belajar sepanjang hayat, karena semakin banyak ilmu yang dimiliki, semakin mudah pula seseorang mengenal Allah dan menjalankan ajaran-Nya dengan benar.

Baca juga: 4 Kitab Adab Penuntut Ilmu yang Bisa Dipelajari

2. Hadits tentang Jalan Menuju Surga

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”
(HR. Muslim No. 2699)

Hadits menuntut ilmu yang shahih selanjutnya mengandung makna yang dalam. Jalan yang ditempuh untuk menuntut ilmu tidak selalu mudah. Sering kali penuh pengorbanan, waktu, tenaga, bahkan biaya. Namun, Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa setiap langkah menuju ilmu adalah bagian dari jalan menuju surga.

Makna “memudahkan jalan ke surga” bukan berarti orang berilmu otomatis masuk surga, tetapi bahwa ilmu yang ia pelajari akan membimbingnya untuk melakukan amal yang benar. Ilmu menuntun seseorang untuk membedakan yang halal dan haram, yang benar dan yang batil. Karena itu, semakin dalam ilmunya, semakin besar peluang seseorang untuk istiqamah di jalan kebenaran.

gambar beberap aorang berhijab sedang belajar Al Quran
Iliustrasi keutamaan menuntut ilmu (sumber: freepik)

3. Hadits tentang Keutamaan Orang Berilmu

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Keutamaan orang berilmu dibanding ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang.”
(HR. Abu Dawud. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abu Dawud  no. 3641)

Perumpamaan yang digunakan Rasulullah ﷺ dalam hadits ini menunjukkan betapa agung kedudukan orang berilmu. Bulan memberikan cahaya yang menenangkan dan menerangi kegelapan malam, sementara bintang hanya berkilau kecil. Begitulah peran orang berilmu — mereka tidak hanya beribadah untuk diri sendiri, tetapi juga memberi manfaat dan petunjuk bagi orang lain.

Ahli ibadah yang tidak memiliki ilmu mungkin tekun beribadah, tetapi bisa saja tersesat karena tidak memahami tuntunan yang benar. Sebaliknya, orang berilmu tahu cara beribadah dengan benar dan dapat mengajarkan ilmunya, sehingga manfaatnya jauh lebih luas.

Baca juga: 6 Adab Menuntut Ilmu Menurut Kitab Ta’lim Muta’allim

4. Hadits tentang Ilmu yang Bermanfaat

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.”
(HR. Muslim No. 1631)

Hadits ini menegaskan bahwa ilmu yang bermanfaat menjadi amal jariyah yang tidak akan terputus. Ilmu yang disebarkan dan diamalkan orang lain akan terus mengalir pahalanya, meskipun sang pengajar telah meninggal dunia.

Karena itu, Islam sangat menekankan pentingnya berbagi ilmu. Setiap guru, pendakwah, atau siapa pun yang mengajarkan kebaikan, sejatinya sedang menanam pahala jangka panjang. Bahkan, mengajarkan hal kecil seperti doa harian atau cara shalat yang benar pun termasuk bagian dari ilmu bermanfaat.

5. Hadits Menunjuki kepada Kebaikan

“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.”
(HR. Muslim no. 1893)

Hadits ini menekankan pentingnya dakwah dan mengarahkan orang lain ke jalan kebaikan. Tidak hanya amal yang dilakukan sendiri yang bernilai pahala, tetapi juga memberi petunjuk kepada orang lain untuk berbuat baik akan mendapat pahala serupa.

Maknanya luas, bisa mencakup:

  • Memberi nasihat yang benar, misalnya tentang ibadah atau akhlak.

  • Mengajarkan ilmu bermanfaat agar orang lain bisa mengamalkannya.

  • Membimbing orang agar menjauhi perbuatan dosa.

Dengan kata lain, hadits ini menunjukkan bahwa menyebarkan kebaikan atau ilmu yang bermanfaat memiliki nilai pahala yang berkelanjutan. Orang yang memberi petunjuk tidak kehilangan pahala meskipun orang yang dibimbing melakukan amalnya sendiri, karena niat dan usaha memberi petunjuk itu sendiri dihitung sebagai amal saleh di sisi Allah.

