Arti Bandongan dalam Pembelajaran di Pondok Pesantren

Arti Bandongan dalam Pembelajaran di Pondok Pesantren

Arti bandongan merujuk pada metode belajar klasik yang telah menjadi ciri khas pesantren Nusantara selama ratusan tahun. Dalam metode ini, kiai atau ustadz membaca dan menjelaskan kitab kuning, sementara para santri menyimak, mencatat makna gandul, dan menandai bagian-bagian penting. Cara belajar ini bukan sekadar mendengarkan, tetapi melatih ketelitian, ketekunan, dan kemampuan memahami teks Arab gundul secara bertahap.

Tradisi bandongan sangat berbeda dengan kelas formal modern, karena proses pemahamannya berpusat pada keilmuan guru. Santri mengikuti jalannya penjelasan secara runtut, sehingga tidak hanya memahami makna, tetapi juga menangkap gaya penafsiran ulama terdahulu.

Baca juga: Arti Sorogan dalam Tradisi Pesantren dan Keunggulannya

Asal-Usul Bandongan dan Perannya di Pesantren

Metode bandongan sangat dipengaruhi oleh tradisi halaqah di dunia Islam, terutama di Timur Tengah. Ketika ulama Nusantara seperti Syaikh Nawawi al-Bantani dan Syaikh Mahfudz at-Termasi belajar di Haramain, mereka membawa pulang model pembelajaran ini. Sejak itu, metode bandongan menjadi tulang punggung pendidikan pesantren salaf sampai sekarang.

Keberadaan bandongan tidak bisa dilepaskan dari kitab kuning, seperti Fathul Bari, Tafsir Jalalain, Arbain Nawawi, hingga Ihya Ulumuddin. Melalui bandongan, pesantren menjaga keterhubungan sanad ilmu dari generasi ke generasi, karena guru menyampaikan isi kitab dengan penjelasan yang ia dapatkan dari guru-gurunya sebelumnya.

Pelaksanaan Bandongan di Pesantren Sehari-hari

Bandongan biasanya dilakukan pada pagi atau malam hari ketika suasana pondok lebih tenang. Santri duduk berkelompok, masing-masing membawa kitab dan alat tulis. Ustadz membaca teks Arab, lalu menjelaskan maknanya dalam bahasa Indonesia atau Jawa, lengkap dengan faedah fiqih, hikmah akhlak, dan catatan bahasa.

santri pesantren sedang belajar kitab kuning metode bandongan
Praktik bandongan dalam pembelajaran kitab kuning di PPTQ Al Muanawiyah Jombang

Meski terlihat sederhana, proses bandongan menuntut fokus tinggi. Santri harus cepat menangkap penjelasan, memberi makna gandul di atas teks Arab, dan mencatat bagian yang perlu dihafalkan. Metode ini melatih kemampuan membaca kitab secara mandiri di waktu yang akan datang.

Baca juga: Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia dan Perkembangannya

Kelebihan Metode Bandongan bagi Santri

Bandongan memiliki banyak kelebihan yang membuatnya tetap bertahan hingga era modern:

  1. Pemahaman Kitab yang Bertahap
    Santri belajar mengikuti alur penjelasan guru yang sudah berpengalaman, sehingga mudah memahami kitab kuning.

  2. Belajar Melalui Sanad Keilmuan
    Setiap penjelasan yang diberikan guru membawa nilai tawadhu’ karena disampaikan dari jalur guru-guru sebelumnya.

  3. Membentuk Kesabaran dan Fokus
    Santri dilatih mendengar, menulis, dan memahami dalam waktu bersamaan, sehingga tumbuh karakter tekun dan disiplin.

  4. Meningkatkan Kemampuan Bahasa Arab
    Karena kitab tidak berharakat, santri dituntut teliti dalam memahami struktur bahasa.

  5. Membangun Kebiasaan Mencatat Ilmu
    Catatan bandongan sering menjadi modal santri dalam mengajar setelah lulus dari pondok.

Bandongan adalah metode yang terasa sederhana, tetapi justru itulah yang membuatnya efektif dan mengakar.

Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Muanawiyah memadukan tradisi belajar kitab kuning melalui bandongan dan sorogan dengan pembinaan tahfidz, akhlak, serta penguatan literasi digital untuk santri putri. Jika Anda ingin putra-putri memiliki ilmu agama yang kuat sekaligus siap menghadapi era modern, maka Al-Muanawiyah menjadi pilihan yang tepat.

Yuk, bergabung bersama keluarga besar Al-Muanawiyah!
Mari mondok dengan lingkungan yang nyaman, ilmiah, dan penuh keberkahan.

Arti Sorogan dalam Tradisi Pesantren dan Keunggulannya

Arti Sorogan dalam Tradisi Pesantren dan Keunggulannya

Metode sorogan merupakan sistem belajar klasik yang masih bertahan di banyak pondok pesantren. Arti sorogan merujuk pada kegiatan belajar di mana seorang santri membawa kitabnya langsung kepada kiai atau ustadz. Cara ini, pada dasarnya, menuntut kesabaran, kedisiplinan, serta ketekunan. Biasanya, sorogan menjadi ruang pembelajaran yang sangat personal. Santri duduk dekat guru, lalu membaca teks Arab gundul secara perlahan, sementara kiai membetulkan bacaan serta maknanya.

