Tafsir Al Zalzalah: Setiap Amal Pasti Dipertanggungjawabkan

Tafsir Al Zalzalah: Setiap Amal Pasti Dipertanggungjawabkan

Surat Az-Zalzalah (الزلزلة) adalah surat ke-99 dalam Al-Qur’an yang terdiri dari delapan ayat. Surat ini turun di Madinah dengan pokok pembahasan hari kiamat, hisab amal, dan keadilan Allah SWT yang sempurna. Tafsir Al Zalzalah memberikan kita semangat beribadah dan beramal. Allah akan menghitung amal mereka, baik besar maupun kecil.

Tafsir Al Zalzalah Ayat 1–6: Bumi Bergoncang dan Menjadi Saksi

Bumi Bergoncang

Allah berfirman:

إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا
“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat).” (QS. Az Zalzalah: 1)

Ibnu Abbas menjelaskan bahwa maksudnya bumi bergoncang dari bawahnya. Inilah keguncangan besar yang tidak dapat ditolak siapa pun. Hal ini senada dengan firman Allah dalam QS. Al Hajj: 1 yang menyebut bahwa kegoncangan kiamat adalah kejadian yang amat dahsyat.

Bumi Mengeluarkan Isinya

Ayat berikutnya menyebut:

وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا
“Dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandungnya).” (QS. Az Zalzalah: 2)

Para mufassir menafsirkan bahwa maksudnya bumi mengeluarkan jasad-jasad manusia yang ada di dalamnya, sebagaimana ditegaskan pula dalam QS. Al Insyiqaq: 3–4.

Baca juga: Asbabun Nuzul Al Zalzalah: Setiap Amal Kecil Pasti Dibalas

Manusia Bertanya-Tanya

وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا
“Dan manusia berkata: ‘Ada apa dengan bumi ini?’” (QS. Az Zalzalah: 3)

Ibnu Katsir menuturkan, sebelumnya bumi tenang, tetapi pada hari itu ia bergejolak hebat. Manusia pun terkejut dan bertanya-tanya, karena keluarnya mayat-mayat dan peristiwa besar itu tak pernah mereka saksikan sebelumnya.

Bumi Menjadi Saksi

يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4) بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا (5)
“Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan kepadanya.” (QS. Az Zalzalah: 4–5)

Menurut Syaikh As-Sa’di, bumi akan bersaksi atas semua amal yang pernah dilakukan manusia di atasnya. Segala kebaikan dan keburukan yang pernah tercatat di tanah, rumah, jalan, hingga ladang, semuanya akan “berbicara” dengan izin Allah. Ibnul Qayyim menambahkan, orang yang banyak berdzikir di berbagai tempat akan mendapati tempat-tempat itu menjadi saksi baginya di akhirat.

Manusia Dikeluarkan untuk Diadili

يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ
“Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan beraneka ragam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka.” (QS. Az Zalzalah: 6)

Inilah saat di mana manusia digiring dari kubur, lalu ditampakkan amal mereka satu per satu, tanpa ada yang tersembunyi. (1)

Baca juga: Abdullah bin Ummi Maktum, Teladan Semangat dan Ketaatan

Tafsir Kata “Dzarrah”

Ayat penutup surat ini menegaskan:

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ . وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

Mitsqal berarti ukuran berat, sehingga mitsqal dzarrah berarti seberat dzarrah. Para ulama menafsirkan dzarrah sebagai sesuatu yang sangat kecil: ada yang menafsirkannya semut merah, butiran tanah, biji mustard, bahkan debu kecil di udara. Ibnul Jauzi menyimpulkan bahwa penyebutan dzarrah hanyalah perumpamaan agar manusia paham bahwa Allah tidak akan menzalimi hamba-Nya, baik pada amal kecil maupun besar. (2)

tafsir al zalzalah, asbabun nuzul al zalah. Biji mustard atau mustard seed yang menggambarkan berat dzarrah zarah zarrah dalam surat Al Zalzalah. Setiap amal akan dibalas dipertanggungjawabkan
Biji mustard, yang disetarakan dengan “zarrah” dalam tafsir Al Zalzalah (foto: media.gettyimages.com)

 

Hikmah Singkat Al Zalzalah

Dari tafsir ini, jelaslah bahwa tidak ada satu pun amal yang sia-sia. Amal kecil seperti senyum, menyingkirkan duri di jalan, atau doa lirih di malam hari, semuanya tercatat. Begitu pula dosa sekecil apa pun akan mendapat balasan. Keyakinan ini menguatkan optimisme seorang mukmin, bahwa keadilan Allah pasti ditegakkan, meski di dunia manusia sering tidak menemukan keadilan.

Referensi 

(1) Tafsir Surat Al Zalzalah: Kebaikan dan Kejelekan Walau Sebesar Dzarrah akan Dibalas – Rumaysho.Com

(2) Makna Dzarrah dalam al-Quran – KonsultasiSyariah.com

Sejarah Buya Hamka: Sastrawan dan Tokoh Dakwah Inspiratif

Sejarah Buya Hamka: Sastrawan dan Tokoh Dakwah Inspiratif

Sejarah Buya Hamka adalah perjalanan penuh semangat dan pengabdian seorang ulama besar, sastrawan, dan pemimpin dakwah di Indonesia. Lahir pada 17 Februari 1908 di Agam, Sumatera Barat, Abdul Malik Karim Amrullah—yang lebih dikenal sebagai Buya Hamka—menorehkan jejak dakwah yang panjang dan mendalam, hingga diakui sebagai Pahlawan Nasional.