Dari kelima hadits menuntut ilmu shahih tersebut, jelas bahwa menuntut ilmu bukan hanya kewajiban, tetapi juga jalan menuju keberkahan hidup. Islam mengajarkan bahwa ilmu adalah cahaya yang membimbing manusia dari kebodohan menuju petunjuk Allah. Oleh karena itu, semangat menuntut ilmu harus terus dijaga sepanjang hayat, agar kehidupan dunia dan akhirat menjadi lebih bermakna.

Bangunan Hasil Wakaf di Indonesia yang Terkenal

Bangunan Hasil Wakaf di Indonesia yang Terkenal

Wakaf sejak dulu dikenal sebagai salah satu instrumen ibadah sosial dalam Islam. Jika pada masa awal wakaf lebih sering berupa tanah untuk masjid atau pemakaman, kini wakaf berkembang menjadi sarana produktif yang lebih luas. Salah satunya adalah pembangunan lembaga pendidikan. Tidak sedikit sekolah dan kampus besar di Indonesia berdiri di atas bangunan hasil wakaf, yang terus memberikan manfaat jangka panjang bagi generasi Muslim.

Sejarah Wakaf untuk Pendidikan

Dalam sejarah Islam, wakaf pendidikan sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Banyak madrasah, perpustakaan, hingga universitas Islam klasik di Baghdad, Mesir, hingga Andalusia, berdiri dari dana dan aset wakaf. Model inilah yang kemudian diikuti di Indonesia. Wakaf untuk pendidikan menjadi salah satu amal jariyah yang pahalanya terus mengalir, karena ilmunya diwariskan dari generasi ke generasi.

Contoh Bangunan Hasil Wakaf di Indonesia

Salah satu contoh nyata adalah Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Kampus ini awalnya berdiri dari tanah wakaf yang diberikan para tokoh umat Islam. Hingga kini, UII berkembang menjadi salah satu universitas Islam modern dan berpengaruh di Indonesia. Ribuan mahasiswa setiap tahun belajar di atas tanah wakaf tersebut, membuktikan bahwa wakaf bukan sekadar ibadah, tapi juga investasi peradaban.

gambar kompleks bangunan Universitas Islam Indonesia sebagai bangunan hasil wakaf
Contoh bangunan hasil wakaf, Universitas Islam Indonesia (foto: www.uii.ac.id)

Selain UII, banyak pesantren modern di Jawa, Sumatra, hingga Kalimantan juga berdiri di atas lahan wakaf. Contohnya Pondok Modern Darussalam Gontor, yang sejak awal dideklarasikan sebagai lembaga wakaf milik umat, bukan milik pribadi pendirinya. Dengan status wakaf, pesantren ini bisa terus berkembang tanpa terikat kepentingan keluarga atau golongan tertentu.

Baca juga: Sejarah Wakaf Pertama dalam Islam di Masjid Quba

Hikmah Wakaf Pendidikan

Pendidikan merupakan kunci kemajuan bangsa. Ketika wakaf digunakan untuk membangun sekolah dan kampus, maka manfaatnya meluas:

  1. Mencetak generasi berilmu – ribuan santri dan mahasiswa bisa belajar tanpa khawatir biaya tinggi.

  2. Amal jariyah abadi – setiap ilmu yang diajarkan dan diamalkan menjadi pahala yang mengalir bagi pewakaf.

  3. Kemandirian umat – dengan bangunan hasil wakaf, umat Islam tidak harus bergantung pada pihak luar dalam mendirikan lembaga pendidikan.

Bangunan hasil wakaf berupa sekolah, pesantren, dan universitas adalah bukti nyata bagaimana ajaran Islam mampu membangun peradaban. Wakaf bukan hanya ibadah sosial, tetapi juga strategi mencetak generasi unggul. Maka, sudah saatnya kita ikut mendukung program wakaf produktif, agar semakin banyak sekolah dan kampus berdiri di atas tanah wakaf dan memberi manfaat luas bagi umat.

Bagi Anda yang ingin berinvestasi akhirat, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Muanawiyah Jombang membuka kesempatan wakaf pendidikan. Dengan wakaf, Anda turut berperan mencetak generasi Qur’ani yang berakhlak mulia, berilmu, dan siap membangun bangsa. Mari bersama menanam amal jariyah yang pahalanya tidak akan terputus dengan mendukung program wakaf Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Muanawiyah.