Asal Usul Tradisi Sorogan

Metode ini, sebenarnya, berasal dari tradisi pendidikan Islam tradisional di Nusantara. Sorogan tumbuh kuat pada masa berkembangnya pesantren salaf di Jawa. Sistemnya, hingga kini, terjaga sebagai warisan ulama terdahulu. Sebagian sejarawan menyebut hubungan sorogan dengan model halaqah yang berkembang di Timur Tengah. Kendatipun begitu, sorogan memiliki ciri khas lokal. Pendekatan ini lebih personal dan berfokus pada koreksi langsung.

Pelaksanaan Tradisi Sorogan di Pesantren

Dalam praktiknya, sorogan berlangsung di ruang kecil, serambi masjid, atau bilik ngaji. Santri datang bergiliran. Mereka membuka kitab kuning, seperti Ta’lim al-Muta’allim, Safinatun Najah, atau Fathul Qarib. Guru, pada saat itu, mengecek bacaan kata demi kata. Kemudian, beliau memastikan pemahaman santri berjalan benar. Sistem seperti ini, biasanya, diterapkan di pesantren salaf. Meski begitu, beberapa pesantren modern masih mempertahankan sorogan sebagai metode pendalaman makna. Pelaksanaannya, sering kali, berlangsung menjelang subuh atau setelah isya.

sorogan kitab kuning di pondok putri Al Muanawiyah Jombang
Sorogan kitab kuning di PPTQ Al Muanawiyah

Kelebihan Metode Belajar Sorogan

Sorogan, secara umum, memiliki banyak kelebihan. Santri belajar dengan tempo pribadi. Kesalahan bisa diperbaiki secara langsung. Hasilnya, pemahaman menjadi lebih kuat. Selain itu, kedekatan dengan kiai membentuk adab. Pendeknya, sorogan mempertemukan ilmu dan akhlak.

Biasanya, metode ini juga menumbuhkan rasa malu yang positif. Santri berusaha membaca dengan benar agar tidak mengecewakan guru. Nilai seperti ini, sebenarnya, turut menumbuhkan karakter disiplin. Bahkan lebih dari itu, sorogan membuat santri terbiasa menerima kritik. Akibatnya, mental ilmiah tumbuh secara alami. Sorogan juga membangun kecakapan memahami teks Arab tanpa bantuan terjemahan instan.

Relevansi Sorogan bagi Remaja Muslim Masa Kini

Dalam dunia modern, metode sorogan tetap relevan. Banyak santri merasakan manfaatnya dalam memahami kitab kuning. Nyatanya, tradisi ini melatih fokus. Selain itu, sorogan menanamkan sikap hormat kepada ulama. Sikap seperti ini penting bagi remaja Muslim, terutama di tengah derasnya informasi digital. Cara belajar sorogan, pada akhirnya, membantu membangun pemikiran yang tertata.

Jika kamu ingin menemukan pesantren yang tetap menjaga tradisi sorogan sambil memadukan pembinaan akhlak dan tahfidzul Qur’an, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Muanawiyah Jombang siap menjadi pilihan terbaik. Pesantren ini, pada intinya, mengajarkan kitab kuning dengan metode yang ramah pemula. Selain itu, santri mendapat pembinaan karakter yang terarah. Maka dari itu, kamu bisa menghubungi pihak pesantren kapan saja untuk informasi pendaftaran. Pesantren ini membuka kesempatan bagi remaja putri yang ingin belajar agama dengan sistem terstruktur dan lingkungan yang aman.

Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia dan Perkembangannya

Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia dan Perkembangannya

Al MuanawiyahPondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan tradisi keilmuan umat Muslim. Sejarah pondok pesantren di Indonesia telah dimulai sejak abad ke-14, jauh sebelum berdirinya sekolah-sekolah formal. Lembaga ini menjadi wadah bagi para santri untuk menuntut ilmu agama sekaligus belajar hidup mandiri di bawah bimbingan seorang kiai.

Asal Usul dan Makna Pondok Pesantren

Secara etimologis, kata “pesantren” berasal dari kata santri yang diberi imbuhan “pe-” dan “-an”, sehingga berarti tempat tinggal atau pusat kegiatan para santri. Sejak masa awal Islam di Nusantara, sistem pendidikan ini sudah dikenal, terutama pada masa dakwah Sunan Ampel di Surabaya pada abad ke-14. Ia dianggap sebagai pelopor sistem asrama santri di lingkungan masjid, yang kemudian dikenal sebagai pondok pesantren.

Pesantren memiliki ciri khas yang membedakannya dari lembaga pendidikan lain. Ciri utamanya meliputi adanya kiai sebagai pusat pengajaran, santri yang tinggal di asrama, masjid sebagai tempat kegiatan utama, serta pengajaran kitab-kitab klasik atau kitab kuning. Tradisi ini berlanjut dari generasi ke generasi, menjadikan pesantren sebagai benteng ilmu agama dan moralitas masyarakat Indonesia.