Masa Kecil Buya Hamka yang Pemberontak dan Penuh Rasa Ingin Tahu

Sejak kecil, Hamka tumbuh dalam lingkungan religius. Ayahnya, Abdul Karim Amrullah atau Haji Rasul, adalah ulama pembaru di Minangkabau. Namun, kecilnya Hamka dikenal memiliki sifat pemberontak, enggan mengikuti jalur pendidikan formal yang kaku. Ia lebih suka belajar secara otodidak, membaca buku, dan berdiskusi di surau.

Pada usia belasan tahun, Hamka sudah berani merantau ke berbagai kota di Sumatera, bahkan sampai ke Jawa. Keinginannya untuk mencari ilmu dan pengalaman membuatnya banyak berinteraksi dengan tokoh-tokoh pergerakan. Di tanah rantau, Hamka tidak hanya belajar agama, tetapi juga menyerap gagasan kebangsaan, modernitas, dan kebudayaan. Pengalaman merantau inilah yang membentuk wawasannya luas, kritis, dan berani mengambil posisi sebagai tokoh masyarakat.

Perjalanan masa mudanya yang penuh petualangan dan keberanian menjadi cikal bakal kepemimpinannya di kemudian hari. Hamka tumbuh bukan hanya sebagai ulama, tetapi juga sebagai penulis produktif, pemimpin organisasi, dan pemikir bangsa yang dihormati.

Buya Hamka tokoh nasioanal Indonesia yang memiliki karya fenomenal Tenggelamnya Kapal Van der Wijck
Buya Hamka dan karya-karyanya

Perantauan dan Karier Dakwah

Setelah kembali dari rantau, Hamka aktif sebagai guru, wartawan, dan penulis. Ia memimpin majalah Pedoman Masyarakat di Medan dan menulis karya sastra yang berpengaruh—seperti Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapal van der Wijck. Lewat karya-karyanya, ia menyampaikan pesan moral, nilai Islam, dan kritik sosial yang halus.

Hamka juga menjadi motor penggerak Muhammadiyah di Sumatera Barat, menguatkan basis dakwah modernis yang berpadu dengan budaya lokal. Saat perjuangan kemerdekaan, ia turut memimpin Barisan Pengawal Nagari dan Kota (BPNK), menunjukkan bahwa dakwahnya tidak hanya di mimbar, tetapi juga di medan perjuangan bangsa.

Baca juga:  Mohammad Natsir, Teladan Pejabat Pemerintahan yang Sederhana

Karya Monumental dan Kiprah Organisasi

Salah satu kontribusi terbesar Buya Hamka adalah Tafsir Al-Azhar, karya tafsir Al-Qur’an yang ditulisnya saat dipenjara oleh rezim Orde Lama. Tafsir ini hingga kini menjadi rujukan utama umat Islam di Asia Tenggara.

Selain itu, Hamka juga dipercaya memimpin Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama pada 1975. Meskipun sempat bersinggungan dengan penguasa, ia tetap konsisten menyuarakan kebenaran. Keteguhan sikapnya menunjukkan bahwa peran ulama bukan sekadar memberi nasihat, tetapi juga menjaga moral bangsa.

Warisan Abadi Buya Hamka

Buya Hamka mendapat gelar doktor kehormatan dari Universitas al-Azhar Kairo dan Universitas Nasional Malaysia. Untuk mengenangnya, Universitas Muhammadiyah Hamka (UHAMKA) di Jakarta pun dinamai atas jasanya.

Warisan terbesar Buya Hamka bukan hanya ribuan halaman buku yang ditinggalkan, tetapi juga keteladanan akhlaknya. Dari masa kecilnya yang keras kepala, remajanya yang gemar merantau, hingga dewasa menjadi tokoh bangsa, perjalanan Hamka adalah bukti bahwa keberanian mencari ilmu dan kesungguhan dalam dakwah dapat melahirkan perubahan besar.

Sejarah Buya Hamka memberi pelajaran berharga bahwa kegigihan sejak muda dapat menumbuhkan sosok berpengaruh di kemudian hari. Sifatnya yang pemberontak bukan berarti kelemahan, melainkan energi positif untuk mencari jalan kebenaran. Hingga kini, Buya Hamka tetap menjadi inspirasi: seorang ulama, sastrawan, dan pahlawan yang meninggalkan warisan ilmu dan akhlak bagi umat dan bangsa.

Bahaya Banyak Bicara Bagi Hati dan Kekhusyukan Ibadah

Bahaya Banyak Bicara Bagi Hati dan Kekhusyukan Ibadah

Di era digital seperti sekarang, manusia tidak hanya berbicara melalui lisan, tetapi juga lewat tulisan. Dengan sekali ketikan di media sosial, pesan bisa tersebar ke seluruh dunia. Namun, kemudahan ini membawa risiko besar. Banyak orang lupa menjaga ucapannya, baik secara lisan maupun perilaku online. Padahal, bahaya banyak bicara tidak hanya muncul dari mulut, tetapi juga dari jari-jari yang menuliskan kata-kata tanpa pikir panjang. Dalam kitab Nashaihul Ibad dijelaskan bahwa salah satu sebab hati menjadi keras adalah banyak bicara yang sia-sia. Artinya, menjaga adab dalam berbicara bukan hanya perkara etika sosial, tetapi juga bagian dari proses penyucian jiwa. Jika ucapan tidak dikendalikan, maka akan menimbulkan kesalahpahaman, memicu permusuhan, dan merusak ketenangan hati.