Ikhlas vs Pasrah: Polemik Kesejahteraan Guru di Indonesia

Ikhlas vs Pasrah: Polemik Kesejahteraan Guru di Indonesia

Al-MuanawiyahIsu kesejahteraan guru di Indonesia kembali menjadi sorotan. Pernyataan pejabat yang menyebut guru sebagai “beban negara” hingga isu tambahan tugas dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) membuat banyak guru merasa posisi mereka kurang dihargai. Di satu sisi, guru dituntut untuk ikhlas mengajar karena profesi ini dianggap sebagai pengabdian. Namun, sering kali kata ikhlas dipelintir menjadi sikap pasrah terhadap ketidakadilan.

Baca juga: Bahaya Banyak Bicara Bagi Hati dan Kekhusyukan Ibadah

Ikhlas Adalah Menjaga Niat, Bukan Menerima Ketidakadilan

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa ikhlas adalah tentang niat, bukan tentang menerima ketidakadilan. Seorang guru yang ikhlas mengajar karena Allah akan tetap memandang tugasnya sebagai ibadah, terlepas dari tantangan yang dihadapi. Namun, ikhlas tidak berarti diam ketika hak mereka diabaikan. Justru demi menjaga niat tetap murni, guru berhak menyuarakan keadilan agar pengabdiannya tidak diperlakukan semena-mena.

kesejahteraan guru Indonesia, guru honorer gaji tidak layak, guru beban negara, guru sedang mengajar murid SD di kelas
Polemik kesejahteraan guru di Indonesia

Upah Layak adalah Hak Guru

Dalam Islam, upah pekerja adalah hak yang harus ditunaikan tanpa ditunda. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)

Ini menunjukkan bahwa Islam menaruh perhatian besar pada kelayakan upah, termasuk bagi mereka yang mendidik generasi. Pada masa Rasulullah ﷺ, guru dan pengajar tetap mendapatkan imbalan yang layak dari baitul mal, meskipun profesinya dianggap mulia dan penuh pengabdian. Hal ini membuktikan bahwa penghargaan material tidak menafikan keikhlasan, justru melengkapi semangat pengabdian.

Baca juga: Asbabun Nuzul Al-Qadr yang Menggugah Semangat Beribadah

Guru, Antara Ikhlas dan Kelayakan Hidup

Realitas hari ini sering membuat guru berada pada posisi dilematis: dituntut mengajar dengan ikhlas, tapi kesejahteraan mereka jauh dari layak. Banyak guru honorer yang gajinya bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kondisi ini seharusnya menjadi renungan bersama. Ikhlas tidak boleh dipahami sebagai pasrah menerima gaji rendah, melainkan tetap menjaga niat karena Allah sambil memperjuangkan hak-haknya dengan cara yang benar.

Ikhlas adalah fondasi pengabdian seorang guru, namun ikhlas bukan berarti menerima ketidakadilan dengan pasrah. Islam sendiri menekankan pentingnya kesejahteraan dan kelayakan upah bagi setiap pekerja. Apalagi guru, yang merupakan garda terdepan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Karena itu, guru wajar menuntut penghargaan yang lebih baik dari negara, tanpa kehilangan ruh pengabdian. Dengan kesejahteraan yang layak, guru bisa semakin fokus mendidik dan menjaga keikhlasan, demi lahirnya generasi penerus bangsa yang lebih berkualitas.

Kurikulum Pondok Pesantren di Era Digital, Masihkah Relevan?

Kurikulum Pondok Pesantren di Era Digital, Masihkah Relevan?

Kurikulum pondok pesantren sejak dahulu identik dengan tradisi keilmuan Islam yang mendalam. Kajian kitab kuning, metode sorogan, serta bandongan menjadi ciri khas yang melahirkan generasi ulama dan penjaga tradisi keilmuan. Sistem ini terbukti mampu menjaga warisan intelektual Islam dan membentuk karakter santri yang kuat dalam pemahaman agama.

