Shalat Ghaib: Hukum, Keutamaan, dan Panduan Praktis

Shalat Ghaib: Hukum, Keutamaan, dan Panduan Praktis

Al-MuanawiyahBaru-baru ini, umat Islam di berbagai penjuru Indonesia dan mancanegara melaksanakan shalat ghaib untuk almarhum Affan Kurniawan, salah satu korban dalam aksi demonstrasi 28 Agustus 2025. Dari Jombang hingga Tarim, ribuan jamaah menunaikan shalat ini sebagai bentuk doa dan penghormatan terakhir. Fenomena tersebut kemudian memunculkan pertanyaan di kalangan masyarakat: sebenarnya apa itu shalat ghaib? Bagaimana hukum, keutamaan, dan tata cara pelaksanaannya menurut tuntunan Islam?

gambar shalat ghaib di Polres Jombang untuk Affan Kurniawan korban demo 28 Agustus 2025
Shalat ghaib untuk Alm. Affan Kurniawan di Polres Jombang (foto: detik.com)

Pengertian Salat Ghaib

Salat ghaib adalah shalat jenazah yang dilakukan ketika seorang muslim meninggal dunia tetapi jenazahnya tidak ada di tempat orang yang menyalatkannya. Dalil yang mendasarinya adalah kisah Rasulullah ﷺ yang melakukan shalat ghoib untuk Raja Najasyi, penguasa Habasyah yang wafat dalam keadaan beriman.

Dalil Shalat Ghaib

Diriwayatkan dalam hadis sahih:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: نَعَى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ النَّجَاشِيَّ صَاحِبَ الْحَبَشَةِ فِي الْيَوْمِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ فَخَرَجَ إِلَى الْمُصَلَّى فَصَفَّ بِهِمْ وَكَبَّرَ عَلَيْهِ أَرْبَعًا
(HR. Bukhari no. 1188, Muslim no. 951)

Artinya: “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ memberitahukan kepada kami tentang kematian Raja Najasyi pada hari wafatnya. Lalu beliau keluar ke tempat shalat, mengimami jamaah, dan bertakbir empat kali atas jenazah itu.”

Hadis ini menjadi dasar utama salat gaib dalam Islam.

Baca juga: Keutamaan Shalat Berjamaah daripada Shalat Sendirian

Hukum Shalat Ghaib

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum salat ghoib:

  1. Sunnah (dianjurkan)

    • Jumhur (mayoritas) ulama seperti Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat hukumnya sunnah, dengan dalil praktik Nabi ﷺ yang menyalatkan Raja Najasyi (HR. Bukhari & Muslim).

    • Mereka menilai, jika ada muslim yang wafat di tempat lain dan tidak ada yang menyalatkannya, maka dianjurkan umat Islam menyalatkannya secara ghaib.

  2. Tidak disyariatkan kecuali kasus khusus

    • Ulama dari Mazhab Malikiyah berpendapat tidak disyariatkan, kecuali dalam kasus tertentu seperti jenazah yang tidak ada orang menyalatkannya (contoh Raja Najasyi).

  3. Boleh tapi bukan kebiasaan umum

    • Sebagian ulama Hanafiyah memandang boleh, tetapi bukan untuk dijadikan amalan rutin setiap kali mendengar ada muslim wafat di tempat jauh.

Keutamaan Salat Ghaib

Beberapa keutamaan melaksanakan salat ghaib antara lain:

  • Menjalankan sunnah Rasulullah ﷺ.

  • Mendapat pahala besar sebagaimana pahala shalat jenazah.

  • Menguatkan ukhuwah islamiyah karena mendoakan saudara seiman meski tak pernah bertemu.

  • Bentuk kasih sayang sesama muslim, tanpa batas jarak dan waktu.

Niat Shalat Ghoib

Lafadz niat salat ghoib sama dengan niat shalat jenazah biasa, hanya ditambahkan kata ghaib. Berikut niatnya:

نَوَيْتُ أَنْ أُصَلِّيَ عَلَى هَذَا الْمَيِّتِ الْغَائِبِ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ لِلَّهِ تَعَالَى

Artinya: “Aku niat shalat atas mayit ghaib ini empat kali takbir, fardhu kifayah karena Allah Ta’ala.”

Tata Cara Shalat Ghaib

Dilakukan dengan empat kali takbir, tanpa rukuk dan sujud. Urutannya:

  1. Takbir pertama: Membaca surat Al-Fatihah.

  2. Takbir kedua: Membaca shalawat atas Nabi ﷺ.

  3. Takbir ketiga: Mendoakan mayit, misalnya doa Allahummaghfirlahu warhamhu….

  4. Takbir keempat: Doa singkat lalu salam.

Shalat ini bisa dilakukan sendiri maupun berjamaah, kapan saja setelah mendengar kabar wafatnya seorang muslim.