Dalil tentang Lisan dalam Islam

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits ini menegaskan pentingnya menjaga lisan. Semakin banyak bicara tanpa adab berbicara yang baik, semakin besar pula kemungkinan seseorang tergelincir. Baik pada dosa, baik berupa ghibah, namimah, maupun ucapan sia-sia.

Dua pria berambut pirang sedang beradu mulut, ilustrasi bahaya banyak bicara bagi hati dan kekhusyukan ibadah.
Menghindari adu mulut yang tidak perlu agar terhindar dari bahaya banyak bicara (foto: freepik)

Mengapa Banyak Bicara Bisa Mengeraskan Hati?

Ada beberapa sebab yang membuat bahaya banyak bicara begitu serius:

  1. Mengurangi kekhusyukan dan dzikir
    Terlalu banyak bicara biasanya membuat seseorang lalai dari mengingat Allah. Lidah yang seharusnya digunakan untuk dzikir, membaca Al-Qur’an, atau berkata baik, justru habis untuk percakapan yang sia-sia. Kelalaian ini menumpulkan hati dan menghalangi cahaya iman masuk.

  2. Meningkatkan peluang dosa lisan
    Semakin banyak kata keluar, semakin besar kemungkinan jatuh pada ghibah, namimah, dusta, menyakiti orang lain, atau ucapan yang tidak bermanfaat. Dosa lisan inilah yang menutupi hati dengan noda. Nabi ﷺ bersabda:
    “Apakah manusia itu akan disungkurkan ke dalam neraka pada hari kiamat di atas wajah mereka, melainkan karena hasil dari lisan mereka?” (HR. Tirmidzi).

Baca juga: Hikmah Surat At Tin: Semangat Beramal Shalih di Usia Muda

  1. Mengurangi rasa takut kepada Allah
    Orang yang suka banyak bicara sering kali menganggap ringan ucapannya. Padahal setiap kalimat dicatat malaikat. Rasa takut ini berkurang, sehingga hati menjadi keras dan tidak lagi sensitif terhadap kebenaran.

  2. Menumbuhkan sifat sombong atau riya’
    Kadang banyak bicara tidak lagi untuk kebaikan, melainkan untuk pamer ilmu, menunjukkan kepandaian, atau memenangkan perdebatan. Hal ini membuat hati kotor dan jauh dari keikhlasan.

  3. Menghalangi tadabbur dan tafakkur
    Orang yang terlalu sibuk bicara jarang memberi ruang untuk mendengarkan, merenung, atau memikirkan ayat-ayat Allah di alam semesta. Padahal tadabbur inilah yang melembutkan hati.

Karena itu, ulama tasawuf sering mengajarkan bahwa diam lebih aman daripada bicara yang sia-sia. Ada kaidah yang masyhur:

“Keselamatan manusia ada pada menjaga lisannya.”

Merenungi bahaya banyak bicara seharusnya menjadi motivasi bagi setiap Muslim agar lebih berhati-hati dalam ucapan. Jika tidak mampu berkata baik, lebih utama untuk diam. Dengan menjaga lisan, hati akan terjaga dari kekerasan, hidup terasa lebih tenang, dan keberkahan Allah akan lebih mudah diraih.

Shalat Ghaib: Hukum, Keutamaan, dan Panduan Praktis

Shalat Ghaib: Hukum, Keutamaan, dan Panduan Praktis

Al-MuanawiyahBaru-baru ini, umat Islam di berbagai penjuru Indonesia dan mancanegara melaksanakan shalat ghaib untuk almarhum Affan Kurniawan, salah satu korban dalam aksi demonstrasi 28 Agustus 2025. Dari Jombang hingga Tarim, ribuan jamaah menunaikan shalat ini sebagai bentuk doa dan penghormatan terakhir. Fenomena tersebut kemudian memunculkan pertanyaan di kalangan masyarakat: sebenarnya apa itu shalat ghaib? Bagaimana hukum, keutamaan, dan tata cara pelaksanaannya menurut tuntunan Islam?

gambar shalat ghaib di Polres Jombang untuk Affan Kurniawan korban demo 28 Agustus 2025
Shalat ghaib untuk Alm. Affan Kurniawan di Polres Jombang (foto: detik.com)

Pengertian Salat Ghaib

Salat ghaib adalah shalat jenazah yang dilakukan ketika seorang muslim meninggal dunia tetapi jenazahnya tidak ada di tempat orang yang menyalatkannya. Dalil yang mendasarinya adalah kisah Rasulullah ﷺ yang melakukan shalat ghoib untuk Raja Najasyi, penguasa Habasyah yang wafat dalam keadaan beriman.