Mengenal kurikulum tempat anak kita bersekolah sangatlah penting. Karena dari sinilah kita bisa memahami arah pendidikan yang diberikan kepada para santri. Kurikulum tidak hanya menentukan metode belajar, tetapi juga membentuk pola pikir, adab, serta keterampilan yang akan dibawa santri dalam kehidupan nyata. Dengan memahami ini, orang tua maupun masyarakat dapat menilai kemampuan pondok pesantren dalam menjawab tantangan zaman sekaligus menjaga keluruhan tradisi Islam.

santri putri pondok pesantren tahfidz putri Jombang sedang tilawah bersama
Santri tilawah bersama sebagai bentuk penerapan kurikulum pondok pesantren Al Muanawiyah

Seiring berkembangnya zaman, silabus pondok pesantren menghadapi tuntutan modernisasi. Santri tidak hanya dituntut menguasai ilmu agama, tetapi juga harus mampu bersaing dalam bidang akademik dan sosial di era digital. Modernisasi ini tidak berarti meninggalkan tradisi, melainkan memperkaya dan menyesuaikannya dengan kebutuhan masa kini. Penggunaan teknologi, metode pembelajaran interaktif, serta tambahan kurikulum nasional menjadi langkah penting agar pesantren tetap relevan.

Dengan pendekatan tersebut, kurikulum pendidikan  santri mampu menjaga keseimbangan. Santri tetap mendapatkan kekuatan dari tradisi keilmuan salaf, namun juga memiliki keterampilan yang bermanfaat di kehidupan modern. Inilah yang kemudian melahirkan konsep integrasi: tradisi sebagai pondasi, modernisasi sebagai penguat, dan keduanya bersatu demi melahirkan generasi muslim yang berdaya saing.

Perpaduan Kurikulum Pondok Pesantren di Al Muanawiyah

Lalu bagaimana dengan Al Muanawiyah? Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Muanawiyah Jombang telah mengintegrasikan kurikulum tradisional dan modern secara harmonis. Tradisional di sini diwujudkan dalam pengajaran kitab kuning ala salafiyah. Sementara aspek modern hadir melalui program tahfidz dan pemanfaatan alat multimedia yang dioperasikan langsung oleh santri. Lebih jauh, PPTQ Al Muanawiyah Jombang memadukan kurikulum nasional, tahfidz, pesantren, dan IT. Sehingga santri bebas memilih fokus pengembangan sesuai minat serta potensi mereka.

Untuk memahami lebih dalam tentang konsep integrasi kurikulum pondok tradisional dan modern ini, Anda dapat menyimak Podcast Al Muanawiyah yang membahas tema “Kurikulum Pesantren antara Tradisi dan Modernisasi.” Podcast ini memberikan gambaran bagaimana pesantren hari ini mampu menjaga akar tradisinya sekaligus menjawab tantangan zaman modern.

Hikmah Perintah Membaca dalam Surat Al Alaq secara Sosiologis

Hikmah Perintah Membaca dalam Surat Al Alaq secara Sosiologis

Al-Muanawiyah – Perintah membaca yang menjadi inti dari wahyu pertama dalam Islam bukan hanya perintah spiritual atau intelektual semata, tetapi juga memiliki makna sosial yang sangat dalam. Surat Al-‘Alaq ayat 1–5 bukan sekadar seruan untuk membuka lembaran ilmu, namun juga menjadi titik awal revolusi peradaban. Hikmah surat Al Alaq dari sisi sosiologis menunjukkan betapa Islam sejak awal telah menempatkan literasi sebagai dasar transformasi masyarakat.

1. Masyarakat Jahiliyah Menuju Masyarakat Ilmiah

Sebelum Islam datang, masyarakat Arab berada dalam masa jahiliyah. Nilai-nilai yang berlaku saat itu lebih mengutamakan garis keturunan, kekuasaan, dan kekuatan fisik. Dengan turunnya wahyu “Iqra’ bismi rabbika” (Bacalah dengan nama Tuhanmu), terjadi perubahan orientasi sosial. Nilai-nilai materialistik dan hierarki sosial mulai digantikan oleh nilai keilmuan dan takwa. Hikmah perintah membaca dalam konteks ini menjelaskan bahwa kekuatan sejati suatu masyarakat bukan pada kekayaan atau status, tetapi pada ilmu.