Salat ghoib adalah wujud kasih sayang dan doa seorang muslim kepada saudaranya yang telah meninggal dunia meskipun terhalang jarak. Melaksanakannya tidak hanya mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ, tetapi juga menjadi sarana memperkuat rasa persaudaraan dan keadilan sosial antar umat Islam.

Hasbunallah Wa Ni’mal Wakiil: Asal-Usul dan Maknanya

Hasbunallah Wa Ni’mal Wakiil: Asal-Usul dan Maknanya

Di tengah kehidupan modern yang penuh tekanan, kalimat “hasbunallah wa ni’mal wakiil” terasa semakin relevan. Banyak orang hari ini menghadapi ujian berat, mulai dari himpitan ekonomi, masalah sosial, tekanan pekerjaan, hingga beban mental yang seolah tiada akhir. Padahal, ujian bukanlah hal baru; manusia di setiap zaman telah menghadapinya. Sejak masa Nabi Ibrahim hingga para sahabat Rasulullah ﷺ, doa ini telah menjadi salah satu doa yang dibaca ketika menghadapi ketakutan dan ancaman yang datang. Maka meskipun doa ini lahir dalam konteks sejarah Islam yang lampau, ia tetap menjadi sumber kekuatan spiritual yang bisa diaplikasikan di era modern saat ini.

 

Asal Ayat Hasbunallah Wa Ni’mal Wakiil

Kalimat ini berasal dari QS Ali ‘Imran ayat 173

اَلَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ اِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ اِيْمَانًاۖ وَّقَالُوْا حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ

 yang menceritakan kondisi para sahabat Nabi ﷺ setelah Perang Uhud. Mereka menerima ancaman dari musuh bahwa pasukan Quraisy akan kembali menyerang. Namun, alih-alih takut, para sahabat justru berkata:

“Hasbunallāhu wa ni‘mal wakīl.”
Artinya: Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Dialah sebaik-baik pelindung.

Ungkapan itu kemudian menjadi simbol keyakinan penuh kepada Allah, bahkan ketika keadaan tampak menakutkan dan tidak berpihak pada kaum muslimin.

hasbunallah wa nikmal wakil, hasbunallah wa ni'mal wakiil, hasbunalloh wa nikmal wakil
Doa untuk ketenangan hati

Makna Doa dalam Kehidupan Sehari-Hari

Dalam praktik sehari-hari, kalimat “hasbunallah wa ni’mal wakiil” menjadi doa yang bisa dibaca ketika kita merasa khawatir, takut, atau terhimpit oleh masalah. Misalnya:

  • Saat menghadapi kesulitan ekonomi dan tekanan pekerjaan.

  • Ketika merasa terancam atau mendapat perlakuan tidak adil.

  • Dalam kondisi sakit atau musibah yang membuat hati goyah.

Maknanya adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berusaha maksimal. Doa ini mengajarkan kita untuk tetap berjuang, namun tidak kehilangan sandaran utama, yaitu tawakal kepada Allah. Dengan mengulang-ulang doa ini, hati menjadi lebih tenang, pikiran lebih jernih, dan langkah hidup terasa lebih ringan.

Baca juga: Doa Sapu Jagat: Lafadz, Makna, dan Keutamaannya

Doa “hasbunallah wa ni’mal wakiil” adalah ungkapan keimanan yang diajarkan Al-Qur’an sejak zaman Rasulullah ﷺ. Dari kisah para sahabat hingga kehidupan modern hari ini, doa tersebut tetap relevan sebagai penguat hati. Ia bukan sekadar kalimat, melainkan pengingat bahwa ada Allah yang selalu siap menolong dan melindungi.

Membiasakan diri membaca doa ini adalah wujud nyata dari keimanan dan tawakal. Selain itu, kita juga perlu perhatikan ibadah keseharian kita, seperti shalat tepat waktu. Karena melalui perantara itulah, kita dapat berkomunikasi kepada Sang Pemilik Hati, Maha Pelindung yang memberikan ketenangan ke dalam hati. Semoga dengan adanya sikap tawakal atas apa yang terjadi dalam kehidupan, derajat kita diangkat oleh Allah dan dikumpulkan bersama orang-orang shalih hingga di surga nanti.

Zakat Mal: Pengertian, Syarat, dan Jenisnya

Zakat Mal: Pengertian, Syarat, dan Jenisnya

Zakat adalah salah satu rukun Islam yang memiliki peran penting dalam membangun keadilan sosial. Di antara berbagai jenis zakat, salah satu yang paling sering dibahas adalah zakat mal, yakni zakat yang dikenakan pada harta benda. Dalam kondisi sosial-ekonomi saat ini, zakat mal dapat dipandang bukan hanya sebagai ibadah ritual, melainkan juga sebagai instrumen distribusi kekayaan yang menjembatani jurang antara si kaya dan si miskin.