Dalil Shalat Ghaib

Diriwayatkan dalam hadis sahih:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: نَعَى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ النَّجَاشِيَّ صَاحِبَ الْحَبَشَةِ فِي الْيَوْمِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ فَخَرَجَ إِلَى الْمُصَلَّى فَصَفَّ بِهِمْ وَكَبَّرَ عَلَيْهِ أَرْبَعًا
(HR. Bukhari no. 1188, Muslim no. 951)

Artinya: “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ memberitahukan kepada kami tentang kematian Raja Najasyi pada hari wafatnya. Lalu beliau keluar ke tempat shalat, mengimami jamaah, dan bertakbir empat kali atas jenazah itu.”

Hadis ini menjadi dasar utama salat gaib dalam Islam.

Baca juga: Keutamaan Shalat Berjamaah daripada Shalat Sendirian

Hukum Shalat Ghaib

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum salat ghoib:

  1. Sunnah (dianjurkan)

    • Jumhur (mayoritas) ulama seperti Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat hukumnya sunnah, dengan dalil praktik Nabi ﷺ yang menyalatkan Raja Najasyi (HR. Bukhari & Muslim).

    • Mereka menilai, jika ada muslim yang wafat di tempat lain dan tidak ada yang menyalatkannya, maka dianjurkan umat Islam menyalatkannya secara ghaib.

  2. Tidak disyariatkan kecuali kasus khusus

    • Ulama dari Mazhab Malikiyah berpendapat tidak disyariatkan, kecuali dalam kasus tertentu seperti jenazah yang tidak ada orang menyalatkannya (contoh Raja Najasyi).

  3. Boleh tapi bukan kebiasaan umum

    • Sebagian ulama Hanafiyah memandang boleh, tetapi bukan untuk dijadikan amalan rutin setiap kali mendengar ada muslim wafat di tempat jauh.

Keutamaan Salat Ghaib

Beberapa keutamaan melaksanakan salat ghaib antara lain:

  • Menjalankan sunnah Rasulullah ﷺ.

  • Mendapat pahala besar sebagaimana pahala shalat jenazah.

  • Menguatkan ukhuwah islamiyah karena mendoakan saudara seiman meski tak pernah bertemu.

  • Bentuk kasih sayang sesama muslim, tanpa batas jarak dan waktu.

Niat Shalat Ghoib

Lafadz niat salat ghoib sama dengan niat shalat jenazah biasa, hanya ditambahkan kata ghaib. Berikut niatnya:

نَوَيْتُ أَنْ أُصَلِّيَ عَلَى هَذَا الْمَيِّتِ الْغَائِبِ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ لِلَّهِ تَعَالَى

Artinya: “Aku niat shalat atas mayit ghaib ini empat kali takbir, fardhu kifayah karena Allah Ta’ala.”

Tata Cara Shalat Ghaib

Dilakukan dengan empat kali takbir, tanpa rukuk dan sujud. Urutannya:

  1. Takbir pertama: Membaca surat Al-Fatihah.

  2. Takbir kedua: Membaca shalawat atas Nabi ﷺ.

  3. Takbir ketiga: Mendoakan mayit, misalnya doa Allahummaghfirlahu warhamhu….

  4. Takbir keempat: Doa singkat lalu salam.

Shalat ini bisa dilakukan sendiri maupun berjamaah, kapan saja setelah mendengar kabar wafatnya seorang muslim.

Salat ghoib adalah wujud kasih sayang dan doa seorang muslim kepada saudaranya yang telah meninggal dunia meskipun terhalang jarak. Melaksanakannya tidak hanya mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ, tetapi juga menjadi sarana memperkuat rasa persaudaraan dan keadilan sosial antar umat Islam.

Hasbunallah Wa Ni’mal Wakiil: Asal-Usul dan Maknanya

Hasbunallah Wa Ni’mal Wakiil: Asal-Usul dan Maknanya

Di tengah kehidupan modern yang penuh tekanan, kalimat “hasbunallah wa ni’mal wakiil” terasa semakin relevan. Banyak orang hari ini menghadapi ujian berat, mulai dari himpitan ekonomi, masalah sosial, tekanan pekerjaan, hingga beban mental yang seolah tiada akhir. Padahal, ujian bukanlah hal baru; manusia di setiap zaman telah menghadapinya. Sejak masa Nabi Ibrahim hingga para sahabat Rasulullah ﷺ, doa ini telah menjadi salah satu doa yang dibaca ketika menghadapi ketakutan dan ancaman yang datang. Maka meskipun doa ini lahir dalam konteks sejarah Islam yang lampau, ia tetap menjadi sumber kekuatan spiritual yang bisa diaplikasikan di era modern saat ini.

 

Asal Ayat Hasbunallah Wa Ni’mal Wakiil

Kalimat ini berasal dari QS Ali ‘Imran ayat 173

اَلَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ اِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ اِيْمَانًاۖ وَّقَالُوْا حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ

 yang menceritakan kondisi para sahabat Nabi ﷺ setelah Perang Uhud. Mereka menerima ancaman dari musuh bahwa pasukan Quraisy akan kembali menyerang. Namun, alih-alih takut, para sahabat justru berkata:

“Hasbunallāhu wa ni‘mal wakīl.”
Artinya: Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Dialah sebaik-baik pelindung.