Baca juga: Mengapa Tradisi Keilmuan Salaf Tetap Relevan di Era Digital

Pesantren Tertua dan Jejak Penyebaran Islam

Salah satu pesantren tertua di Indonesia adalah Pondok Pesantren Sidogiri di Pasuruan, Jawa Timur. Pesantren ini didirikan oleh Sayyid Sulaiman dan Kiai Aminullah pada sekitar tahun 1745, meski sebagian sumber menyebutkan tahun 1718. Sidogiri menjadi contoh kuat bahwa pesantren telah lama menjadi pusat pendidikan Islam dan dakwah di tanah air.

gambar beberapa laki-laki mengenakan kopiah dan bju putih sedang belajar bersama di madrasah miftahul ulum sidogiri
Pembelajaran madrasah di Pondok Pesantren Sidogiri (sumber: sidogiri.net)

Selain Sidogiri, pesantren-pesantren lain seperti Tebuireng (didirikan KH Hasyim Asy’ari pada 1899), Gontor (didirikan KH Ahmad Sahal pada 1926), dan Lirboyo (didirikan KH Abdul Karim pada 1910) juga berperan besar dalam melahirkan banyak tokoh ulama, pemimpin bangsa, dan pendidik Islam. Dari sinilah penyebaran Islam di Indonesia berlangsung secara damai melalui jalur pendidikan dan sosial.

Dinamika Pesantren di Masa Kolonial dan Modern

Pada masa penjajahan Belanda, pondok pesantren sering dianggap sebagai pusat perlawanan karena aktivitas sosial dan dakwahnya yang membangkitkan semangat kebangsaan. Meski diawasi ketat oleh pemerintah kolonial, banyak pesantren tetap bertahan berkat sistem wakaf tanah dan dukungan masyarakat setempat. Para santri saat itu tidak hanya belajar agama, tetapi juga dilatih untuk mandiri dan berjuang melawan ketidakadilan.

Setelah Indonesia merdeka, sistem pendidikan pesantren mengalami transformasi besar. Sebagian pesantren tetap mempertahankan model tradisional (salafiyah), sementara yang lain beradaptasi dengan memasukkan pelajaran umum dan kurikulum formal (khalafiyah). Langkah ini membuat pesantren tetap relevan dan berperan penting dalam pembangunan nasional hingga saat ini.

Peran dan Relevansi Pesantren di Era Modern

Kini, pondok pesantren tidak hanya menjadi tempat belajar agama, tetapi juga pusat pengembangan karakter, kewirausahaan, dan literasi digital bagi generasi muda. Pemerintah pun secara resmi mengakui pesantren sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya posisi pesantren dalam sejarah pendidikan Indonesia dan kontribusinya terhadap pembangunan umat.

Sejarah pondok pesantren di Indonesia mencerminkan perjalanan panjang pendidikan Islam yang berakar kuat dalam budaya bangsa. Dari masa Sunan Ampel hingga era modern, pesantren tetap menjadi lembaga yang menjaga keseimbangan antara ilmu, iman, dan pengabdian sosial. Nilai-nilai yang diwariskan pesantren, seperti keikhlasan, kedisiplinan, dan cinta tanah air, menjadi fondasi moral yang relevan bagi generasi muda Indonesia masa kini.

Sejarah panjang pondok pesantren menunjukkan betapa pentingnya peran lembaga ini dalam menjaga ilmu dan moral bangsa. Hingga kini, pesantren terus beradaptasi dengan zaman tanpa meninggalkan akar tradisi Islam yang kuat.

Bagi kamu yang ingin menjadi bagian dari perjalanan tersebut, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Muanawiyah membuka kesempatan untuk mendidik anak menjadi penghafal Al-Qur’an yang berakhlak mulia. Kunjungi website resminya untuk informasi lebih lanjut.

Metode Belajar Pondok Pesantren yang Kini Masih Eksis

Metode Belajar Pondok Pesantren yang Kini Masih Eksis

Pondok pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Dalam perkembangannya, metode belajar pondok pesantren memiliki kekhasan tersendiri yang membedakannya dari sistem pendidikan formal. Metode ini tidak hanya menekankan aspek pengetahuan, tetapi juga pembentukan akhlak, kedisiplinan, dan kemandirian santri.

1. Sorogan: Belajar Langsung dengan Guru

Metode belajar pondok pesantren yang paling klasik adalah sorogan. Dalam sistem ini, seorang santri membaca kitab di hadapan ustadz atau kiai, kemudian guru memperbaiki bacaan dan menjelaskan makna kata per kata.
Biasanya, metode ini digunakan untuk mempelajari kitab kuning, seperti Tafsir Jalalain atau Fathul Qarib. Meskipun terkesan tradisional, sorogan membuat santri lebih aktif dan teliti dalam memahami isi kitab. Bahkan, cara ini dianggap efektif untuk melatih kesabaran dan ketekunan belajar.