Allah SWT berfirman:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka”

(QS. At-Taubah: 103)

Ayat ini menunjukkan bahwa zakat bukan hanya kewajiban finansial, melainkan juga sarana penyucian jiwa dan harta.

Pengertian Zakat Mal

Secara bahasa, kata mal berarti segala sesuatu yang dimiliki dan bernilai, baik berupa emas, perak, hasil bumi, maupun harta lain yang sah menurut syariat. Menurut para ulama, zakat mal adalah zakat yang diwajibkan atas harta seorang Muslim apabila memenuhi syarat tertentu. Artinya, tidak semua harta terkena kewajiban zakat, tetapi hanya harta yang sudah mencapai ukuran minimal (nisab) dan dimiliki dalam jangka waktu tertentu (haul) [1].

Syarat Zakat Mal

Ada beberapa syarat utama agar suatu harta dikenakan kewajiban zakat:

  1. Harta tersebut harus milik penuh dari seseorang, bukan sekadar titipan atau dalam sengketa.
  2. Harta itu bersifat berkembang, artinya bisa bertambah, diputar, atau menghasilkan keuntungan.
  3. Harta harus mencapai nisab, misalnya emas minimal 85 gram atau perak minimal 595 gram [2].
  4. Harta tersebut melebihi kebutuhan pokok pemiliknya.
  5. Untuk jenis tertentu seperti emas, perak, uang, dan perdagangan, harta harus dimiliki selama satu tahun hijriah atau haul.

Baca juga: Jenis Sedekah Harta dalam Islam dan Perbedaannya Lengkap

Jenis Zakat Mal

Bentuk zakat mal sangat beragam:

1. Zakat emas dan perak

Jika seorang Muslim memiliki emas setara 85 gram atau uang senilai harga emas tersebut, maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5% setelah satu tahun kepemilikan. Zakat itu juga berlaku untuk uang [1][2].

2. Zakat hasil pertanian

Dikenakan saat panen, tanpa menunggu haul. Nisabnya adalah 653 kilogram gabah (setara dengan sekitar 520 kilogram beras). Jika pertanian diairi dengan biaya, zakatnya 5%, sedangkan bila diairi dengan air hujan atau sungai, zakatnya 10% [3].

3. Zakat ternak

Memiliki aturan khusus tergantung jumlah hewan, misalnya kambing, sapi, atau unta. Ketentuan ini dijelaskan dalam hadits-hadits shahih [4].

4. Zakat rikaz

Disebut juga harta terpendam (misalnya harta karun atau barang berharga yang ditemukan) memiliki aturan yang berbeda, yaitu wajib dikeluarkan 20% tanpa syarat nisab atau haul [5].

zakat mal, zakan emas dan perak, zakat ternak, zakat rikaz, zakat pertanian, haul zakat, nisab zakat
Tabel ringkasan perhitungan zakat mal

Zakat Mal dalam Kehidupan Sosial

Zakat mal bukan hanya ritual pribadi, tetapi juga mekanisme sosial untuk mengurangi kesenjangan. Melalui potensi zakat, harta tidak hanya berputar di kalangan orang kaya, melainkan mengalir kepada fakir miskin, anak yatim, atau kelompok yang membutuhkan. Karena itu, zakat sering dipandang sebagai “sistem jaminan sosial” Islam yang sudah hadir sejak masa Rasulullah SAW [6].

Dalam konteks Indonesia, zakat mal dikelola oleh lembaga resmi seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang memberikan panduan praktis kepada masyarakat. Hal ini memudahkan umat Islam untuk menunaikan kewajiban zakat secara lebih transparan dan terukur [6].

Zakat mal adalah kewajiban yang mencakup berbagai jenis harta, dengan syarat tertentu seperti nisab dan haul. Kewajiban ini tidak hanya membersihkan harta, tetapi juga menyucikan jiwa pemiliknya. Lebih dari itu, zakat mal memiliki peran besar dalam menumbuhkan keadilan sosial dan memperkuat solidaritas umat. Oleh karena itu, setiap Muslim yang sudah memenuhi syarat hendaknya bersegera menunaikan zakat mal, agar harta yang dimilikinya berkah dan membawa manfaat bagi orang lain.

Referensi

[1] Sayyid Sabiq. Fiqh Sunnah, Bab Zakat.
[2] HR. Abu Dawud, no. 1573.
[3] Ibn Qudamah. Al-Mughni, Juz 2.
[4] HR. Bukhari-Muslim, Bab Zakat Ternak.
[5] Wahbah al-Zuhaili. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu.
[6] Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).