Ungkapan itu kemudian menjadi simbol keyakinan penuh kepada Allah, bahkan ketika keadaan tampak menakutkan dan tidak berpihak pada kaum muslimin.

hasbunallah wa nikmal wakil, hasbunallah wa ni'mal wakiil, hasbunalloh wa nikmal wakil
Doa untuk ketenangan hati

Makna Doa dalam Kehidupan Sehari-Hari

Dalam praktik sehari-hari, kalimat “hasbunallah wa ni’mal wakiil” menjadi doa yang bisa dibaca ketika kita merasa khawatir, takut, atau terhimpit oleh masalah. Misalnya:

  • Saat menghadapi kesulitan ekonomi dan tekanan pekerjaan.

  • Ketika merasa terancam atau mendapat perlakuan tidak adil.

  • Dalam kondisi sakit atau musibah yang membuat hati goyah.

Maknanya adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berusaha maksimal. Doa ini mengajarkan kita untuk tetap berjuang, namun tidak kehilangan sandaran utama, yaitu tawakal kepada Allah. Dengan mengulang-ulang doa ini, hati menjadi lebih tenang, pikiran lebih jernih, dan langkah hidup terasa lebih ringan.

Baca juga: Doa Sapu Jagat: Lafadz, Makna, dan Keutamaannya

Doa “hasbunallah wa ni’mal wakiil” adalah ungkapan keimanan yang diajarkan Al-Qur’an sejak zaman Rasulullah ﷺ. Dari kisah para sahabat hingga kehidupan modern hari ini, doa tersebut tetap relevan sebagai penguat hati. Ia bukan sekadar kalimat, melainkan pengingat bahwa ada Allah yang selalu siap menolong dan melindungi.

Membiasakan diri membaca doa ini adalah wujud nyata dari keimanan dan tawakal. Selain itu, kita juga perlu perhatikan ibadah keseharian kita, seperti shalat tepat waktu. Karena melalui perantara itulah, kita dapat berkomunikasi kepada Sang Pemilik Hati, Maha Pelindung yang memberikan ketenangan ke dalam hati. Semoga dengan adanya sikap tawakal atas apa yang terjadi dalam kehidupan, derajat kita diangkat oleh Allah dan dikumpulkan bersama orang-orang shalih hingga di surga nanti.

Zakat Mal: Pengertian, Syarat, dan Jenisnya

Zakat Mal: Pengertian, Syarat, dan Jenisnya

Zakat adalah salah satu rukun Islam yang memiliki peran penting dalam membangun keadilan sosial. Di antara berbagai jenis zakat, salah satu yang paling sering dibahas adalah zakat mal, yakni zakat yang dikenakan pada harta benda. Dalam kondisi sosial-ekonomi saat ini, zakat mal dapat dipandang bukan hanya sebagai ibadah ritual, melainkan juga sebagai instrumen distribusi kekayaan yang menjembatani jurang antara si kaya dan si miskin.

Allah SWT berfirman:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka”

(QS. At-Taubah: 103)

Ayat ini menunjukkan bahwa zakat bukan hanya kewajiban finansial, melainkan juga sarana penyucian jiwa dan harta.

Pengertian Zakat Mal

Secara bahasa, kata mal berarti segala sesuatu yang dimiliki dan bernilai, baik berupa emas, perak, hasil bumi, maupun harta lain yang sah menurut syariat. Menurut para ulama, zakat mal adalah zakat yang diwajibkan atas harta seorang Muslim apabila memenuhi syarat tertentu. Artinya, tidak semua harta terkena kewajiban zakat, tetapi hanya harta yang sudah mencapai ukuran minimal (nisab) dan dimiliki dalam jangka waktu tertentu (haul) [1].

Syarat Zakat Mal

Ada beberapa syarat utama agar suatu harta dikenakan kewajiban zakat:

  1. Harta tersebut harus milik penuh dari seseorang, bukan sekadar titipan atau dalam sengketa.
  2. Harta itu bersifat berkembang, artinya bisa bertambah, diputar, atau menghasilkan keuntungan.
  3. Harta harus mencapai nisab, misalnya emas minimal 85 gram atau perak minimal 595 gram [2].
  4. Harta tersebut melebihi kebutuhan pokok pemiliknya.
  5. Untuk jenis tertentu seperti emas, perak, uang, dan perdagangan, harta harus dimiliki selama satu tahun hijriah atau haul.

Baca juga: Jenis Sedekah Harta dalam Islam dan Perbedaannya Lengkap

Jenis Zakat Mal

Bentuk zakat mal sangat beragam:

1. Zakat emas dan perak

Jika seorang Muslim memiliki emas setara 85 gram atau uang senilai harga emas tersebut, maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5% setelah satu tahun kepemilikan. Zakat itu juga berlaku untuk uang [1][2].

2. Zakat hasil pertanian

Dikenakan saat panen, tanpa menunggu haul. Nisabnya adalah 653 kilogram gabah (setara dengan sekitar 520 kilogram beras). Jika pertanian diairi dengan biaya, zakatnya 5%, sedangkan bila diairi dengan air hujan atau sungai, zakatnya 10% [3].

3. Zakat ternak

Memiliki aturan khusus tergantung jumlah hewan, misalnya kambing, sapi, atau unta. Ketentuan ini dijelaskan dalam hadits-hadits shahih [4].