hikmah perintah membaca dalam surat al Alaq secara sosiologis. Gambar anak-anak antusias membaca buku
Anak-anak yang antusias membaca sebagai ilustrasi hikmah perintah membaca dari surat Al Alaq

2. Membentuk Budaya Literasi Umat

Secara sosiologis, membaca adalah gerbang perubahan sosial. Masyarakat yang terbiasa membaca akan lebih kritis, sadar akan hak dan kewajiban, serta lebih terbuka terhadap kemajuan. Inilah mengapa Rasulullah ﷺ, meskipun ummi, diutus dengan misi membangun budaya ilmu. Para sahabat pun didorong untuk belajar menulis dan membaca. Dalam waktu singkat, lahirlah komunitas Muslim yang mencintai ilmu dan menjadikan literasi sebagai ciri khas peradaban Islam.

Baca juga: 6 Adab Menuntut Ilmu Menurut Kitab Ta’lim Muta’allim

3. Mengikis Ketimpangan Sosial

Salah satu hikmah perintah membaca adalah membuka akses keadilan sosial. Melalui literasi, Islam menghapuskan batas-batas kelas yang menindas. Siapa pun yang berilmu diberi kedudukan tinggi dalam masyarakat. Tidak lagi orang kaya atau bangsawan yang dihormati, tetapi mereka yang membaca, memahami, dan mengamalkan Al-Qur’an. Inilah langkah awal menciptakan masyarakat yang egaliter.

Perintah “Iqra’” bukanlah sekadar ajakan individual untuk membaca, tetapi menjadi gerakan sosial yang mengakar dalam sejarah Islam. Hikmah perintah membaca sangat terasa dalam upaya membangun masyarakat Muslim yang berilmu, adil, dan penuh kesadaran sosial. Inilah warisan sosiologis yang harus terus dilestarikan dalam kehidupan umat Islam hari ini, khususnya di era digital yang penuh tantangan informasi.

Tanda Ilmu yang Bermanfaat Bagi Kehidupan Sehari-Hari

Tanda Ilmu yang Bermanfaat Bagi Kehidupan Sehari-Hari

Ilmu yang sejati bukan hanya tumpukan hafalan atau gelar akademik. Dalam pandangan para ulama, tanda ilmu yang bermanfaat adalah ketika ilmu tersebut berdampak nyata pada perilaku dan hati seseorang. Ia menjadi penerang, bukan sekadar pengetahuan yang tak membuahkan amal.

1. Membawa Ketundukan dan Rasa Takut kepada Allah

Ilmu yang bermanfaat membuat pemiliknya semakin rendah hati dan semakin takut kepada Allah. Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang tafsir QS. Fathir ayat 28

“Sesungguhnya yang paling takut pada Allah dengan takut yang sebenarnya adalah para ulama (orang yang berilmu). Karena semakin seseorang mengenal Allah Yang Maha Agung, Maha Mampu, Maha Mengetahui dan Dia disifati dengan sifat dan nama yang sempurna dan baik, lalu ia mengenal Allah lebih sempurna, maka ia akan lebih memiliki sifat takut dan akan terus bertambah sifat takutnya.”
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 308).

Jika semakin banyak tahu, tapi semakin jauh dari ketaatan, maka ilmu itu belum membawa manfaat.

Baca juga: Motivasi Penghafal Al-Qur’an: Hafal 18 Juz di Usia 14 Tahun

2. Mendorong Pemiliknya untuk Mengamalkan Ilmu

Ilmu yang baik akan mendorong seseorang untuk mengamalkannya, bukan hanya menyimpannya dalam kepala. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).
Ini menunjukkan bahwa salah satu tanda ilmu yang bermanfaat adalah ketika ia memberi manfaat juga bagi orang lain.

3. Membuat Hati Lebih Sabar dan Tidak Suka Pujian

Orang yang ilmunya benar akan semakin sabar, tidak mudah emosi, dan tidak mencari popularitas. Ia memahami bahwa ilmu adalah amanah yang harus disampaikan dengan ikhlas, bukan alat untuk meninggikan diri.

tanda ilmu yang bermanfaat berkah bagi kehidupan sehari hari bukan hanya gelar akademik
Tanda ilmu yang bermanfaat dan berkah bagi kehidupan sehari-hari

4. Menjauhkan Diri dari Perbuatan Sia-Sia

Ilmu yang bermanfaat akan menjaga pemiliknya dari kesia-siaan. Ia tahu mana yang layak dilakukan dan mana yang sebaiknya ditinggalkan. Waktunya terisi dengan hal-hal bermanfaat.

