Cara Meningkatkan Kualitas Puasa Sunnah

Cara Meningkatkan Kualitas Puasa Sunnah

Puasa sunnah adalah ibadah tambahan yang dilakukan di luar kewajiban puasa Ramadhan. Tujuan utamanya adalah mendekatkan diri kepada Allah, membersihkan jiwa, dan meningkatkan ketakwaan. Puasa sunnah memiliki banyak keutamaan, seperti menambah pahala, menghapus dosa kecil, serta melatih kesabaran dan pengendalian diri. Meskipun sifatnya sunnah, menjalankannya dengan konsisten membawa banyak manfaat spiritual bagi seorang Muslim.

Tantangan dalam Menjalankan Puasa Sunnah

Tidak semua orang mudah menjalankan puasa sunnah. Tantangan utama biasanya berasal dari faktor fisik, seperti rasa lapar dan lelah, terutama bagi yang memiliki aktivitas padat. Selain itu, godaan duniawi, seperti acara makan bersama keluarga atau pekerjaan yang menuntut energi tinggi, bisa membuat seseorang sulit konsisten. Tantangan psikologis, seperti kurangnya motivasi dan disiplin, juga sering menjadi hambatan.

gamabr makan bersama ilustrasi godaan puasa sunnah
Ilustrasi makan bersama (sumber: freepik.com)

Tips Meningkatkan Kualitas Puasa Sunnah

Agar puasa sunnah tetap konsisten dan bernilai, beberapa langkah penting bisa dilakukan:

  1. Niat dan Tujuan yang Jelas
    Menetapkan niat yang kuat sebelum puasa adalah fondasi. Kesadaran bahwa puasa sunnah adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah membantu menjaga kualitas puasa.

  2. Mulai Secara Bertahap
    Tidak perlu langsung puasa setiap hari. Memulai dengan satu atau dua hari dalam seminggu seperti puasa Senin Kamis, dapat membangun disiplin dan menyesuaikan tubuh.

  3. Mengatur Pola Makan Sahur dan Berbuka
    Makanan bergizi saat sahur membantu menahan lapar lebih lama. Hindari konsumsi berlebihan saat berbuka agar tubuh tetap nyaman selama puasa.

  4. Kendalikan Hawa Nafsu dan Lisan
    Puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menjaga ucapan, emosi, dan perilaku. Menghindari ghibah, fitnah, dan perkataan kasar meningkatkan nilai ibadah.

  5. Doa dan Dzikir
    Mengisi waktu puasa dengan doa, dzikir, dan membaca Al-Qur’an memperkuat kualitas spiritual, bukan sekadar menahan lapar.

  6. Evaluasi dan Konsistensi
    Mengevaluasi diri setiap minggu dan menyesuaikan jadwal membantu membangun kebiasaan jangka panjang. Konsistensi lebih penting daripada kuantitas puasa.

Puasa sunnah membawa banyak manfaat spiritual jika dijalankan dengan benar. Menjaga kualitas puasa tidak hanya soal menahan lapar, tetapi juga menjaga lisan, hati, dan niat. Dengan strategi niat yang jelas, pengaturan fisik, dan pengendalian diri, setiap Muslim dapat meraih keutamaan puasa sunnah secara maksimal.

Puasa sebagai Jalan Tazkiyatun Nafs

Puasa sebagai Jalan Tazkiyatun Nafs

Al Muanawiyah – Tazkiyatun nafs berarti penyucian jiwa dari segala kotoran hati seperti riya’, sombong, dan hasad. Dalam Islam, tujuan tertinggi ibadah bukan hanya menjalankan kewajiban, tetapi juga memperbaiki batin agar semakin dekat dengan Allah SWT.
Puasa menjadi salah satu sarana utama untuk mencapai tazkiyatun nafs. Ia melatih seseorang menahan hawa nafsu, membatasi keinginan duniawi, serta menumbuhkan rasa syukur. Saat lapar dan haus dirasakan, hati menjadi lebih lembut dan mudah menerima nasihat.

Puasa sebagai Latihan Pengendalian Diri

Puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menahan pandangan, perkataan, dan amarah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah ﷺ bersabda,

“Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan buruk, maka Allah tidak butuh ia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari).

Hadis ini menunjukkan bahwa esensi puasa terletak pada pengendalian diri. Melalui puasa, manusia belajar membatasi keinginan dan menundukkan egonya.
Kedisiplinan semacam ini sejalan dengan makna tazkiyah—yakni mensucikan diri dari dorongan negatif agar hati tetap bersih.