2. Bandongan: Mendengarkan dan Mencatat Penjelasan Guru

Selain sorogan, ada juga bandongan, atau disebut juga wetonan di beberapa daerah. Dalam metode ini, kiai membaca kitab dan menjelaskan isinya di hadapan banyak santri, sedangkan para santri mendengarkan sambil mencatat makna di sela teks kitab.
Metode bandongan cocok digunakan untuk pengajian kitab besar seperti Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali. Umumnya, pengajian bandongan dilakukan secara rutin setiap hari atau pada bulan Ramadan.
Dengan cara ini, santri terbiasa menyimak dengan penuh perhatian dan menghafal istilah Arab klasik yang sulit dipahami tanpa bimbingan guru.

Baca juga: 3 Kebiasaan yang Dibenci Allah Menurut Kitab Nashaihul Ibad

3. Halaqah dan Musyawarah Kitab

Selanjutnya, ada halaqah, yakni sistem belajar berbentuk kelompok diskusi kecil. Dalam metode ini, santri saling bertukar pendapat untuk memahami isi kitab tertentu. Tak jarang, mereka mengadakan musyawarah kitab, yaitu forum untuk membahas perbedaan pendapat ulama dari teks yang sama.
Metode ini melatih santri berpikir kritis, mampu menyampaikan argumen, dan menghargai perbedaan pandangan. Halaqah juga menjadi jembatan antara cara belajar klasik dan kebutuhan berpikir analitis modern.

gambar santri sedang belajar bersama dalam halaqah
Contoh penerapan halaqah belajar di PPTQ Al Muanawiyah

4. Hafalan dan Muhafazhah

Metode belajar pondok pesantren juga tak lepas dari hafalan (muhafazhah). Santri biasanya diminta untuk menghafal matan kitab, ayat Al-Qur’an, atau bait nadham. Misalnya, hafalan Alfiyah Ibnu Malik dalam ilmu nahwu atau Taqrib dalam fikih.
Kegiatan ini tidak sekadar menguji daya ingat, melainkan juga menguatkan pemahaman mendalam terhadap ilmu yang dipelajari. Biasanya, hafalan dilanjutkan dengan ujian lisan di depan ustadz.

Baca juga: Hikmah Perintah Membaca dalam Surat Al Alaq secara Sosiologis

5. Metode Modern: Integrasi Teknologi dan Literasi

Dalam perkembangan zaman, beberapa pesantren kini mulai mengombinasikan metode tradisional dengan pendekatan modern. Contohnya, pembelajaran kitab menggunakan presentasi digital, forum diskusi daring, hingga program literasi pesantren yang mendorong santri menulis karya ilmiah.
Dengan demikian, metode belajar pondok pesantren tetap relevan dengan kebutuhan zaman tanpa kehilangan ruh keilmuan dan keikhlasan belajar yang menjadi cirinya sejak dahulu.

Pada dasarnya, setiap metode belajar pondok pesantren memiliki tujuan yang sama, yakni menanamkan ilmu sekaligus membentuk karakter santri yang berakhlak dan mandiri. Sorogan mengajarkan kesungguhan, bandongan menumbuhkan kesabaran, halaqah melatih berpikir kritis, sementara hafalan menumbuhkan ketekunan.
Dengan berbagai pendekatan ini, pondok pesantren terus menjadi benteng pendidikan Islam yang kuat, menyiapkan generasi berilmu, berakhlak, dan siap menghadapi perubahan zaman.

Bagi siapa pun yang ingin merasakan suasana belajar yang menggabungkan tradisi pesantren dan pendekatan modern, PPTQ Al Muanawiyah Jombang bisa menjadi pilihan tepat. Di pondok ini, santri tidak hanya memperdalam Al-Qur’an dan kitab kuning, tetapi juga belajar berpikir logis, kreatif, dan berdaya saing di era digital. Kunjungi website resmi untuk informasi lebih lanjut

Ekstrakurikuler Koding dan Kecerdasan Artifisial Al Muanawiyah

Ekstrakurikuler Koding dan Kecerdasan Artifisial Al Muanawiyah

Al MuanawiyahDi era digital yang semakin maju, kemampuan memahami teknologi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan. Menyadari hal itu, SMP-SMA Qur’an Al Muanawiyah menghadirkan kegiatan ekstrakurikuler koding dan kecerdasan artifisial bagi para santri. Kegiatan ini menjadi jembatan agar mereka bisa memanfaatkan teknologi secara kreatif, produktif, dan tetap berlandaskan nilai-nilai Islam.

Belajar Koding dan AI dengan Cara yang Menyenangkan

Program ini dibina oleh M. Muhlas Saifuddin Nur, S.Kom. yang berpengalaman di bidang pemrograman dan edukasi digital. Dalam setiap pertemuan, santri tidak hanya belajar teori, tetapi juga praktik langsung melalui proyek-proyek sederhana yang membuat pembelajaran terasa nyata dan menarik.