Hikmah Agung dalam Sirah Nabawi Kelahiran Rasulullah

Hikmah Agung dalam Sirah Nabawi Kelahiran Rasulullah

Bulan Rabiul Awal selalu menjadi bulan yang penuh cahaya bagi umat Islam. Di bulan inilah, Nabi Muhammad SAW terlahir ke dunia. Momen ini bukan hanya sejarah, tetapi titik awal hadirnya cahaya petunjuk Allah untuk seluruh umat manusia. Karena itu, membaca sirah nabawi kelahiran Rasulullah adalah cara untuk memperkuat iman dan cinta kepada beliau.

Peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW menjadi perhatian ulama sejak masa awal. Salah satu dalil yang sering dijadikan rujukan adalah firman Allah dalam QS. Al-Anbiya ayat 107:

“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.”

Ayat ini menegaskan bahwa kehadiran Nabi adalah rahmat terbesar bagi manusia. Selain itu, hadis riwayat Muslim menyebutkan bahwa Nabi adalah penutup para nabi, yang kedatangannya sudah dinanti oleh para rasul sebelumnya. Dalil-dalil ini memperkuat keyakinan bahwa momen kelahiran Rasulullah adalah anugerah besar bagi umat Islam.

gambar tulisan Muhammad sibol kelahiran Nabi Muhammad
Sirah kelahiran Rasulullah Nabi Muhammad SAW

Suasana Ketika Rasulullah SAW Dilahirkan

Rasulullah SAW lahir pada 12 Rabiul Awal, tahun yang dikenal dengan Tahun Gajah. Peristiwa ini bertepatan dengan gagalnya serangan pasukan Abrahah yang ingin menghancurkan Ka’bah. Allah SWT menjaga rumah suci itu dengan mengirim burung ababil. Tahun itu menjadi pertanda bahwa kelahiran Nabi membawa kemuliaan dan perlindungan bagi Ka’bah serta umat manusia.

Kelahiran Nabi disertai berbagai tanda luar biasa. Api Majusi yang menyala berabad-abad di Persia padam seketika. Istana Kisra di Persia runtuh sebagian, menandakan akhir kekuasaan tirani. Di Mekkah, banyak berhala jatuh dari tempatnya, seakan tunduk pada cahaya kebenaran. Bahkan, ibunda Aminah menyaksikan cahaya terang keluar dari dirinya, menerangi negeri Syam, Persia, hingga Yaman. Semua peristiwa ini menunjukkan kelahiran yang penuh keberkahan.

Baca juga: Sejarah Masjid Al Aqsa sebagai Kiblat Pertama Umat Islam

Hikmah Sirah Nabawi Kelahiran Rasulullah SAW

Kedatangan Rasulullah SAW menjadi titik balik bagi dunia yang diliputi kegelapan. Beliau lahir ketika masyarakat Arab terjebak dalam jahiliyah. Kehadiran beliau membawa risalah tauhid, menegakkan keadilan, dan menyebarkan rahmat. Membaca sirah nabawi kelahiran Rasulullah bukan sekadar mengenang peristiwa, tetapi juga menghidupkan kembali makna besar kehadiran Nabi bagi kehidupan kita.

Bulan Rabiul Awal seharusnya menjadi momentum memperkuat kecintaan kita kepada Rasulullah. Kelahiran beliau adalah anugerah terbesar bagi umat. Maka mari kita jadikan momen ini untuk memperbanyak shalawat, membaca sirah, dan meneladani akhlak beliau. Dengan begitu, cahaya kelahiran Nabi tidak hanya dikenang, tetapi juga dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.

Peristiwa Penting Rabiul Awal dalam Sejarah Islam

Peristiwa Penting Rabiul Awal dalam Sejarah Islam

Bulan Rabiul Awal memiliki posisi istimewa dalam kalender Hijriyah. Umat Islam di seluruh dunia mengenalnya sebagai bulan yang penuh keberkahan. Banyak peristiwa penting Rabiul Awal yang menjadi bagian sejarah besar perjalanan Islam. Memahami sejarah ini bukan hanya menambah wawasan, tetapi juga menguatkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad ﷺ dan perjuangan para sahabatnya. Berikut tiga peristiwa penting yang terjadi ketika bulan Rabiul Awal.

1. Kelahiran Nabi Muhammad ﷺ

Peristiwa paling agung di bulan Rabiul Awal adalah kelahiran Rasulullah ﷺ pada 12 Rabiul Awal tahun Gajah (570 M). Kelahiran beliau membawa cahaya bagi umat manusia, menjadi awal dari perjalanan risalah Islam yang menuntun umat menuju kebenaran. Hari ini banyak diperingati sebagai Maulid Nabi, momen untuk memperkuat syukur dan meneladani akhlak beliau.

gambar Al-Qur'an dngan tulisan Muhammad ilustrasi peristiwa kelahiran Rasulullah
Peristiwa penting di bulan Rabiul Awal

2. Hijrah Nabi ke Madinah

Selain kelahiran, salah satu peristiwa penting yang terjadi adalah hijrah Nabi Muhammad ﷺ dari Makkah ke Madinah. Setelah perjalanan penuh tantangan, beliau tiba di Madinah pada bulan ini. Peristiwa ini menjadi titik balik sejarah Islam, karena dari Madinah Islam berkembang pesat dan membangun masyarakat yang adil, sejahtera, dan berlandaskan tauhid.