5. Menambah Cinta terhadap Kebaikan dan Kebenaran

Seseorang yang memiliki ilmu bermanfaat akan cenderung mencintai kebenaran, keadilan, dan nasihat. Ia terbuka terhadap perbaikan dan tidak membenci orang yang mengingatkan. Hatinya tidak keras, tapi lembut dan mudah menerima nasihat. Penting bagi penuntut ilmu agar senantiasa melantunkan doa dijauhkan dari syirik, karena ujian paling kecil dari ilmu salah satunya adalah kesombongan.

Tanda ilmu yang bermanfaat bisa dikenali dari efeknya dalam kehidupan: lebih taat kepada Allah, lebih baik akhlaknya, dan lebih besar kontribusinya untuk sekitar. Sehingga kita dianjurkan untuk melantunkan doa berikut, terutama selepas Shalat Subuh, agar Allah anugerahkan ilmu yang bermanfaat dan menjadikannya sebagai cahaya sepanjang hidup.

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

Ya Allah … aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang thayyib, dan amal yang diterima.” (HR. Ibnu Majah no. 925. Dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani.) (muslim.or.id)

Doa untuk Guru Agar Ilmu Menjadi Berkah

Doa untuk Guru Agar Ilmu Menjadi Berkah

Guru bukan hanya penyampai materi pelajaran, tetapi juga pembentuk karakter dan penjaga peradaban. Dalam Islam, posisi guru sangat dimuliakan. Mereka dianggap sebagai penerus tugas para nabi dalam menyebarkan ilmu. Karena itulah, doa untuk guru menjadi wujud syukur dan penghargaan yang sangat berarti.

 

Dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim, adab kepada guru dijelaskan sebagai bagian dari syarat utama keberkahan ilmu. Di antara adab tersebut adalah menjaga ucapan, sopan dalam bersikap, tidak membantah, dan selalu mendoakan kebaikan untuk guru.

Mengapa Mendoakan Guru Itu Penting?

Imam Ahmad pernah mengatakan, “Aku tidak pernah berdoa untuk diriku sendiri kecuali aku juga mendoakan guruku.” Ini menunjukkan bahwa doa untuk guru adalah bagian dari amal kebaikan yang bernilai tinggi.

Salah satu bentuk penghormatan adalah memohonkan ampun dan kebaikan untuk guru, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat. Dengan doa itu, kita berharap ilmu yang diajarkan menjadi lebih berkah, dan hubungan antara guru dan murid semakin terikat dengan rahmat Allah.

Seorang guru dengan wajah sumringah sedang menerangkan pelajaran kepada murid, menggambarkan doa untuk guru agar ilmu menjadi berkah
Doa untuk guru

 

Baca juga: Santri Menjalani Tes Baca Kitab di Hari Kedua Matsaba

 

Pilihan Doa untuk Guru

Berikut beberapa contoh doa yang bisa diamalkan secara rutin:

  1. Doa memohonkan ampun dan balasan terbaik:

    اللّهُمَّ اغْفِرْ لِمُعَلِّمِي وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِي الْجَنَّةِ، وَاجْزِهِ عَنِّي خَيْرَ الْجَزَاءِ

    “Ya Allah, ampunilah guruku, angkat derajatnya di surga, dan balaslah dia dengan balasan terbaik dariku.”

  2. Doa agar ilmu guru bermanfaat bagi umat:

    اللَّهُمَّ اجْعَلْ عِلْمَ مُعَلِّمِي نَافِعًا، وَارْزُقْهُ الإِخْلاَصَ وَالْقَبُولَ

    “Ya Allah, jadikanlah ilmu guruku bermanfaat, dan anugerahkan keikhlasan serta penerimaan padanya.”

  3. Doa ketika guru wafat:

    اللّهُمَّ اغْفِرْ لِأُسْتَاذِنَا، وَاجْعَلْ قَبْرَهُ رَوْضَةً مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ، وَنَوِّرْهُ بِنُورِكَ

    “Ya Allah, ampunilah guru kami, jadikan kuburnya taman dari taman surga, dan terangilah dengan cahaya-Mu.”