Salah satu kegiatan yang disukai adalah membuat permainan interaktif sederhana menggunakan sistem blok visual. Melalui metode ini, santri belajar berpikir logis, mengatur urutan perintah, hingga memahami bagaimana komputer merespons instruksi mereka. Hasilnya, mereka mampu membuat game kecil yang bisa dimainkan sendiri maupun bersama teman-teman.

gambar siswa berpakaian baju pramuka sedang belajar koding
Potret suasana ekstrakurikuler koding dan kecerdasan artifisial di SMP-SMA Qur’an Al Muanawiyah

Antusiasme Tinggi dan Semangat Inovasi

Menurut pembina, para santri menunjukkan antusiasme yang luar biasa. Materi yang modern dan menantang membuat mereka semakin penasaran. Mereka aktif bertanya dan mencoba instruksi yang merupakan hal baru bagi mereka.

EKstrakurikuler koding dan kecerdasan artifisial ini juga menjadi sarana melatih kesabaran, kerja sama, dan rasa percaya diri. Santri tidak hanya belajar teknologi, tetapi juga belajar bagaimana menyelesaikan masalah dan berpikir kreatif dalam setiap langkah.

Baca juga: Program IT Pesantren Al Muanawiyah Didik Santri Terampil Digital

Ekstrakurikuler Koding dan Kecerdasan Artifisial Mempersiapkan Santri

Tujuan utama kegiatan ini bukan sekadar mengenalkan teknologi, tetapi juga menumbuhkan pola pikir komputasional dan keterampilan abad ke-21. Di masa depan, kemampuan memahami dasar koding dan kecerdasan buatan akan sangat berguna, baik untuk studi lanjutan maupun karier profesional.

Alhasil, santri Al Muanawiyah tidak hanya ahli dalam ilmu agama, tetapi juga siap menjadi bagian dari generasi cerdas digital yang berakhlak mulia.

Baca juga: HSN 2025 Al Muanawiyah Rayakan Semangat Kaum Sarungan

Ingin tahu bagaimana pondok modern menggabungkan pendidikan agama dan teknologi? SMP Qur’an Al Muanawiyah dan SMA Qur’an Al Muanawiyah membuka peluang bagi putra-putri terbaik bangsa untuk bergabung dalam lingkungan belajar yang seimbang antara spiritualitas dan inovasi.

Kunjungi Al Muanawiyah dan temukan bagaimana semangat pendidikan modern membawa santri menuju masa depan yang lebih cemerlang.

Amal Jariyah: Investasi Pahala yang Tak Pernah Terputus

Amal Jariyah: Investasi Pahala yang Tak Pernah Terputus

Dalam Islam, amal jariyah menjadi salah satu bentuk amal paling mulia karena pahalanya terus mengalir, bahkan setelah pelakunya meninggal dunia. Tidak seperti amal lain yang berhenti bersama usia, ibadah ini menjadi tabungan akhirat yang abadi.

Pengertian Amal Jariyah

Secara bahasa, “jariyah” berarti mengalir. Maka, amal jariyah berarti amal yang pahalanya terus mengalir tanpa henti. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.”
(HR. Muslim no. 1631)

Hadits ini menjadi dasar bahwa sedekah jariyah adalah amal yang akan terus mendatangkan pahala selama manfaatnya masih dirasakan orang lain.

Dalil tentang Keutamaannya

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:

“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh bulir; pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.”
(QS. Al-Baqarah: 261)

Ayat ini menggambarkan betapa besar balasan bagi orang yang berinfak atau bersedekah dengan niat ikhlas karena Allah. Amal kecil yang dilakukan dengan niat yang benar bisa berlipat ganda pahalanya, sebagaimana satu biji yang tumbuh menjadi ratusan buah.

Baca juga: Teladan Sedekah dari Kedermawanan Asma’ binti Abu Bakar

Contoh Amal yang Pahalanya Tidak Terputus

Dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak contoh yang bisa dilakukan, antara lain:

  1. Membangun masjid atau mushalla – setiap orang yang shalat di dalamnya akan menambah pahala bagi orang yang membantu pembangunannya.

  2. Berwakaf untuk pendidikan – seperti wakaf berupa tanah, bangunan, atau fasilitas pesantren.

  3. Memberi mushaf Al-Qur’an – selama Al-Qur’an tersebut dibaca dan dipelajari, pahalanya terus mengalir.

  4. Menyebarkan ilmu yang bermanfaat – baik melalui tulisan, pengajaran, maupun dakwah digital.

  5. Menyumbang sumur atau sarana air bersih – manfaatnya terus dirasakan oleh banyak orang.

Semua amal di atas bernilai jariyah bila dilakukan dengan ikhlas, tanpa pamrih, dan untuk kepentingan umat.

gambar air yang mengisi teko
Ilustrasi contoh amal jariyah berupa sumur air (sumber: freepik)

Makna di Balik Amal Jariyah

Beramal bukan hanya bentuk sedekah, tetapi wujud cinta sejati kepada Allah dan sesama manusia. Melalui ibadah ini, seseorang meninggalkan jejak kebaikan yang terus hidup meski dirinya telah tiada. Islam mengajarkan bahwa keberkahan hidup sejati adalah ketika seseorang bisa bermanfaat bagi orang lain.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”
(HR. Ahmad no. 23408, dinilai hasan oleh Al-Albani)

Artinya, amal jariyah adalah cerminan kepedulian sosial yang bernilai ibadah, sekaligus bukti ketulusan iman.