Baca juga: Tuntas Pelaksanaan ANBK 2025 di SMP Qur’an Al Muanawiyah

3. Wafatnya Rasulullah ﷺ

Rabiul Awal juga menjadi saksi kesedihan umat Islam. Pada 12 Rabiul Awal tahun 11 H, Nabi Muhammad ﷺ wafat setelah menyempurnakan risalah. Peristiwa ini meninggalkan duka mendalam bagi para sahabat, namun sekaligus menjadi pelajaran penting bahwa risalah Islam akan terus hidup meskipun beliau sudah tiada. Umat Islam dituntut untuk menjaga sunnah dan melanjutkan perjuangan beliau.

Pelajaran dari Rabiul Awal

Dari peristiwa penting Rabiul Awal, umat Islam dapat mengambil banyak hikmah. Kelahiran Nabi mengingatkan kita untuk memperkuat kecintaan kepada beliau. Hijrah memberi inspirasi tentang perjuangan dan pengorbanan. Sedangkan wafatnya Nabi mengajarkan kita untuk istiqamah menjaga agama Allah. Semua itu menjadi bekal untuk memperbaiki diri, keluarga, dan masyarakat.

Bulan Rabiul Awal bukan sekadar bulan dalam kalender Hijriyah, tetapi bulan yang sarat makna. Dari kelahiran, hijrah, hingga wafatnya Rasulullah ﷺ, semua mengandung pesan penting untuk kehidupan umat Islam. Dengan memahami peristiwa penting tersebut, kita semakin terdorong untuk meneladani akhlak Nabi dan berkontribusi membangun peradaban Islam yang mulia.

Sejarah Wakaf Pertama dalam Islam di Masjid Quba

Sejarah Wakaf Pertama dalam Islam di Masjid Quba

Wakaf adalah salah satu amal jariyah yang manfaatnya tidak terputus meskipun pewakaf telah meninggal dunia. Dalam sejarah wakaf, tercatat bahwa praktik pertama kali dilakukan pada masa Rasulullah ﷺ. Wakaf tersebut terwujud dalam pembangunan Masjid Quba, masjid pertama yang didirikan setelah hijrah ke Madinah.

Asal Mula Wakaf di Masjid Quba

Setibanya di Madinah pada tahun 622 M, Rasulullah ﷺ bersama kaum Muslimin segera membangun masjid sebagai pusat ibadah dan aktivitas sosial. Tanah yang dipakai untuk masjid tersebut berasal dari wakaf kaum Anshar, yang dengan ikhlas menyerahkan lahannya demi kepentingan umat. Rasulullah ﷺ turut serta membangun masjid dengan tangan beliau sendiri, dibantu para sahabat yang bahu membahu menata batu dan batang kurma sebagai dinding dan tiang.

Sebagai bangunan hasil wakaf, Masjid Quba difungsikan bukan hanya sebagai tempat shalat. Di sana berlangsung pula kegiatan pendidikan, musyawarah, dan persatuan umat. Wakaf pertama ini menjadi tonggak sejarah bahwa Islam tidak hanya mengajarkan ibadah ritual, tetapi juga kepedulian sosial dan kebersamaan.

sejarah wakaf pertama Islam di Masjid Quba Madinah, wakaf pendidikan membangun umat, hijrah Nabi Muhammad
Sejarah wakaf pertama di Masjid Quba

Pentingnya Meneladani Wakaf Pertama

Sejarah wakaf di Masjid Quba mengajarkan bahwa amal kebaikan yang ditujukan untuk kepentingan umum akan terus mengalir pahalanya. Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa bersuci di rumahnya kemudian mendatangi Masjid Quba lalu shalat dua rakaat, maka baginya seperti pahala umrah.” (HR. Tirmidzi). Hadis ini menunjukkan keutamaan masjid wakaf pertama dalam Islam.

Dari kisah ini, umat Islam dapat mengambil teladan bahwa wakaf adalah sarana untuk memperkuat kehidupan sosial dan ibadah. Hingga kini, tradisi wakaf terus berkembang menjadi pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pembangunan ekonomi umat. Semangat yang lahir dari Masjid Quba tetap relevan untuk kehidupan modern, karena manfaatnya melampaui batas waktu dan generasi.