4. Zakat rikaz

Disebut juga harta terpendam (misalnya harta karun atau barang berharga yang ditemukan) memiliki aturan yang berbeda, yaitu wajib dikeluarkan 20% tanpa syarat nisab atau haul [5].

zakat mal, zakan emas dan perak, zakat ternak, zakat rikaz, zakat pertanian, haul zakat, nisab zakat
Tabel ringkasan perhitungan zakat mal

Zakat Mal dalam Kehidupan Sosial

Zakat mal bukan hanya ritual pribadi, tetapi juga mekanisme sosial untuk mengurangi kesenjangan. Melalui potensi zakat, harta tidak hanya berputar di kalangan orang kaya, melainkan mengalir kepada fakir miskin, anak yatim, atau kelompok yang membutuhkan. Karena itu, zakat sering dipandang sebagai “sistem jaminan sosial” Islam yang sudah hadir sejak masa Rasulullah SAW [6].

Dalam konteks Indonesia, zakat mal dikelola oleh lembaga resmi seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang memberikan panduan praktis kepada masyarakat. Hal ini memudahkan umat Islam untuk menunaikan kewajiban zakat secara lebih transparan dan terukur [6].

Zakat mal adalah kewajiban yang mencakup berbagai jenis harta, dengan syarat tertentu seperti nisab dan haul. Kewajiban ini tidak hanya membersihkan harta, tetapi juga menyucikan jiwa pemiliknya. Lebih dari itu, zakat mal memiliki peran besar dalam menumbuhkan keadilan sosial dan memperkuat solidaritas umat. Oleh karena itu, setiap Muslim yang sudah memenuhi syarat hendaknya bersegera menunaikan zakat mal, agar harta yang dimilikinya berkah dan membawa manfaat bagi orang lain.

Referensi

[1] Sayyid Sabiq. Fiqh Sunnah, Bab Zakat.
[2] HR. Abu Dawud, no. 1573.
[3] Ibn Qudamah. Al-Mughni, Juz 2.
[4] HR. Bukhari-Muslim, Bab Zakat Ternak.
[5] Wahbah al-Zuhaili. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu.
[6] Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).

Hikmah Agung dalam Sirah Nabawi Kelahiran Rasulullah

sirah nabawi kelahiran Rasulullah Nabi Muhammad, Maulid Nabi, Rabiul Awal, tulisan Muhammad
Sirah kelahiran Rasulullah Nabi Muhammad SAW

Bulan Rabiul Awal selalu menjadi bulan yang penuh cahaya bagi umat Islam. Di bulan inilah, Nabi Muhammad SAW terlahir ke dunia. Momen ini bukan hanya sejarah, tetapi titik awal hadirnya cahaya petunjuk Allah untuk seluruh umat manusia. Karena itu, membaca sirah nabawi kelahiran Rasulullah adalah cara untuk memperkuat iman dan cinta kepada beliau.

Peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW menjadi perhatian ulama sejak masa awal. Salah satu dalil yang sering dijadikan rujukan adalah firman Allah dalam QS. Al-Anbiya ayat 107:

“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.”

Ayat ini menegaskan bahwa kehadiran Nabi adalah rahmat terbesar bagi manusia. Selain itu, hadis riwayat Muslim menyebutkan bahwa Nabi adalah penutup para nabi, yang kedatangannya sudah dinanti oleh para rasul sebelumnya. Dalil-dalil ini memperkuat keyakinan bahwa momen kelahiran Rasulullah adalah anugerah besar bagi umat Islam.

Suasana Ketika Rasulullah SAW Dilahirkan

Rasulullah SAW lahir pada 12 Rabiul Awal, tahun yang dikenal dengan Tahun Gajah. Peristiwa ini bertepatan dengan gagalnya serangan pasukan Abrahah yang ingin menghancurkan Ka’bah. Allah SWT menjaga rumah suci itu dengan mengirim burung ababil. Tahun itu menjadi pertanda bahwa kelahiran Nabi membawa kemuliaan dan perlindungan bagi Ka’bah serta umat manusia.

Kelahiran Nabi disertai berbagai tanda luar biasa. Api Majusi yang menyala berabad-abad di Persia padam seketika. Istana Kisra di Persia runtuh sebagian, menandakan akhir kekuasaan tirani. Di Mekkah, banyak berhala jatuh dari tempatnya, seakan tunduk pada cahaya kebenaran. Bahkan, ibunda Aminah menyaksikan cahaya terang keluar dari dirinya, menerangi negeri Syam, Persia, hingga Yaman. Semua peristiwa ini menunjukkan kelahiran yang penuh keberkahan.

Hikmah Sirah Nabawi Kelahiran Rasulullah SAW

Kedatangan Rasulullah SAW menjadi titik balik bagi dunia yang diliputi kegelapan. Beliau lahir ketika masyarakat Arab terjebak dalam jahiliyah. Kehadiran beliau membawa risalah tauhid, menegakkan keadilan, dan menyebarkan rahmat. Membaca sirah nabawi kelahiran Rasulullah bukan sekadar mengenang peristiwa, tetapi juga menghidupkan kembali makna besar kehadiran Nabi bagi kehidupan kita.