Ajak Beramal Melalui Wakaf Pendidikan di Al Muanawiyah

Di Pondok Pesantren Jombang Al Muanawiyah, amal jariyah diwujudkan melalui program wakaf pendidikan dan pembangunan sarana belajar santri. Dengan berwakaf, setiap donatur ikut membangun generasi penghafal Al-Qur’an, pembelajar ilmu agama, dan calon dai yang siap berdakwah di masa depan.

Pahala dari wakaf pendidikan ini akan terus mengalir selama santri belajar, menghafal, dan menyebarkan ilmu yang mereka peroleh. Mari ambil bagian dalam kebaikan abadi ini. Karena wakaf bukan sekadar memberi, tetapi menanam pahala tanpa batas waktu.

Yuk, berwakaf di Pondok Pesantren Al Muanawiyah.
Jadikan amalmu investasi abadi yang menghidupkan ilmu dan cahaya Islam di hati generasi muda. Klik laman wakaf pondok Al Muanawiyah.

Program IT Pesantren Al Muanawiyah Didik Santri Terampil Digital

Program IT Pesantren Al Muanawiyah Didik Santri Terampil Digital

Di tengah perkembangan teknologi yang begitu cepat, program IT pesantren menjadi kebutuhan penting dalam dunia pendidikan Islam. Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Muanawiyah Jombang menghadirkan terobosan pembinaan digital untuk membekali para santri agar mampu berdakwah di era modern.

Program ini tidak hanya mengajarkan keterampilan teknis, tetapi juga menanamkan tanggung jawab moral agar setiap karya digital tetap berlandaskan nilai Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam arahannya, Ustadz Amar menyampaikan bahwa media sosial saat ini menjadi ladang dakwah yang besar, namun juga rentan terhadap penyebaran informasi yang menyesatkan. Oleh karena itu, santri harus dibekali kemampuan literasi digital yang kuat agar mampu menghadirkan konten bermanfaat dan penuh hikmah.

Tim Multimedia: Belajar Teknologi untuk Dakwah

Di Pondok Pesantren Al Muanawiyah, sudah terbentuk tim multimedia khusus yang bertugas mengelola konten digital. Mereka dilatih untuk mengoperasikan berbagai peralatan publikasi seperti live streaming, podcast, dan dokumentasi kegiatan pondok.
Ada yang bertugas sebagai operator OBS dan audio, desainer grafis, editor video, dan fotografer lapangan. Masing-masing anggota berperan penting dalam menjaga kualitas publikasi dakwah pesantren agar tetap profesional dan inspiratif.

Melalui tim ini, santri putri belajar bahwa teknologi dapat menjadi sarana amar ma’ruf nahi munkar yang efektif. Mereka tidak hanya memproduksi konten, tetapi juga mengamalkan nilai-nilai dakwah yang bijak dan santun.

gambar laptop, mixer sound, dan alat perekam dan peralatan multimedia lainnya
Foto pembinaan keterampilan santri Al Muanawiyah di bidang multimedia

Laboratorium Komputer dan Literasi Digital

Sebagai bentuk keseriusan dalam pengembangan program IT pesantren, Al Muanawiyah juga memiliki laboratorium komputer yang telah digunakan untuk pelaksanaan ANBK 2025. Fasilitas ini menjadi wadah bagi santri untuk belajar komputer, desain digital, dan editing multimedia.

Dengan pembinaan intensif, santri dilatih menjadi kreatif, disiplin, dan mampu memanfaatkan teknologi secara bijak. Hal ini sejalan dengan semangat pesantren yang ingin mencetak generasi Qurani yang cakap digital tanpa kehilangan adab dan akhlaknya.

beberapa santri putri sedang mengerjakan ujian berbasis komputer di laboratorium komputer pondok pesantren
Pelaksanaan ANBK 2025 di laboratorium komputer pondok pesantren Al Muanawiyah

Menyiapkan Santri Dakwah di Era Digital

Di tengah derasnya arus informasi, peran santri sebagai penjaga nilai kebenaran sangat dibutuhkan. Dengan bekal ilmu agama dan teknologi, para santri Al Muanawiyah siap menjadi content creator islami yang menginspirasi masyarakat luas. Mereka diharapkan mampu menjaga kesucian pesan dakwah dan memperluas pengaruh positif Islam melalui media digital.


Pondok Pesantren Al Muanawiyah terus membuka kesempatan bagi generasi muda yang ingin belajar agama sekaligus teknologi. Dengan mengikuti program IT pesantren, santri akan mendapatkan pengalaman belajar yang seimbang antara spiritualitas dan kecakapan digital.
Kunjungi laman resmi Al Muanawiyah untuk mengetahui lebih banyak tentang program pembinaan santri digital dan kegiatan multimedia lainnya.

Mengapa 10 November Diperingati Sebagai Hari Pahlawan?