Sejarah wakaf pertama di Masjid Quba menunjukkan bahwa wakaf adalah amal yang lahir dari keikhlasan dan semangat kebersamaan. Rasulullah ﷺ dan para sahabat telah memberi contoh bahwa wakaf mampu membangun peradaban Islam sejak awal. Dengan meneladani kisah ini, umat Islam di era sekarang dapat melanjutkan tradisi kebaikan melalui wakaf yang ditujukan untuk kemaslahatan bersama. Mari berkontribusi dalam membangun peradaban Qur’ani melalui wakaf Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Muanawiyah Jombang.

Ringkasan Fiqh Haid: Urgensi, Batasan Waktu, dan Tanda Suci

Ringkasan Fiqh Haid: Urgensi, Batasan Waktu, dan Tanda Suci

Pembahasan fiqh haid menjadi penting karena menyangkut sah atau tidaknya ibadah perempuan muslimah. Topik ini berkaitan langsung dengan batasan waktu haid, tanda suci, dan perbedaan haid dengan istihādhah. Pengetahuan ini membantu setiap muslimah melaksanakan ibadah sehari-hari dengan lebih tenang dan sesuai syariat. Pemahaman yang baik juga membantu menghindari waswas, mengatur jadwal ibadah seperti umrah, haji, maupun i’tikaf, serta menjaga keteraturan spiritual seorang muslimah.

Sayangnya, masih banyak muslimah yang menyepelekan batasan waktu haid. Sebagian hanya mengira-ngira tanpa mencatat, bahkan ada yang langsung berhenti beribadah begitu melihat bercak sedikit. Akibatnya, ibadah wajib seperti shalat dan puasa sering terlewat padahal sebenarnya sudah masuk masa suci. Kesalahan ini tidak hanya mengurangi amalan, tetapi juga menimbulkan keraguan dalam melaksanakan kewajiban harian.

gambar kalender haid ilustrasi ringkasan fiqh haid
Pentingnya menandai waktu haid dalam pembahasan fiqh haid

Ringkasan Fiqh Haid

Batasan Waktu Haid Menurut Mazhab Syafi’i

Dalam fiqh Syafi’i, batas minimal haid adalah 1 hari 1 malam. Batas maksimalnya mencapai 15 hari 15 malam, sedangkan kebiasaan rata-rata berkisar 6–7 hari. Masa suci di antara dua siklus minimal 15 hari. Apabila darah keluar melebihi 15 hari, statusnya berubah menjadi istihadzoh. Kondisi ini bukan haid, sehingga perempuan tetap wajib shalat dan puasa. Perbedaan haid dan istihadzoh harus ditandai karena berkaitan dengan pembahasan penting berikutnya.

Tanda Suci dan Kembali Beribadah

Perempuan dianggap suci jika terlihat kekeringan sempurna atau muncul cairan putih (quṣṣah bāiḍā’). Begitu tanda tersebut tampak, ia harus segera mandi wajib. Sesudahnya, ibadah seperti shalat, puasa, atau membaca Al-Qur’an dapat kembali dilakukan. Hal ini menegaskan pentingnya ketelitian dalam mengamati tanda suci dari haid.

Agar lebih mudah, muslimah dianjurkan mencatat siklus bulanannya. Tuliskan tanggal mulai dan berhenti haid, kemudian simpan durasinya. Catatan ini memudahkan menentukan kewajiban qadha puasa Ramadan, serta mencegah kebingungan jika pola haid tidak teratur. Kebiasaan sederhana tersebut juga bermanfaat untuk konsultasi ke tenaga kesehatan.

Belajar Fiqh Haid Bentuk Kehati-hatian Muslimah

Sebagai penutup, penting bagi setiap muslimah untuk berhati-hati dalam memperhatikan jadwal haid dan masa suci. Kehati-hatian ini menjadi kunci agar tidak ada ibadah wajib yang terlewat, khususnya shalat dan puasa. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Apabila seorang wanita menjaga shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya, dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau kehendaki.” (HR. Ahmad).

Hadis ini menegaskan bahwa jalan menuju surga bagi wanita sangatlah dekat. Salah satu bentuk ikhtiar menuju kemuliaan itu adalah dengan teliti memahami dan mengamalkan fiqh haid, sehingga ibadah dapat dijalankan dengan sempurna tanpa keraguan. Baca juga  kitab Risalatul Mahidh untuk penjelasan lebih lengkap.

5 Cara Sederhana Agar Shalat Khusyuk dan Tenang

5 Cara Sederhana Agar Shalat Khusyuk dan Tenang

Cara shalat khusyuk merupakan dambaan setiap muslim yang ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan penuh ketenangan hati. Apalagi shalat merupakan ibadah yang paling utama dalam Islam. Ia adalah tiang agama, penghubung antara seorang hamba dengan Tuhannya. Namun, seringkali kita merasa pikiran melayang saat melaksanakan shalat, sehingga sulit meraih kekhusyukan. Padahal, Allah memuji orang-orang yang shalat khusyuk dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.”