Baca juga: Hikmah Puasa: Menyucikan Jiwa dan Menumbuhkan Takwa

 

Transformasi Jiwa Melalui Puasa

Puasa mengajarkan ketenangan dan kesabaran. Saat menahan lapar, seorang mukmin diajak untuk merenungi bahwa semua nikmat berasal dari Allah. Hati yang sebelumnya keras akan melunak, dan pikiran yang sibuk akan lebih tenang.
Dalam proses ini, seseorang tidak hanya membersihkan tubuh dari racun fisik, tetapi juga menyucikan jiwanya dari dosa dan keburukan. Maka tidak heran jika ulama menyebut puasa sebagai “madrasah ruhani” — tempat jiwa dilatih agar semakin kuat dan jernih.

gambar wanita berhijab tersenyum ilustrasi tazkiyatun nafs
Ilustrasi tazkiyatun nafs yang menenangkan jiwa (sumber: freepikcom)

Puasa dan Kebersihan Hati

Hati yang kotor sulit merasakan manisnya ibadah. Dengan berpuasa, manusia diajak menurunkan kadar ego, memaafkan kesalahan orang lain, dan mengurangi kesibukan duniawi.
Setiap kali menahan lapar, sejatinya ia sedang mengikis kerak kesombongan yang menempel di hati. Dari situlah muncul ketenangan dan kenikmatan dalam berdzikir.

Baca juga: Niat Puasa: Makna, Lafadz, dan Waktu Pelaksanaannya

Sebagaimana disebut dalam QS. Asy-Syams [91]: 9,


“Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwa itu.”


Ayat ini menjadi dasar bahwa kebersihan hati adalah kunci utama keberuntungan sejati.

Mari jadikan puasa bukan sekadar ritual tahunan, tetapi sarana untuk membersihkan hati dan memperkuat iman. Saat hati bersih, ibadah terasa ringan dan menenangkan. Dengan berpuasa, kita menempuh jalan tazkiyatun nafs — penyucian diri menuju ridha Allah SWT.

Niat Puasa: Makna, Lafadz, dan Waktu Pelaksanaannya

Niat Puasa: Makna, Lafadz, dan Waktu Pelaksanaannya

Al MuanawiyahPuasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melatih kesadaran diri dalam beribadah. Salah satu aspek terpenting dari ibadah puasa adalah niat. Tanpa niat, ibadah tidak akan sah karena niat menjadi dasar yang membedakan antara ibadah dan kebiasaan sehari-hari.

Makna Niat dalam Puasa

Secara bahasa, niat berarti keinginan hati untuk melakukan suatu perbuatan. Dalam konteks ibadah, ia adalah bentuk kesadaran batin bahwa seseorang melaksanakan puasa karena Allah SWT. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Syarat ini berfungsi untuk menghadirkan keikhlasan. Tanpanya, puasa hanya menjadi kegiatan menahan lapar tanpa nilai spiritual. Karena itu, penting bagi setiap muslim untuk memperbaharui niatnya agar amalan benar-benar menjadi ibadah yang bermakna.

Selain menjadi syarat sah ibadah, niat juga melatih kejujuran hati. Dengan niat yang benar, seorang muslim belajar untuk menata tujuan hidupnya agar selaras dengan kehendak Allah SWT. Setiap hari ia diingatkan untuk memulai segala sesuatu dengan kesadaran bahwa semua amal dilakukan semata-mata karena Allah, bukan untuk pujian atau kebiasaan semata.

Baca juga: Pengertian dan Rukun Puasa dalam Islam

Lafadz Niat Puasa

Para ulama sepakat bahwa niat cukup di dalam hati. Namun, melafalkan niat secara lisan dianggap sunnah sebagai bentuk penguat kesadaran. Lafadz niat puasa Ramadan yang umum dibaca adalah:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ لِلّٰهِ تَعَالَى
“Aku berniat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban di bulan Ramadan tahun ini karena Allah Ta‘ala.”

Hal ini membantu hati agar lebih fokus dan sadar akan tujuan ibadahnya, bukan sekadar kebiasaan tahunan.

gambar lafadz niat puasa
Lafadz niat puasa

Waktu Pelaksanaan

Untuk puasa wajib seperti Ramadan, harus dilakukan pada malam hari sebelum fajar. Jika seseorang baru berniat setelah subuh, maka puasanya tidak sah menurut mayoritas ulama. Adapun untuk puasa sunnah, boleh dilakukan setelah terbit fajar, selama belum makan, minum, atau melakukan hal yang membatalkan puasa.

Penting bagi setiap muslim untuk tidak lupa meniatkan puasanya setiap malam, karena niat termasuk syarat wajib. Tanpa niat, puasa tidak dianggap sah di sisi Allah SWT.