Mengapa 10 November Diperingati Sebagai Hari Pahlawan?

Al MuanawiyahHari Pahlawan setiap 10 November menjadi momentum penting bagi bangsa Indonesia untuk mengenang perjuangan para pejuang kemerdekaan. Tanggal ini tidak dipilih tanpa alasan. Dalam sejarah, peristiwa heroik yang terjadi di Surabaya tahun 1945 menjadi tonggak utama yang melatarbelakangi penetapan ini.

Asal-Usul Hari Pahlawan

Hari Pahlawan diperingati setiap tanggal 10 November sebagai bentuk penghormatan kepada para pejuang yang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tanggal ini bukan sekadar simbol, tetapi juga pengingat atas perjuangan rakyat Surabaya dalam melawan pasukan Sekutu pada tahun 1945.

Pertempuran Surabaya menjadi salah satu pertempuran terbesar dan paling berdarah dalam sejarah perjuangan Indonesia. Ribuan pejuang dari berbagai daerah bersatu di bawah semangat kemerdekaan, tanpa memandang suku atau agama. Pertempuran ini dipicu oleh insiden penurunan bendera Belanda di Hotel Yamato yang kemudian digantikan dengan Sang Merah Putih — simbol tekad bangsa yang tak ingin kembali dijajah.

Akhirnya, perlawanan rakyat Surabaya yang dipimpin oleh tokoh seperti Bung Tomo menjadi titik balik bagi perjuangan nasional. Meskipun banyak korban berjatuhan, keberanian mereka menunjukkan bahwa kemerdekaan bukan hadiah, melainkan hasil pengorbanan yang besar. Sejak saat itu, pemerintah menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan untuk mengenang semangat juang tersebut.

gambar beberapa orang Indonesia membawa senjata dalam pertempuran Surabaya
Foto pertempuran Surabaya 10 November 1945 (sumber: Antara)

Makna Hari Pahlawan Bagi Generasi Muda

Faktanya, Hari Pahlawan bukan hanya soal perang dan senjata, melainkan tentang keberanian menghadapi tantangan. Santri, pelajar, dan generasi muda masa kini dapat meneladani semangat juang itu dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dengan berjuang dalam bidang pendidikan, teknologi, dan dakwah untuk kemajuan bangsa.

Selain itu, semangat ini juga mengajarkan nilai keikhlasan dan pengorbanan. Dalam konteks modern, pahlawan bukan hanya mereka yang berjuang di medan perang, tetapi juga mereka yang bekerja dengan tulus untuk kepentingan umat dan negara.

Refleksi di Lingkungan Pesantren

Di berbagai pondok pesantren, momentum ini diperingati dengan kegiatan yang penuh makna—mulai dari apel kebangsaan hingga lomba-lomba bertema perjuangan. Hal ini menjadi sarana menanamkan cinta tanah air kepada para santri. Sejalan dengan semangat jihad fi sabilillah, para santri diharapkan menjadi penerus perjuangan para pahlawan, baik dalam bidang ilmu maupun akhlak.

Pada intinya, 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan karena menjadi simbol keberanian, persatuan, dan pengorbanan bangsa Indonesia. Semangat itu harus terus dijaga agar generasi penerus tidak melupakan jasa para pahlawan.

Tombo Ati Tembang Sunan Bonang yang Menyejukkan Hati

Tombo Ati Tembang Sunan Bonang yang Menyejukkan Hati

Al MuanawiyahTombo Ati adalah tembang Jawa karya Sunan Bonang, salah satu Wali Songo, yang berisi nasihat Islami untuk menenangkan hati dan memperkuat keimanan. Sampai kini, tembang ini menjadi pedoman spiritual bagi santri dan umat Muslim di seluruh Nusantara.

Sejarah dan Konteks Tombo Ati

Makhdum Ibrahim, nama asli Sunan Bonang, lahir di Tuban pada abad ke-15 sebagai putra Sunan Ampel. Beliau menuntut ilmu agama di pesantren ayahnya dan melanjutkan studi ke Pasai. Setelah kembali ke Jawa, Sunan Bonang berdakwah di pesisir utara. Berbeda dari kebanyakan Wali Songo lainnya, beliau menggunakan seni dan budaya lokal sebagai media dakwah

Mulanya, tembang Jawa ini diciptakan untuk memberikan panduan spiritual praktis bagi masyarakat. Dengan tembang ini, Sunan Bonang mengajarkan cara menenangkan hati dan menumbuhkan akhlak mulia melalui lima perkara penting yang bisa diamalkan sehari-hari.

Lirik Tombo Ati (Limo Perkarane)

Tombo Ati iku limo perkarane
Kaping pisan moco Qur’an sak maknane
Kaping pindo sholat wengi lakonono
Kaping telu wong kang sholeh kumpulono
Kaping papat kudu weteng ingkang luwe
Kaping limo zikir wengi ingkang suwe
Salah sawijine sopo biso anglakoni
Insya Allah, Gusti Allah ngijabahi
Lirik Tombo Ati Sunan Bonang
Lirik Tombo Ati Sunan Bonang

Inti ajaran Tombo Ati:

  1. Membaca Al-Qur’an dengan memahami maknanya

  2. Melaksanakan sholat malam secara rutin

  3. Berkumpul dengan orang sholeh

  4. Mengendalikan hawa nafsu dan menahan lapar

  5. Berdzikir di malam hari dalam waktu yang lama

Barang siapa mampu melaksanakan salah satu dari lima perkara ini, Insya Allah, Allah akan mengabulkan doanya.