(QS. Al-Mu’minun: 1–2).

Lalu, bagaimana cara shalat khusyuk agar ibadah ini benar-benar menghadirkan ketenangan jiwa?

cara shalat khusyuk dan hati tenang. pria sedang sujud shalat di masjid, moslem pray in mosque
Cara shalat khusyuk dan hati tenang

1. Membersihkan Hati dan Niat yang Tulus

Khusyuk dimulai dari hati. Seorang muslim harus menata niat, bahwa shalat dilakukan hanya untuk Allah, bukan karena rutinitas semata. Dengan niat yang tulus, hati akan lebih mudah merasakan kedekatan kepada Allah.

2. Memahami Bacaan Shalat

Salah satu penyebab sulitnya khusyuk adalah karena tidak memahami makna bacaan shalat. Jika kita tahu arti takbir, doa iftitah, dan ayat Al-Qur’an yang dibaca, maka hati akan lebih terikat dengan setiap gerakan. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa memahami bacaan adalah kunci utama kekhusyukan.

Baca juga: Kisah Abu Bakar Menangis Saat Shalat dan Hikmahnya

3. Menjaga Wudhu dengan Sempurna

Wudhu yang dilakukan dengan khusyuk akan mengantar pada shalat yang khusyuk. Rasulullah ﷺ bersabda: “Apabila seorang hamba berwudhu lalu ia menyempurnakan wudhunya, maka dosa-dosanya keluar dari tubuhnya…” (HR. Muslim). Bersih lahir dan batin akan menenangkan hati dalam ibadah.

4. Shalat di Tempat yang Tenang

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap kekhusyukan. Shalat di tempat yang tenang, jauh dari keramaian, akan memudahkan kita untuk fokus. Pahlawan santri dan ulama terdahulu sering mencari masjid yang hening atau ruang khusus agar hatinya tidak terganggu.

5. Mengingat Kematian dan Kehadiran Allah

Khusyuk hadir ketika kita merasa seakan-akan sedang melihat Allah, atau minimal menyadari bahwa Allah melihat kita. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim).

Dengan kesadaran ini, hati akan tunduk dan penuh rasa takut kepada-Nya.

Cara shalat khusyuk memang tidak mudah, namun bisa dilatih dengan menjaga niat, memahami bacaan, menyempurnakan wudhu, memilih tempat yang tenang, serta menghadirkan rasa muraqabah kepada Allah. Dengan menerapkan cara shalat khusyuk, ibadah tersebut bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga sumber ketenangan dan kekuatan spiritual dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Refleksi Doa untuk Keamanan Negara Perayaan HUT RI ke-80

Refleksi Doa untuk Keamanan Negara Perayaan HUT RI ke-80

Setiap bangsa tentu mendambakan kedamaian dan keamanan. Tanpa rasa aman, pembangunan tidak dapat berjalan dan masyarakat sulit hidup tenteram. Dalam Islam, doa memiliki kedudukan penting sebagai ikhtiar spiritual. Salah satu doa yang sangat relevan dengan doa untuk keamanan negara adalah doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang diabadikan dalam Al-Qur’an.

Allah SWT berfirman dalam Surah Ibrahim ayat 35:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, ‘Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala.’”

doa nabi ibrahim doa untuk kemanan negara hut ri ke-80
Doa Nabi Ibrahim, doa untuk kemanan negara

Baca juga: Huru Hara Politik Indonesia: Siapa yang Sebenarnya Bersalah?

Makna Doa untuk Kemanan Negara dalam HUT RI ke-80

Doa Nabi Ibrahim ini mengandung pesan mendalam. Pertama, keamanan sebuah negeri adalah nikmat terbesar yang harus dijaga. Dengan kondisi aman, masyarakat dapat beribadah, menuntut ilmu, serta bekerja tanpa rasa takut. Kedua, doa tersebut menunjukkan bahwa ancaman terbesar bagi bangsa bukan hanya konflik fisik, tetapi juga penyimpangan akidah dan moral. Oleh sebab itu, Nabi Ibrahim memohon agar keturunannya dijauhkan dari penyembahan berhala, yang dalam konteks modern dapat dimaknai sebagai segala bentuk penyimpangan nilai.