Menjaga niat setiap malam menjelang puasa juga menjadi latihan disiplin rohani. Hati yang terbiasa berniat karena Allah akan lebih mudah menjaga kesucian amal sepanjang hari. Dari hal yang sederhana inilah lahir kekuatan spiritual yang membuat ibadah puasa menjadi lebih bermakna dan bernilai di sisi Allah SWT.

Sedekah Abu Bakar dan Umar di Perang Tabuk

Sedekah Abu Bakar dan Umar di Perang Tabuk

Dalam sejarah Islam, banyak kisah inspiratif tentang keikhlasan sahabat Nabi ﷺ dalam berinfak di jalan Allah. Salah satunya adalah peristiwa yang terjadi menjelang Perang Tabuk, ketika Rasulullah ﷺ menyeru kaum muslimin untuk bersedekah demi mendukung perjuangan. Pada saat itulah tercatat kisah mulia tentang sedekah Abu Bakar dan Umar.

sedekah harta rampasan perang, harta karun. kisah sedekah Umar bin Khattab dan Abu Bakar di Perang Tabuk
Ilustrasi sedekah harta perang Sayyidina Umar dan Abu Bakar (gambar hanya ilustrasi. foto: freepik)

 

Kisah Sedekah Abu Bakar dan Umar

Ketika Rasulullah ﷺ mengajak para sahabat untuk memberikan harta mereka, Umar bin Khattab r.a. datang dengan membawa setengah dari hartanya. Rasulullah ﷺ kemudian bertanya, “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu, wahai Umar?” Umar menjawab, “Aku tinggalkan sebanyak yang kubawa.”

Tak lama kemudian, Abu Bakar r.a. pun datang dengan membawa seluruh hartanya. Rasulullah ﷺ bertanya kepadanya, “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu, wahai Abu Bakar?” Ia menjawab, “Aku tinggalkan Allah dan Rasul-Nya.”

Kedua sahabat mulia ini memperlihatkan bagaimana kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya mampu mendorong mereka untuk bersedekah dengan penuh keikhlasan.

Pondok Quran Almuanawiyah Jombang

Sedekah Melipatgandakan Kebaikan

Allah berfirman:

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir biji yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 261).

Allah ﷻ dalam surah Al-Baqarah ayat 261 menjelaskan bahwa sedekah ibarat menanam sebutir biji yang tumbuh menjadi tujuh bulir, dan setiap bulir berisi seratus biji. Artinya, satu amal kebaikan bisa dilipatgandakan hingga tujuh ratus kali lipat, bahkan lebih sesuai kehendak Allah.

Ayat ini memberi isyarat bahwa harta yang kita keluarkan tidak akan hilang, melainkan justru berkembang menjadi pahala yang berlipat ganda. Sama seperti benih yang ditanam di tanah subur, ia akan tumbuh dan memberi hasil yang berlimpah. Maka, sedekah tidak mengurangi harta, tetapi menambah keberkahan hidup di dunia dan akhirat.

Baca juga: Cerita Teladan Sedekah dari Ummu Umarah

Kisah sedekah Abu Bakar dan Umar dalam Perang Tabuk menjadi teladan bagi umat Islam untuk senantiasa berinfak di jalan Allah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Semangat mereka adalah cermin bahwa harta yang kita miliki sesungguhnya hanyalah titipan, dan pengorbanan di jalan Allah akan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda.

Mari kita lanjutkan semangat kedermawanan para sahabat dengan mendukung pendidikan Islam. Melalui program Wakaf Pendidikan Al Muanawiyah, setiap rupiah yang kita sisihkan akan menjadi amal jariyah yang pahalanya terus mengalir. Bergabunglah bersama para pewakaf, insyaAllah menjadi bekal terbaik menuju akhirat.

Marak di Kalangan Artis, Bagaimana Hukum Operasi Plastik?

Marak di Kalangan Artis, Bagaimana Hukum Operasi Plastik?

Al MuanawiyahBelakangan ini, fenomena operasi plastik semakin marak diperbincangkan, terutama di kalangan artis. Banyak figur publik yang secara terang-terangan mengakui telah melakukan operasi plastik demi alasan penampilan. Namun, sebagai seorang Muslim, tentu muncul pertanyaan: bagaimana hukum operasi plastik dalam Islam?

Pandangan Ulama tentang Operasi Plastik

Dalam forum bahtsul masail NU tahun 2006, para kiai membedakan antara operasi plastik yang dilakukan karena alasan kesehatan dan yang dilakukan murni untuk estetika. Jika operasi dilakukan untuk mengembalikan fungsi tubuh, menghilangkan cacat, atau memperbaiki kerusakan akibat kecelakaan, hukumnya boleh.