Bulan Rabiul Awal seharusnya menjadi momentum memperkuat kecintaan kita kepada Rasulullah. Kelahiran beliau adalah anugerah terbesar bagi umat. Maka mari kita jadikan momen ini untuk memperbanyak shalawat, membaca sirah, dan meneladani akhlak beliau. Dengan begitu, cahaya kelahiran Nabi tidak hanya dikenang, tetapi juga dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.

almuanawiyah.com

Peristiwa Penting Rabiul Awal dalam Sejarah Islam

oeristiwa penting Rabiul awal, lahirnya Nabi Muhammad, hijrah Nabi Muhammad, wafat Rasulullah. Gambar simbolis cinta Rasulullah dengan gambar bertuliskan Muhammad dan Al-Qur'am
Peristiwa penting di bulan Rabiul Awal

Bulan Rabiul Awal memiliki posisi istimewa dalam kalender Hijriyah. Umat Islam di seluruh dunia mengenalnya sebagai bulan yang penuh keberkahan. Banyak peristiwa penting Rabiul Awal yang menjadi bagian sejarah besar perjalanan Islam. Memahami sejarah ini bukan hanya menambah wawasan, tetapi juga menguatkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad ﷺ dan perjuangan para sahabatnya. Berikut tiga peristiwa penting yang terjadi ketika bulan Rabiul Awal.

1. Kelahiran Nabi Muhammad ﷺ

Peristiwa paling agung di bulan Rabiul Awal adalah kelahiran Nabi Muhammad ﷺ pada 12 Rabiul Awal tahun Gajah (570 M). Kelahiran beliau membawa cahaya bagi umat manusia, menjadi awal dari perjalanan risalah Islam yang menuntun umat menuju kebenaran. Hari ini banyak diperingati sebagai Maulid Nabi, momen untuk memperkuat syukur dan meneladani akhlak beliau.

2. Hijrah Nabi ke Madinah

Selain kelahiran, salah satu peristiwa penting yang terjadi adalah hijrah Nabi Muhammad ﷺ dari Makkah ke Madinah. Setelah perjalanan penuh tantangan, beliau tiba di Madinah pada bulan ini. Peristiwa ini menjadi titik balik sejarah Islam, karena dari Madinah Islam berkembang pesat dan membangun masyarakat yang adil, sejahtera, dan berlandaskan tauhid.

3. Wafatnya Rasulullah ﷺ

Rabiul Awal juga menjadi saksi kesedihan umat Islam. Pada 12 Rabiul Awal tahun 11 H, Nabi Muhammad ﷺ wafat setelah menyempurnakan risalah. Peristiwa ini meninggalkan duka mendalam bagi para sahabat, namun sekaligus menjadi pelajaran penting bahwa risalah Islam akan terus hidup meskipun beliau sudah tiada. Umat Islam dituntut untuk menjaga sunnah dan melanjutkan perjuangan beliau.

Pelajaran dari Rabiul Awal

Dari peristiwa penting Rabiul Awal, umat Islam dapat mengambil banyak hikmah. Kelahiran Nabi mengingatkan kita untuk memperkuat kecintaan kepada beliau. Hijrah memberi inspirasi tentang perjuangan dan pengorbanan. Sedangkan wafatnya Nabi mengajarkan kita untuk istiqamah menjaga agama Allah. Semua itu menjadi bekal untuk memperbaiki diri, keluarga, dan masyarakat.

Bulan Rabiul Awal bukan sekadar bulan dalam kalender Hijriyah, tetapi bulan yang sarat makna. Dari kelahiran, hijrah, hingga wafatnya Rasulullah ﷺ, semua mengandung pesan penting untuk kehidupan umat Islam. Dengan memahami peristiwa penting tersebut, kita semakin terdorong untuk meneladani akhlak Nabi dan berkontribusi membangun peradaban Islam yang mulia.

almuanawiyah.com

Sejarah Wakaf Pertama dalam Islam di Masjid Quba

Sejarah Wakaf Pertama dalam Islam di Masjid Quba

Wakaf adalah salah satu amal jariyah yang manfaatnya tidak terputus meskipun pewakaf telah meninggal dunia. Dalam sejarah wakaf, tercatat bahwa praktik pertama kali dilakukan pada masa Rasulullah ﷺ. Wakaf tersebut terwujud dalam pembangunan Masjid Quba, masjid pertama yang didirikan setelah hijrah ke Madinah.

Asal Mula Wakaf di Masjid Quba

Setibanya di Madinah pada tahun 622 M, Rasulullah ﷺ bersama kaum Muslimin segera membangun masjid sebagai pusat ibadah dan aktivitas sosial. Tanah yang dipakai untuk masjid tersebut berasal dari wakaf kaum Anshar, yang dengan ikhlas menyerahkan lahannya demi kepentingan umat. Rasulullah ﷺ turut serta membangun masjid dengan tangan beliau sendiri, dibantu para sahabat yang bahu membahu menata batu dan batang kurma sebagai dinding dan tiang.

Sebagai bangunan hasil wakaf, Masjid Quba difungsikan bukan hanya sebagai tempat shalat. Di sana berlangsung pula kegiatan pendidikan, musyawarah, dan persatuan umat. Wakaf pertama ini menjadi tonggak sejarah bahwa Islam tidak hanya mengajarkan ibadah ritual, tetapi juga kepedulian sosial dan kebersamaan.

sejarah wakaf pertama Islam di Masjid Quba Madinah, wakaf pendidikan membangun umat, hijrah Nabi Muhammad
Sejarah wakaf pertama di Masjid Quba

Pentingnya Meneladani Wakaf Pertama

Sejarah wakaf di Masjid Quba mengajarkan bahwa amal kebaikan yang ditujukan untuk kepentingan umum akan terus mengalir pahalanya. Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa bersuci di rumahnya kemudian mendatangi Masjid Quba lalu shalat dua rakaat, maka baginya seperti pahala umrah.” (HR. Tirmidzi). Hadis ini menunjukkan keutamaan masjid wakaf pertama dalam Islam.