  4. Doa singkat penuh makna:

    جَزَى اللهُ مُعَلِّمِي خَيْرَ الْجَزَاءِ

    “Semoga Allah membalas guruku dengan sebaik-baik balasan.”

Baca juga: Bukan Obat, Ini Terapi Jiwa Remaja Paling Ampuh Menurut Riset

Doa sebagai Bentuk Cinta dan Adab

Mendoakan guru adalah amal yang sederhana namun bernilai besar. Melalui doa untuk guru, kita tidak hanya menunjukkan rasa syukur, tetapi juga menanamkan adab mulia yang diwariskan para ulama. Mengajarkan anak-anak untuk mendoakan gurunya akan membentuk pribadi yang menghormati ilmu dan pemberi ilmu. Dan dari sanalah keberkahan ilmu akan terus mengalir.

Wakaf Pendidikan Jalan Menuju Amal Jariyah yang Kekal

Wakaf Pendidikan Jalan Menuju Amal Jariyah yang Kekal

Setiap orang tentu ingin meninggalkan warisan terbaik di dunia, bukan sekadar harta, tapi amal jariyah yang pahalanya terus mengalir bahkan setelah ia tiada. Salah satu cara paling mulia untuk mewujudkannya adalah melalui wakaf pendidikan, khususnya untuk lembaga-lembaga yang mencetak generasi Qur’ani seperti pondok tahfidz.

Wakaf pendidikan melalui pesantren tahfidz begitu penting karena ia menyentuh tiga hal utama yang disebut Rasulullah ﷺ sebagai sumber pahala tak terputus: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakan. Melalui wakaf untuk pesantren, kita bisa mendapat ketiganya sekaligus—dalam satu amal yang ringan dilakukan, namun berat timbangan pahalanya.

Wakaf pendidikan pondok pesantren tahfidz putri jombang
Tanam pahala amal jariyah lewat wakaf pendidikan

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.”
(HR. Muslim)

Itulah mengapa wakaf pendidikan untuk pondok tahfidz adalah ladang amal jariyah yang luar biasa. Setiap huruf yang dihafalkan santri, setiap ilmu yang diajarkan, dan setiap doa yang dilantunkan menjadi bagian dari aliran pahala bagi para pewakaf.

Mengapa Harus Wakaf untuk Pendidikan?

Wakaf untuk pendidikan menggabungkan manfaat dunia dan akhirat. Ilmu yang diajarkan akan terus diwariskan, santri yang belajar akan menjadi generasi shalih shalihah, dan setiap fasilitas pondok—dari mushaf, kitab, ruang kelas, hingga asrama—bisa menjadi perantara pahala jariyah. Pesantren tidak hanya mendidik akal, tapi juga hati. Maka, berwakaf untuk pendidikan berarti turut membangun masa depan umat Islam. Bentuk wakaf pendidikan dapat disalurkan melalui:

  • Pendirian bangunan hasil wakaf seperti ruang kelas dan asrama santri

  • Pengadaan Al-Qur’an, kitab kuning, atau perlengkapan belajar

  • Beasiswa santri yatim dan dhuafa

  • Wakaf air, listrik, dan fasilitas harian pondok

Kesempatan Menanam Amal Jariyah untuk Bekal Akhirat

Wakaf tidak harus besar jumlahnya. Bahkan dengan nominal kecil tapi konsisten, Anda telah membuka jalan amal yang tak terputus. Setiap kali santri membaca Al-Qur’an dari mushaf wakaf, atau guru mengajar di kelas hasil donasi Anda—pahala itu akan terus bertambah.

Sebagaimana kita ingin anak-anak kita mendapat pendidikan terbaik, mari bantu anak-anak pondok mendapat fasilitas terbaik pula. Wakaf pendidikan adalah bentuk kepedulian terhadap masa depan Islam—dan juga tiket menuju surga.

Jangan menunggu mampu untuk berwakaf. Tapi berwakaflah agar Allah menjadikan kita orang yang mampu. Salurkan wakaf terbaik Anda untuk pendidikan Qur’ani melalui Wakaf Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Muanawiyah Jombang.