Syekh Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan:
“Boleh memindah anggota badan dari satu tempat di tubuh seseorang ke tempat lain, selama manfaatnya lebih besar daripada mudaratnya. Disyaratkan pula operasi itu dilakukan untuk mengembalikan bentuk semula, memperbaiki cacat, atau menghilangkan gangguan fisik dan psikis.” (Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, VIII: 5124).

Dengan kata lain, jika operasi plastik bertujuan menghilangkan rasa sakit, tekanan batin, atau memperbaiki cacat fisik, maka Islam memberikan keringanan.

gambar wajah wanita digambar ilustrasi hukum operasi plastik dalam Islam
Ilustrasi hukum operasi plastik (foto: freepik)

Larangan Operasi Plastik untuk Mengubah Ciptaan Allah

Namun berbeda halnya jika operasi plastik hanya bertujuan mengubah bentuk tubuh agar tampak lebih cantik atau tampan, padahal tidak ada cacat yang mengganggu. Imam Ath-Thabari dalam Fathul Bari menegaskan, mengubah ciptaan Allah untuk sekadar memperindah diri termasuk perbuatan yang terlarang. Misalnya, mencabut alis hingga mengubah bentuk wajah, atau memperbesar bagian tubuh agar sesuai standar kecantikan tertentu.

Baca juga: Potensi Zakat Tunjangan DPR dan Peluang Kebermanfaatannya

Fenomena Artis dan Relevansinya

Kini, tidak sedikit artis yang memilih jalan operasi plastik demi alasan penampilan. Mereka beranggapan bahwa popularitas menuntut kesempurnaan wajah dan tubuh. Namun dari kacamata Islam, tindakan seperti ini perlu dilihat secara hati-hati. Jika hanya didorong oleh tren, gengsi, atau ingin mengikuti standar kecantikan modern, maka hal itu bisa masuk dalam kategori tahrim (terlarang).

Meski demikian, jika operasi tersebut dilakukan karena faktor medis, seperti rekonstruksi akibat kecelakaan atau luka bakar, atau untuk membuka saluran pernafasan yang terhambat, maka hukumnya mubah bahkan bisa bernilai maslahat.

Hikmah yang Bisa Diambil

Fenomena ini memberikan pelajaran bahwa kecantikan sejati bukan sekadar soal fisik. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian.” (HR. Muslim).

Artinya, penilaian utama dalam Islam bukanlah pada fisik, melainkan pada hati dan amal. Maka, daripada berfokus pada penampilan luar semata, lebih baik memperindah akhlak dan memperbanyak amal kebaikan.

Kesimpulan

Berdasarkan pandangan para ulama dan hasil bahtsul masail NU, hukum operasi plastik terbagi dua:

  1. Boleh, jika untuk mengembalikan fungsi tubuh, menghilangkan cacat, atau mengatasi gangguan psikis dan fisik.

  2. Haram, jika hanya untuk mengubah ciptaan Allah demi memperindah diri tanpa kebutuhan medis.

Fenomena artis yang ramai melakukan operasi plastik hendaknya menjadi refleksi, bahwa Islam mengajarkan keseimbangan antara menjaga penampilan dan tetap mensyukuri ciptaan Allah.

Referensi: NU Online

Manfaat Rukuk Shalat untuk Kesehatan dan Jiwa

Manfaat Rukuk Shalat untuk Kesehatan dan Jiwa

Al-Muanawiyah – Shalat bukan hanya ibadah yang menghubungkan seorang hamba dengan Allah, tetapi juga mengandung hikmah besar bagi kesehatan tubuh. Salah satu gerakan penting di dalamnya adalah rukuk. Jika dilakukan dengan benar sesuai sunnah Rasulullah ﷺ, rukuk dapat memberikan banyak manfaat, baik secara fisik maupun spiritual. Tak heran jika para ulama dan ahli kesehatan menyoroti manfaat rukuk shalat sebagai amalan yang mampu menjaga kelenturan tubuh, melatih konsentrasi, sekaligus menumbuhkan kerendahan hati di hadapan Allah.