Momentum HUT RI ke-80 menjadi saat yang tepat untuk merenungkan makna doa ini. Indonesia yang kita cintai tidak hadir begitu saja, melainkan melalui perjuangan panjang para pahlawan. Keamanan dan kemerdekaan yang kita rasakan hari ini merupakan jawaban dari doa-doa dan pengorbanan generasi terdahulu. Namun, tantangan bangsa saat ini tidak kalah berat. Konflik sosial muncul akibat perbedaan pandangan politik yang sering menimbulkan perpecahan. Ada pula gesekan antar kelompok karena isu SARA, serta ancaman hoaks dan ujaran kebencian yang memperkeruh persaudaraan. Bahkan, korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan juga dapat dianggap sebagai bentuk “berhala modern” yang merusak tatanan bangsa.

Dalam konteks ini, doa Nabi Ibrahim menjadi teladan agar masyarakat tidak hanya memohon keamanan secara fisik, tetapi juga menjaga keutuhan moral dan spiritual bangsa. Merayakan HUT RI ke-80 hendaknya bukan sekadar pesta, melainkan ajakan untuk memperkuat persatuan dan menghindari segala bentuk perpecahan. Negara yang aman tidak hanya berarti bebas dari perang, melainkan juga bebas dari fitnah, ketidakadilan, dan penyimpangan yang melemahkan persaudaraan.

Maka, doa untuk keamanan negara harus terus dipanjatkan oleh setiap warga. Semoga dengan semangat HUT RI ke-80, bangsa ini diberi keamanan, dijauhkan dari konflik, dan diberkahi dengan generasi yang beriman, berakhlak mulia, serta siap membangun Indonesia yang maju dan bermartabat.

6 Syarat Sah Shalat yang Wajib Diketahui Setiap Muslim

6 Syarat Sah Shalat yang Wajib Diketahui Setiap Muslim

Al – MuanawiyahShalat adalah kewajiban utama seorang muslim yang tidak boleh ditinggalkan dalam kondisi apa pun. Namun, shalat baru dianggap sah jika memenuhi syarat-syarat tertentu. Memahami syarat sah shalat sangat penting agar ibadah yang dilakukan benar-benar diterima oleh Allah ﷻ dan tidak sia-sia. Berikut penjelasan detail mengenai syarat-syarat tersebut beserta dalilnya.

gambar pria Muslim sedang melakukan sujud shalat ilustrasi syarat sah shalat
Syarat sah shalat

 

1. Suci dari Hadas Besar dan Kecil

Seorang muslim wajib dalam keadaan suci sebelum shalat, baik dari hadas kecil maupun hadas besar. Suci dari hadas kecil dilakukan dengan wudhu, sementara dari hadas besar dengan mandi junub. Hadas besar di sini termasuk haid, istihadzoh, dan nifas. Allah ﷻ berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai siku, usaplah kepalamu dan basuhlah kakimu sampai kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6).

2. Suci dari Najis pada Badan, Pakaian, dan Tempat

Shalat tidak sah jika terdapat najis pada pakaian, tubuh, atau tempat shalat. Hal ini sesuai dengan firman Allah ﷻ:

“Dan pakaianmu bersihkanlah.” (QS. Al-Muddatsir: 4).

3. Menutup Aurat

Menutup aurat merupakan syarat utama shalat. Bagi laki-laki, auratnya adalah antara pusar hingga lutut. Sedangkan perempuan seluruh tubuhnya adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Allah tidak menerima shalat perempuan yang sudah haid (baligh) kecuali dengan memakai khimar (penutup aurat).” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi).

Baca juga: Surat Al Adiyat: Penjelasan, Asbabun Nuzul dan Tafsirnya

4. Masuk Waktu Shalat

Setiap shalat memiliki waktu tertentu, dan shalat tidak sah jika dilakukan sebelum waktunya. Dalilnya terdapat dalam firman Allah ﷻ:

“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 103).

5. Menghadap Kiblat

Menghadap kiblat, yaitu Ka’bah di Makkah, merupakan syarat sah yang tidak boleh ditinggalkan. Allah ﷻ berfirman:

“Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arahnya.” (QS. Al-Baqarah: 144).

6. Beragama Islam, Berakal, dan Baligh

Shalat hanya diwajibkan bagi muslim yang berakal sehat dan sudah baligh. Anak kecil diajarkan shalat sebagai pendidikan, namun kewajiban sebenarnya berlaku ketika sudah baligh. Nabi ﷺ bersabda:

“Pena (pencatat amal) diangkat dari tiga orang: dari anak kecil sampai ia baligh, dari orang tidur sampai ia bangun, dan dari orang gila sampai ia sembuh.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi).

Mengetahui dan memenuhi syarat sah shalat adalah hal penting agar ibadah seorang muslim diterima. Mulai dari menjaga kesucian, menutup aurat, memastikan waktu shalat, hingga menghadap kiblat, semua itu menjadi pondasi sahnya shalat. Dengan memahami syarat-syarat ini, kita bisa melaksanakan shalat dengan benar sesuai tuntunan syariat.