Dari kisah ini, umat Islam dapat mengambil teladan bahwa wakaf adalah sarana untuk memperkuat kehidupan sosial dan ibadah. Hingga kini, tradisi wakaf terus berkembang menjadi pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pembangunan ekonomi umat. Semangat yang lahir dari Masjid Quba tetap relevan untuk kehidupan modern, karena manfaatnya melampaui batas waktu dan generasi.

Sejarah wakaf pertama di Masjid Quba menunjukkan bahwa wakaf adalah amal yang lahir dari keikhlasan dan semangat kebersamaan. Rasulullah ﷺ dan para sahabat telah memberi contoh bahwa wakaf mampu membangun peradaban Islam sejak awal. Dengan meneladani kisah ini, umat Islam di era sekarang dapat melanjutkan tradisi kebaikan melalui wakaf yang ditujukan untuk kemaslahatan bersama. Mari berkontribusi dalam membangun peradaban Qur’ani melalui wakaf Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Muanawiyah Jombang.

Ringkasan Fiqh Haid: Urgensi, Batasan Waktu, dan Tanda Suci

Ringkasan Fiqh Haid: Urgensi, Batasan Waktu, dan Tanda Suci

Pembahasan fiqh haid menjadi penting karena menyangkut sah atau tidaknya ibadah perempuan muslimah. Topik ini berkaitan langsung dengan batasan waktu haid, tanda suci, dan perbedaan haid dengan istihādhah. Pengetahuan ini membantu setiap muslimah melaksanakan ibadah sehari-hari dengan lebih tenang dan sesuai syariat. Pemahaman yang baik juga membantu menghindari waswas, mengatur jadwal ibadah seperti umrah, haji, maupun i’tikaf, serta menjaga keteraturan spiritual seorang muslimah.

Sayangnya, masih banyak muslimah yang menyepelekan batasan waktu haid. Sebagian hanya mengira-ngira tanpa mencatat, bahkan ada yang langsung berhenti beribadah begitu melihat bercak sedikit. Akibatnya, ibadah wajib seperti shalat dan puasa sering terlewat padahal sebenarnya sudah masuk masa suci. Kesalahan ini tidak hanya mengurangi amalan, tetapi juga menimbulkan keraguan dalam melaksanakan kewajiban harian.

gambar kalender haid ilustrasi ringkasan fiqh haid
Pentingnya menandai waktu haid dalam pembahasan fiqh haid

Ringkasan Fiqh Haid

Batasan Waktu Haid Menurut Mazhab Syafi’i

Dalam fiqh Syafi’i, batas minimal haid adalah 1 hari 1 malam. Batas maksimalnya mencapai 15 hari 15 malam, sedangkan kebiasaan rata-rata berkisar 6–7 hari. Masa suci di antara dua siklus minimal 15 hari. Apabila darah keluar melebihi 15 hari, statusnya berubah menjadi istihadzoh. Kondisi ini bukan haid, sehingga perempuan tetap wajib shalat dan puasa. Perbedaan haid dan istihadzoh harus ditandai karena berkaitan dengan pembahasan penting berikutnya.

Tanda Suci dan Kembali Beribadah

Perempuan dianggap suci jika terlihat kekeringan sempurna atau muncul cairan putih (quṣṣah bāiḍā’). Begitu tanda tersebut tampak, ia harus segera mandi wajib. Sesudahnya, ibadah seperti shalat, puasa, atau membaca Al-Qur’an dapat kembali dilakukan. Hal ini menegaskan pentingnya ketelitian dalam mengamati tanda suci dari haid.

Agar lebih mudah, muslimah dianjurkan mencatat siklus bulanannya. Tuliskan tanggal mulai dan berhenti haid, kemudian simpan durasinya. Catatan ini memudahkan menentukan kewajiban qadha puasa Ramadan, serta mencegah kebingungan jika pola haid tidak teratur. Kebiasaan sederhana tersebut juga bermanfaat untuk konsultasi ke tenaga kesehatan.

Belajar Fiqh Haid Bentuk Kehati-hatian Muslimah

Sebagai penutup, penting bagi setiap muslimah untuk berhati-hati dalam memperhatikan jadwal haid dan masa suci. Kehati-hatian ini menjadi kunci agar tidak ada ibadah wajib yang terlewat, khususnya shalat dan puasa. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Apabila seorang wanita menjaga shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya, dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau kehendaki.” (HR. Ahmad).

Hadis ini menegaskan bahwa jalan menuju surga bagi wanita sangatlah dekat. Salah satu bentuk ikhtiar menuju kemuliaan itu adalah dengan teliti memahami dan mengamalkan fiqh haid, sehingga ibadah dapat dijalankan dengan sempurna tanpa keraguan. Baca juga  kitab Risalatul Mahidh untuk penjelasan lebih lengkap.