Baca juga: Keutamaan Shalat Tepat Waktu dan Dampaknya pada Kehidupan

 

Dalil Tentang Rukuk dalam Shalat

Rukuk adalah salah satu rukun shalat yang tidak boleh ditinggalkan. Allah ﷻ berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu, dan perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan.”
(QS. Al-Hajj: 77)

Rasulullah ﷺ juga menegaskan dalam sabdanya:

“Kemudian rukuklah hingga kamu tenang dalam rukuk, lalu bangkitlah hingga kamu berdiri lurus.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dari dalil ini, jelas bahwa rukuk tidak hanya sekadar menundukkan badan, tetapi harus dilakukan dengan penuh khidmat agar shalat khusyuk dan tenang serta mendapat keberkahan.

gambar animasi pria sedang melakukan rukuk shalat sebagai ilustrasi Manfaat Rukuk Shalat untuk Kesehatan dan Jiwa
Ilustrasi manfaat rukuk shalat (foto: freepik)

Tata Cara Rukuk yang Benar

Agar gerakan rukuk memberikan manfaat sempurna, berikut tata cara yang diajarkan Rasulullah ﷺ:

  1. Menurunkan badan dengan punggung lurus, sejajar dengan kepala.

  2. Tangan menggenggam lutut, dengan jari-jari merenggang.

  3. Pandangan mengarah ke tempat sujud.

  4. Membaca doa rukuk:
    سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ
    Subhaana rabbiyal ‘adhiimi wa bihamdih
    (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung dan dengan memuji-Nya).

  5. Tenang dalam posisi rukuk, tidak terburu-buru, sampai semua anggota tubuh benar-benar mantap.

Baca juga: Bahaya Tidur Pagi Menurut Hadits dan Sains

Manfaat Rukuk Shalat untuk Kesehatan

Gerakan rukuk tidak hanya memiliki nilai ibadah, tetapi juga memberikan dampak positif bagi tubuh:

  1. Menjaga kelenturan tulang belakang – posisi lurus saat rukuk melatih postur tubuh agar tidak bungkuk.

  2. Melancarkan aliran darah ke otak – posisi kepala sejajar punggung membuat peredaran darah lebih optimal.

  3. Menguatkan otot punggung dan perut – gerakan menahan tubuh di posisi tertentu melatih stabilitas otot inti.

  4. Meregangkan otot paha dan betis – baik untuk fleksibilitas dan mengurangi ketegangan sendi.

  5. Melatih keseimbangan tubuh – dengan tangan menempel pada lutut, tubuh terbiasa stabil.

  6. Mengurangi stres dan memberi ketenangan jiwa – doa yang dibaca dalam rukuk membawa ketenangan batin.

Hikmah Rukuk dalam Kehidupan

Selain manfaat fisik, rukuk juga mengandung pesan spiritual yang mendalam. Gerakan ini mengajarkan manusia untuk merendahkan diri di hadapan Allah ﷻ, menumbuhkan rasa syukur, serta menyingkirkan kesombongan. Rukuk adalah simbol kerendahan hati seorang hamba yang menyadari kelemahannya di hadapan Sang Pencipta.

Rukuk bukan sekadar gerakan dalam shalat, melainkan ibadah yang membawa kebaikan lahir dan batin. Dengan memahami tata cara yang benar, seorang muslim dapat meraih manfaat rukuk shalat secara sempurna, baik untuk kesehatan tubuh maupun ketenangan jiwa.

Bahaya Tidur Pagi Menurut Hadits dan Sains

Bahaya Tidur Pagi Menurut Hadits dan Sains

Al-Muanawiyah – Tidur adalah kebutuhan alami manusia, namun Islam memberikan arahan waktu yang baik untuk tidur dan bangun. Salah satu kebiasaan yang kurang baik adalah tidur di pagi hari, terutama setelah salat Subuh. Rasulullah ﷺ telah mengingatkan secara tersirat bahaya tidur pagi dalam sebuah doa:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا
“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu pagi mereka.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Hadits ini menegaskan bahwa waktu pagi adalah saat turunnya keberkahan. Jika justru digunakan untuk tidur, maka keberkahan itu bisa hilang. Oleh karena itu, memahami bahaya tidur pagi sangat penting, baik dari sisi agama maupun kesehatan.

Baca juga: Doa Bangun Tidur: Dalil, Manfaat, dan Keutamaannya

bahaya tidur pagi bagi tubuh menurut hadits dan sains. tidur pagi menggangu hormon dan siklus sikardian tubuh, menurunkan daya ingat dan konsentrasi, serta membuat tubuh menjadi malas
Bahaya tidur pagi menurut hadits dan sains (foto: freepik)

Akibat Buruk Tidur di Pagi Hari Menurut Perspektif Islam

Dalam banyak nasihat ulama, tidur di pagi hari dianggap menghilangkan semangat, rezeki, dan keberkahan. Imam Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad menjelaskan bahwa tidur di waktu pagi dapat merugikan kesehatan badan, menghilangkan sebagian kecerdasan, membuat badan malas, dan menghalangi rezeki.