Makna Spiritual dan Refleksi untuk Santri Modern

Bagi santri modern, tembang peninggalan Makhdum Ibrahim ini tetap relevan. Lima perkara yang diajarkan Sunan Bonang membantu mereka menghadapi tekanan belajar, menjaga fokus ibadah, dan menumbuhkan kesabaran.

Seperti Sunan Bonang yang memanfaatkan seni dan budaya sebagai dakwah, santri masa kini dapat menyebarkan kebaikan melalui literasi digital, karya kreatif, atau kegiatan sosial Islami. Nilai kesederhanaan, ketekunan, dan spiritualitas yang terkandung dalam tembang peninggalan Sunan Bonang ini menjadi pedoman hidup sehari-hari.

Tombo Ati bukan sekadar tembang, tetapi juga warisan spiritual yang hidup hingga kini. Pesan Sunan Bonang melalui lirik lima perkara mengingatkan bahwa hati yang tenang, akhlak mulia, dan kedekatan dengan Allah adalah kunci kebahagiaan. Kemudian bagi generasi muda dan santri, tembang ini menjadi pengingat untuk selalu mengingat Allah, bersabar, dan menebarkan kebaikan dalam tindakan nyata.

Refleksi Hari Pahlawan, Menjadi Pejuang di Jalan Kebaikan

Refleksi Hari Pahlawan, Menjadi Pejuang di Jalan Kebaikan

Hari Pahlawan mengingatkan kita pada pengorbanan luar biasa para pejuang bangsa. Namun, dalam pandangan Islam, setiap amal yang dilakukan untuk kebaikan juga bisa bernilai perjuangan. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya.

Makna ini mengajarkan bahwa pahlawan sejati tidak hanya yang berjuang di medan perang, tetapi juga mereka yang berjuang menegakkan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan perbuatan sederhana, jika diniatkan ikhlas, bisa menjadi amal jariyah yang mengangkat derajat seseorang di sisi Allah.

Menjadi Pahlawan di Masa Kini

Zaman boleh berubah, tetapi nilai perjuangan tidak pernah pudar. Di masa kini, menjadi pahlawan berarti berani menolak keburukan, menebar ilmu, dan menjaga amanah. Para guru, santri, dan orang tua yang mendidik generasi Qur’ani juga pahlawan tanpa tanda jasa.

Di lingkungan pesantren seperti PPTQ Al Muanawiyah, semangat itu terus tumbuh. Setiap ayat yang dihafal dan setiap doa yang dilantunkan menjadi bagian dari jihad ilmu yang mulia. Anak-anak yang menuntut ilmu Al-Qur’an juga melatih kesabaran, ketekunan, dan kejujuran.

Di Hari Pahlawan ini, kita diingatkan bahwa perjuangan tidak hanya di medan perang, tetapi juga dalam menegakkan kebaikan sehari-hari. Kisah Syurti, santri penghafal Al-Qur’an yang tekun menyelesaikan hafalannya meski sempat sakit, menjadi teladan nyata. Ketekunan dan istiqamahnya mengajarkan santri lain untuk pantang menyerah. Bahkan, para santri modern yang juga entrepreneur muda menunjukkan bahwa menghafal Al-Qur’an dan membangun usaha halal bisa berjalan beriringan. Mereka adalah pahlawan masa kini yang menebar manfaat, menegakkan akhlak, dan memberi inspirasi bagi generasi Qur’ani di era modern.

gambar santri putri setoran hafalan Al Qur'an
Potret perjuangan pahlawan di masa kini dengan menghafal Al-Qur’an

Makna Hari Pahlawan bagi Umat Islam

Hari Pahlawan hendaknya menjadi momentum memperkuat niat berjuang di jalan Allah. Kebaikan kecil seperti membantu sesama, menjaga kejujuran, dan menguatkan ukhuwah Islamiyah termasuk wujud perjuangan yang berharga.

Mari menjadikan setiap langkah hidup sebagai perjuangan menuju ridha-Nya. Seperti para pejuang terdahulu, semoga kita juga menjadi pahlawan dalam versi terbaik kita: di rumah, di pesantren, dan di masyarakat. Dengan semangat Hari Pahlawan, setiap amal baik sehari-hari menjadi bukti kepahlawanan modern yang inspiratif.

Selain itu, Hari Pahlawan mengingatkan santri untuk menumbuhkan kepedulian sosial, berbagi ilmu, dan menolong teman-teman yang membutuhkan. Dengan demikian, perjuangan setiap individu menjadi bagian dari perjalanan bangsa menuju kebaikan dan keberkahan.