Pagi hari adalah momen terbaik untuk berdzikir, menuntut ilmu, dan bekerja. Jika dipakai untuk tidur, maka seseorang bisa kehilangan keberkahan aktivitas dan peluang kebaikan yang besar. Itu juga merupakan dampak bahaya banyak tidur bagi Muslim yang seharusnya menjadi manusia yang produktif.

Bahaya Tidur Pagi Menurut Sains

Selain larangan agama, ilmu kesehatan modern juga menemukan fakta yang selaras. Beberapa bahaya tidur pagi antara lain:

  1. Mengganggu ritme sirkadian tubuh
    Tubuh memiliki jam biologis alami yang mengikuti siklus terang-gelap. Tidur pagi dapat mengacaukan siklus ini, membuat tubuh lemas di siang hari dan susah tidur di malam hari.

  2. Menurunkan produktivitas otak
    Studi menunjukkan otak bekerja optimal di pagi hari. Jika waktu ini dipakai untuk tidur, maka daya ingat, konsentrasi, dan kreativitas bisa menurun drastis.
  3. Memperlambat metabolisme
    Tidur pagi setelah sarapan atau tanpa aktivitas dapat memperlambat pembakaran kalori, sehingga meningkatkan risiko obesitas, diabetes, dan gangguan metabolik lainnya.

  4. Meningkatkan risiko gangguan suasana hati
    Tidur di waktu yang tidak tepat sering menimbulkan sleep inertia, yaitu rasa berat, pusing, dan mood yang buruk setelah bangun tidur.

  5. Mengurangi paparan sinar matahari
    Tidur pagi membuat tubuh kehilangan kesempatan mendapat vitamin D alami dari sinar matahari. Padahal, vitamin D penting untuk kesehatan tulang, daya tahan tubuh, dan hormon.

Baca juga: Manfaat Rukuk Shalat untuk Kesehatan dan Jiwa

Dari penjelasan di atas, jelas bahwa bahaya tidur pagi bukan sekadar nasihat agama, tetapi juga terbukti secara ilmiah. Islam mengajarkan bahwa pagi hari adalah waktu penuh berkah untuk beribadah, belajar, dan bekerja. Maka, sebaiknya umat Muslim mengisi waktu pagi dengan hal-hal bermanfaat, bukan tidur yang justru melemahkan fisik dan menghilangkan keberkahan.

Global Sumud Flotilla, Simbol Keberanian Membela Palestina

Global Sumud Flotilla, Simbol Keberanian Membela Palestina

Apa Itu Global Sumud Flotilla?

Global Sumud Flotilla (GSF) adalah inisiatif kemanusiaan internasional yang diluncurkan pertengahan 2025, sebagai upaya sipil untuk menerobos blokade laut yang diberlakukan Israel terhadap Jalur Gaza.

Ada ratusan relawan dan aktivis dari lebih dari 40 negara yang ikut dalam GSF, termasuk dokter, pelaut, seniman, pekerja sosial, dan pemuka agama. Mereka bergerak di bawah koordinasi beberapa organisasi seperti Freedom Flotilla Coalition, Global Movement to Gaza, Maghreb Sumud Flotilla, dan Sumud Nusantara.

Misi utama mereka adalah:

  • membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza: makanan, obat-obatan, bahan medis, kebutuhan dasar lainnya, karena warga Gaza menghadapi kekurangan akut akibat blokade.

  • menantang blokade laut Israel dan membuka koridor kemanusiaan melalui jalur laut.

  • menyuarakan keadilan, mencuri perhatian dunia agar masyarakat internasional melihat penderitaan warga Palestina dan mengambil langkah nyata.

Global Sumud Flotilla gerakan menembus blokade Gaza Palestina melalui jalur air dengank kapal
Kapal Global Sumud Flotilla (foto: www.middleeasteye.net)

Latar Belakang Global Sumud Flotilla

Beberapa latar belakang yang mendorong lahirnya gerakan ini:

  • Blokade laut Israel terhadap Gaza sudah berlangsung lama (sejak 2007), membuat Gaza menjadi “penjara terbuka” bagi warga sipil, dengan hambatan besar terhadap suplai makanan, obat-obatan, dan kebutuhan dasar lainnya.

  • Krisis kemanusiaan yang makin parah: kurangnya akses air bersih, masalah kesehatan, dan kondisi gizi buruk (kelaparan). Kesulitan ini terus memburuk di era konflik yang terus bergulir.

  • Frustrasi terhadap kegagalan lembaga internasional dan pemerintah dunia dalam menghentikan penderitaan warga Gaza, membuat banyak orang merasa bahwa aksi nyata (solidaritas) sangat diperlukan.

Baca juga: Sejarah Masjid Al Aqsa sebagai Kiblat Pertama Umat Islam

Hikmah Global Sumud Flotilla bagi Masyrakat luas

Gerakan Global Sumud Flotilla menyimpan banyak pelajaran berharga bagi umat, terutama bagi mereka yang masih belum menyadari pentingnya membela Palestina. Pertama, aksi ini menunjukkan bahwa persaudaraan sesama Muslim dan sesama manusia melampaui batas negara. Walau berbeda bangsa, bahasa, dan budaya, para relawan tetap bersatu untuk menegakkan keadilan dan membela rakyat Palestina. Kedua, flotilla mengajarkan bahwa solidaritas tidak cukup hanya berupa kata-kata atau slogan. Membawa bantuan, menghadapi risiko di laut, dan menembus blokade menjadi bukti nyata bahwa keberpihakan harus diwujudkan dalam tindakan.

Selain itu, kata sumud sendiri bermakna keteguhan. Dari sini kita belajar bagaimana keteguhan hati mampu mengalahkan rasa takut, meskipun tantangan besar menghadang. Hikmah lainnya adalah munculnya panggilan moral bagi setiap individu. Tidak semua orang bisa berlayar langsung ke Gaza. Tetapi setiap kita tetap dapat berkontribusi melalui doa, menyebarkan informasi yang benar, berdonasi, atau mendesak pihak berwenang agar lebih berpihak kepada rakyat Palestina.

Pada akhirnya, gerakan ini juga menegaskan bahwa membela kaum tertindas adalah bagian dari ibadah sosial yang mulia. Membantu Gaza bukan sekadar urusan politik. Melainkan bagian dari jihad kemanusiaan yang damai, yang justru semakin menguatkan iman dan rasa tanggung jawab kita sebagai umat.

Tanda Suci dari Haid yang Benar agar Ibadah Tidak Keliru

Tanda Suci dari Haid yang Benar agar Ibadah Tidak Keliru

Haid adalah ketentuan Allah yang alami bagi perempuan. Namun, dalam praktik ibadah sehari-hari, sering muncul pertanyaan: kapan seorang perempuan dianggap sudah suci dari haid dan kembali boleh beribadah? Untuk menjawab hal ini, para ulama merujuk kepada dalil shahih tentang tanda suci dari haid yang pernah dijelaskan oleh istri Nabi ﷺ, Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Baca juga: Ringkasan Fiqh Haid: Urgensi, Batasan Waktu, dan Tanda Suci

Dalil tentang Tanda Suci dari Haid

Dalam sebuah riwayat shahih disebutkan,

“Kaum wanita mengirimkan kain yang terdapat bekas darah haid kepada Aisyah, untuk menanyakan tentang shalat. Maka Aisyah berkata kepada mereka: ‘Janganlah kalian tergesa-gesa (menganggap sudah suci), sampai kalian melihat cairan putih (القصَّة البيضاء / al-qashshah al-baydha’).’
(HR. Malik dalam Al-Muwaththa’ no. 130, dinilai shahih).

Hadits ini menjadi dasar penting bahwa tanda suci dari haid adalah keluarnya cairan putih bening dari rahim setelah darah berhenti. Dengan begitu, seorang perempuan baru diwajibkan mandi besar (ghusl) dan dapat kembali menunaikan shalat, puasa, serta ibadah lainnya.

gambar pembalut wanita dengan bercak merah di atasnya menggambarkan haid
Ilustrasi haid (foto: freepik)

Pentingnya Memahami Siklus Haid

Mengetahui siklus ini sangat penting agar seorang perempuan tidak terburu-buru dalam memutuskan suci. Jika belum terlihat tanda tersebut, ibadah seperti shalat atau puasa belum sah dilakukan. Sebaliknya, jika sudah jelas tanda sucinya, maka tidak boleh menunda mandi wajib dan mengerjakan ibadah.

Selain itu, para ulama juga menyebutkan bahwa sebagian perempuan tidak mengalami cairan putih, melainkan cukup dengan berhentinya darah secara total. Hal ini juga dianggap tanda suci yang sah menurut banyak pendapat.

Para ulama juga menjelaskan bahwa menjelang suci, terkadang perempuan masih melihat bercak-bercak dengan warna yang berbeda dari darah haid. Dalam hal ini, Ummu ‘Athiyyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan:

“Kami tidak menganggap bercak kekuningan dan keruh (كُدْرَةً وَصُفْرَةً) setelah suci sebagai sesuatu (yakni bukan darah haid).”
(HR. Abu Dawud no. 307, dinilai shahih oleh Al-Albani).

Artinya, apabila seorang perempuan sudah berhenti dari darah merah atau hitam, lalu muncul bercak kekuningan atau keruh menjelang suci, maka itu tidak lagi dianggap sebagai haid. Dengan demikian, dia sudah dihukumi suci dan boleh melaksanakan ibadah setelah mandi wajib.

Pemahaman tentang ini membantu kaum muslimah agar lebih yakin dalam beribadah dan tidak ragu-ragu. Dengan berpegang pada dalil shahih dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, perempuan bisa lebih mudah membedakan kapan masa haid benar-benar telah selesai. Semoga kita semua dimudahkan untuk senantiasa menjaga ibadah dengan benar sesuai tuntunan syariat.

Abdullah bin Ummi Maktum, Teladan Semangat dan Ketaatan

Abdullah bin Ummi Maktum, Teladan Semangat dan Ketaatan

Al-Muanawiyah – Nama Abdullah bin Ummi Maktum tercatat indah dalam sejarah Islam. Ia adalah sahabat Rasulullah ﷺ yang buta sejak lahir, namun semangatnya dalam menuntut ilmu dan menjaga shalat berjamaah tetap bersinar. Bahkan, kisah perjumpaannya dengan Nabi ﷺ diabadikan dalam Al-Qur’an, yaitu dalam surat ‘Abasa.

Semangat Belajar di Tengah Keterbatasan

Abdullah bin Ummi Maktum dikenal sebagai pribadi yang haus akan ilmu. Ia sering mendatangi Rasulullah ﷺ untuk mendengarkan wahyu dan mempelajari ajaran Islam. Suatu ketika, ia datang saat Rasulullah ﷺ sedang berdakwah kepada para pemuka Quraisy. Nabi sempat bermuka masam, namun Allah ﷻ menegur beliau dengan turunnya surat ‘Abasa. Hal ini menjadi bukti betapa mulianya kedudukannya di sisi Allah.

Baca juga: Tanda Ilmu yang Bermanfaat Bagi Kehidupan Sehari-Hari

Menjaga Shalat Berjamaah

Kisah lain yang tak kalah menginspirasi adalah tentang shalat berjamaah. Abdullah pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ apakah ia boleh shalat di rumah karena buta dan sulit berjalan ke masjid. Namun, Nabi bertanya, “Apakah engkau mendengar adzan?” Abdullah menjawab, “Ya.” Rasulullah ﷺ pun bersabda:

“Penuhilah panggilan itu (untuk shalat berjamaah).”
(HR. Muslim)

Sejak itu, beliau tetap berusaha datang ke masjid meskipun dengan keterbatasan. Semangatnya memberi teladan bahwa shalat berjamaah adalah kewajiban yang sebaiknya tidak ditinggalkan, khususnya bagi kaum laki-laki.

Muadzin Rasulullah ﷺ

Selain dikenal sebagai penuntut ilmu, beliau juga dipercaya Rasulullah ﷺ sebagai muadzin, bergantian dengan Bilal bin Rabah. Kehadiran beliau sebagai pengumandang adzan menandakan keistimewaannya dalam masyarakat Muslim awal, meski fisiknya terbatas. Suara adzannya mengajak kaum Muslimin untuk datang menegakkan shalat bersama.

abdullah bin ummi maktum yang menjadi asbabun nuzul surat Abasa, hadits tentang keutamaan shalat berjamaah
Ilustrasi muadzin Abdullah bin Ummi Maktum. Bukan gambaran aslinya (foto: dakwah.id)

 

Penjaga Madinah Saat Perang

Beliau juga mendapat amanah besar ketika Rasulullah ﷺ keluar untuk berperang. Beliau beberapa kali ditunjuk sebagai pemimpin sementara di Madinah, memimpin kaum Muslimin dalam urusan ibadah. Ini membuktikan kepercayaan yang tinggi dari Rasulullah ﷺ kepada dirinya.

Kisah Abdullah bin Ummi Maktum adalah cermin kesungguhan seorang Muslim sejati. Meski memiliki keterbatasan fisik, beliau tidak pernah menyerah untuk belajar, berdakwah, dan menjaga shalat tepat waktu dan berjamaah. Semangat beliau mengajarkan kepada kita bahwa kekurangan bukan alasan untuk lalai, justru menjadi jalan untuk meraih kedudukan mulia di sisi Allah ﷻ.